Oleh: Dewi Sartika
Wacana-edukasi.com — Seperti biasa, terdengar sayup-sayup suara murrotal Al-Qur’an dari masjid dekat rumah jelang azan Magrib.
Sambil menunggu azan Magrib tiba, kuingatkan suami untuk salat berjemaah di masjid. Sambil menutup jendela dan pintu rumah, kuingatkan kembali suami yang juga belum beranjak dari tempat duduknya.
“Bi, sudah waktunya sholat, berangkatlah ke masjid!”
“Baik, Mi,” jawab suami.
Pandemi memang belum usai, namun suami dan warga sekitar memang istikomah salat berjwmaah di masjid dengan tetap taat pada protokol kesehatan.
“Yuk! kita sholat Kak Qoriah , Kak Syahla,” perintahku kepada kedua putriku.
Seperti biasa, anak keduaku merespons lama perintahku untuk salat. Berbagai alasan kerap dia sampaiakan. Sambil melirik ke anakku Syahla.
“Kakak, yuk, kita sholat bareng!”
“Syahla gak enak badan, Umi. Syahla istirahat dulu.”
“Hm, baiklah, nanti kakak Syahla nyusul, yah,” jawabku.
Usia Syaha memang masih pra balig jadi tidak terlalu saya paksakan. Kita sebagai orang tua hanya mengarahkan dan mencontohkan sala satu kewajiban kita yaitu salat.
Tak lama setelah kami salat, Kakak Qori langsung baca doa kepada orang tua lengkap dengan artinya.
Melihat yang demikian saja, hatiku berbunga. Inilah kebahagiaan hakiki orang tua, melihat putra putri saleh salihah mengenal dan dekat dengan Rabb-nya.
“Semoga salihah, Nak. Taat kepada sang pencipta,” gumamku dalam hati sembari tersenyum ke arah Kakak Qori.
Setelah itu, kuambilkan kakak Qori Al-Qur’an kecil yang ada terjemahannya. Al-Qur’an ini lebih praktis untuk menghafalkan Al-Qur’an. Semoga kelak mereka menjadi hafiz dan hafizah.
Magrib kali ini, Kakak Qori muroja’ah surah An-Naba’. Dengan suara lantang, makhorijul huruf dan tajwid yang jelas, kakak Qori mulai melafalkan hafalannya dengan irama yang sering didengar di beberapa murrotal Qur’an. Seketika hatiku menjadi syahdu dengan kalam Ilahi yang terdengar lewat mulut mungil putriku.
“Alhamdulillah Kakak Qori, selamat, ya, Nak! Semoga Kakak dapat pahala dari Allah,” tuturku padanya.
“Syukron, Umi,” ucap kaka Qori sambil tersenyum.
Siapa pun orang tua pasti bahagia mendapati putra putrinya semangat menghafal Al-Qur’an. Sebab, orang tua penghafal Al-Qur’an kelak akan mendapat mahkota dari cahaya yang terangnya seperti matahari. Selain itu, juga bersyukur dengan menghafal Al-Qur’an diharapkan anak cinta Al-Qur’an.
Al-Qur’an tidak cukup hanya dihafalkan saja. Akan tetapi juga mengajarkan anak-anak untuk mengamalkannya. Wajib mengkaji, memahami, dan menyampaikan isi Al-Qur’an (dakwah) dalam rangka memenuhi panggilan Allah dan sebagai salah satu kewajiban untuk amar makruf nahi mungkar di muka bumi.
Ya, meski mungkin bagi sebagian orang ini hal yang biasa, tetapi bagi saya ini momen yang luar biasa ketika bisa membersamai anak-anak menuntunnya kepada hal-hal yang diridai Rabb-nya. Sehingga berharap anak akan sukses di dunia dan di akhirat kelak.
Mengajarkan salat dan mendekatkan anak dengan Al-Qur’an wajib dilakukan oleh orang tua. Betapa tidak bahagia bila mereka menjadi terarah semenjak dini.
Salat lima waktu adalah salah satu kewajiban bagi setiap muslim. Namun seiring waktu, setelah saya mengkaji Islam kaffah di sebuah jemaah, saya baru memahami bahwa kewajiban tiap muslim tidak hanya salat, puasa, zakat, dan haji saja. Akan tetapi, banyak kewajiban urgen lainnya seperti menutup aurat secara sempurna, menjaga pergaulan laki laki dan wanita, berdakwah, dan sebagainya.
Penting bagi seorang muslim memahami hal ini, sebab ketika seorang muslim mencukupkan dengan pemahaman bahwa cukup salat, puasa, haji saja maka bisa menyebabkan jauh dari Islam.
Di sinilah, pentingnya seorang muslim memahami Islam lebih dalam. Namun sayangnya, kesadaran ini belum banyak dimiliki oleh tiap orang sehingga mereka pun seolah melepas diri dari kewajiban menerapkan hukum Islam.
Mari dicermati, bukankah bumi ini milik Allah? Bila jawaban Anda “Ya”, kenapa tidak menggunakan aturan Allah? Padahal, bila diibaratkan sebuah pabrik memproduksi barang, maka seharusnya pasti akan menetapkan bagaimana cara memakai barang kan?
Nah, begitupun Allah, Sang Pencipta pasti sudah menyiapkan seperangkat aturan kehidupan. Namun sayangnya, manusia lebih mengikuti hawa nafsunya ketimbang akalnya tunduk pada aturan Allah. Maka, tak bisa dipungkiri, saat ini realitas menunjukkan kaum muslim hidup jauh dari aturan yang sudah Allah tentukan. Bahkan dengan sombongnya banyak aktivitas menentang aturan Sang Pencipta. Lantas sudah siapkah pertanggungjawaban kita dihadapan Allah, kelak?
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” [5: 50]
“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
Sungguh jelas perintah Allah dalam firman di atas bahwa hanya hukum Allahlah yang layak untuk ditaati. dan sebagai makhluk-Nya yang beriman seharusnya tunduk dan patuh kepada seluruh perintah-Nya.
Kemudian setelah tunduk dan patuh, pun ada kewajiban saling menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kepada kemungkaran. Dengan demikian maka sungguh beruntung ketika Allah memilih kita menjadi hamba-hamba-Nya yang beriman dan menjadikan kita sebagai bagian dari orang-orang yang mengingatkan dan memperjuangkan agama Allah agar diin Allah diterapkan di bumi dan memberi rahmat ke seluruh umat.
Wallahua’alam bishshawab
Views: 140
Comment here