Wacana-edukasi.com — Seperti yang kita ketahui bersama bahwasanya Indonesia dikaruniai kekayaan alam yang melimpah. Hutan yang dimiliki Indonesia adalah salah satu kekayaan alam yang kerap kali membuat takjub semua orang tak terkecuali wisatawan asing. Mereka semua terpesona dengan keanekaragaman hayati yang terdapat didalamnya. Bahkan dulu hutan Indonesia seringkali di sebut sebagai paru-paru dunia.
Namun sayang, kekayaan alam tersebut juga merupakan sumber keserakahan manusia. Apa yang dimiliki tidak cukup hanya sekedar di syukuri dan dinikmati, namun juga menyebabkan manusia ingin mengeksploitasinya, bahkan sampai diluar batas. Itulah yang saat ini terjadi. Hampir setiap tahun selalu kita dengar berita terbakarnya hutan di wilayah luar Jawa termasuk Riau dan sekitarnya. Penyebab kebakaran yang disampaikan adalah karena suhu udara yang terlalu panas.
Informasi terbaru di bulan November adalah kebakaran hutan yang terhitung sangat luas di daerah Papua. Terdapat setidaknya 3 media online yang merilis berita terkait kebakaran hutan di Papua yang diduga dilakukan secara sengaja oleh perusahaan asing asal Korea.
Berikut adalah kutipan dari ketiga media online tersebut :
Sebuah investigasi visual yang dirilis pada Kamis (12/11) menunjukkan perusahaan raksasa asal Korea Selatan “secara sengaja” menggunakan api untuk membuka hutan Papua demi memperluas lahan sawit . Investigasi bersama Greenpeace International dengan Forensic Architecture menemukan dugaan anak usaha perusahaan Korea Selatan, Korindo Group di Papua melakukan pembakaran hutan di provinsi itu secara sengaja untuk usaha perkebunan kelapa sawit (www.cnnindonesia.com).
Investigasi yang dilakukan oleh Forensic Architecture dan Greenpeace Indonesia, yang diterbitkan pada Kamis (12/11/2019) bersama dengan BBC, menemukan bukti bahwa Korindo telah melakukan pembakaran hutan untuk membuka perkebunan kelapa sawitnya (www.new.detik.com)
Berdasarkan informasi dari ketiga media online tersebut jelas dinyatakan bahwa hutan sengaja dibakar oleh perusahaan asal Korea dengan tujuan dijadikan kebun kelapa sawit.
Sungguh kerusakan lingkungan yang semakin mengkhawatirkan. Bahkan mungkin kerusakan alam yang selama ini terlihat hanyalah sebagian kecil saja. Kerusakan alam yang sebenarnya terjadi besar-besaran dimana saja namun tidak terexpose secara gamblang.
Mengutip rilis dari situs Greenpeace, perusahaan Korindo memiliki perkebunan kelapa sawit terbesar di Papua dan telah menghancurkan sekitar 57.000 hektare hutan di provinsi tersebut sejak 2001.
“Sebuah wilayah yang hampir seluas Seoul, ibu kota Korea Selatan,” demikian rilis di situs Greenpeace yang diakses pada Jumat (13/11).
Rusaknya lingkungan jelas bukanlah hal yang remeh. Hutan yang selama ini menjadi tempat bernaung dan sumber penghidupan orang sekitar, sekarang beralih fungsi. Masyarakat suku Malind, yang tinggal di pedalaman Papua, perlahan kehilangan hutan adat yang menjadi tempat mereka bernaung. Mereka sedih karena hutan adatnya di pedalaman Merauke kini telah menjadi perkebunan kelapa sawit.
“Saya menangis, saya sedih kenapa saya punya hutan, alam Papua yang begini indah, yang tete nenek moyang wariskan untuk kami anak-cucu, kami jaga hutan ini dengan baik,” kata perempuan suku Malind, Elisabeth Ndiwaen.
“Kami tidak pernah bongkar hutan, tapi orang dari luar bongkar itu. Buat saya itu luka,” ujarnya.
Hutan Papua merupakan salah satu hutan hujan yang tersisa di dunia dengan keanekaragaman hayati tinggi. Lebih dari 60 persen keragaman hayati Indonesia, ada di Papua. (www.new.detik.com )
Tidak hanya rusaknya lingkungan hidup serta kerugian ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat sekitar. Akan tetapi kejadian ini hendaknya menjadikan kita semakin sadar bahwa Indonesia belum lah terbebas dari penjajahan. Perusahaan asing bisa dengan leluasa menguasai atau bahkan merusak alam kita demi kepentingan mereka adalah simbol betapa kuat pengaruh pihak asing terhadap situasi politik dan ekonomi Papua.
Ketidakmampuan negara dalam menjaga kelestarian alam serta keleluasaan pihak asing dalam mengeksploitasi alam semakin memperbanyak bukti kemandulan sistem demokrasi dalam melindungi rakyat dan hak rakyat atas sumber daya alam dari campur tangan dan perusakan yang dilakukan asing
Dalam sistem Islam, kepemilikan dibagi menjadi 3, yakni kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Dalam hal ini, tanah hutan termasuk dalam kepemilikan umum juga ada sebagian yang menjadi pemilikan negara. Kepemilikan umum seharusnya dikelola oleh negara, dimanfaatkan negara dan hasilnya dikembalikan atau dinikmati oleh rakyat. Kepemilikan umum tidak boleh dibeli oleh individu, swasta atau bahkan asing.
Namun sayangnya, sebagian besar rakyat belum mengetahui jika Indonesia adalah salah satu negara demokrasi yang menerapkan sistem kapitalisme. Sehingga menjadi suatu hal yang biasa ketika hal yang merupakan kepemilikan umum beralih menjadi kepemilikan individu, swasta atau bahkan menjadi milik asing. Sudah menjadi rahasia umum tentang sebagian besar kasus pembukaan hutan menjadi lahan kebun sawit biasanya karena hutan tersebut dibeli dengan harga murah oleh asing dari seorang oknum atau mungkin sekumpulan oknum yang di amanahi jabatan oleh negara. Pemimpin yang tidak amanah adalah buah dari sistem kapitalis sekular yang membentuk pribadi individualis, opotunis, matrealis dan semua sifat negatif lainnya.
Demikianlah negara demokrasi lemah dalam menjaga kedaulatan. Lain hal nya ketika sistem islam diterapkan dalam bernegara. Khilafah melindungi setiap jengkal tanah dan hak rakyat dari intervensi asing sehingga apa yang seharusnya milik umum dan dinikmati oleh rakyat tidak akan pernah beralih menjadi milik asing, di keruk sebanyak-banyaknya hingga tak tersisa sedikitpun untuk masyarakat indonesia.
Wallahu ‘alam bishowab
Views: 10
Comment here