Oleh: Bunda Dee (Ibu Rumah Tangga, Member Akademi Menulis Kreatif)
Wacana-edukasi.com — Akhirnya Pilkada serentak di masa pandemi covid-19 telah berhasil digelar,walau banyak pro dan kontra di tengah proses penentuan keputusan pelaksanaannya. Rabu, 9 Desember 2020 sebagian besar masyarakat Indonesia menetapkan pilihan hatinya untuk memilih sosok pemimpin terbaik yang diharapkan mampu membuat perubahan secara optimal dalam segala lini kehidupan. Apalagi di masa pandemi ini, dimana kebutuhan hidup sulit didapat dan masyarakat menggantungkan pemenuhannya dari bantuan pemerintah. Oleh karena itu, keberadaan akan seorang pemimpin yang bisa membuat masyarakat sejahtera menjadi prioritas utama.
Tidak hanya masyarakat yang berkeinginan mendapat pemimpin yang baik, begitu juga sebaliknya para calon pemimpin pun punya keinginan sama. Mereka berupaya semaksimal mungkin agar dapat meraih suara terbanyak dari masyarakat, bagaimanapun caranya. Bahkan mereka tidak akan segan melabrak rambu-rambu yang ada demi mendapatkan kursi kekuasaannya. Aroma kecurangan sudah mulai tercium pada saat proses pemilihan, dimulai dari mencuri start saat kampanye sampai bagi-bagi “amplop” atau kupon guna meraih simpati masyarakat.
Dikutip dari iNews.Jabar.id, 2 Desember lalu, telah diungkap bahwa Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Bandung menemukan adanya dugaan pelanggaran dengan modus baru yaitu membagikan kupon bergambar paslon nomor urut 1 yang dapat ditukar dengan bahan kebutuhan pokok masyarakat. Tidak hanya di Kabupaten Bandung, hal semacam ini tidak menutup kemungkinan terjadi pula di daerah-daerah lainnya.
Politik bagi-bagi uang atau dikenal dengan istilah money politik kerap mendapat sorotan dalam setiap momen pemilihan kepala daerah ataupun kepala negara. Politik ini didefinisikan sebagai bentuk pemberian baik berupa uang atau dalam bentuk yang lain dengan harapan orang atau masyarakat yang menerima uang tersebut menjalankan apa pun yang diinginkan oleh pemberi uang.
Di dalam sistem demokrasi kapitalis yang sedang berjalan saat ini kecurangan dianggap satu hal yang lumrah. Sudah tidak melihat lagi halal atau haram demi meraup suara sebanyak mungkin demi kursi kekuasaan. Di sisi lain money politik dapat merusak moral masyarakat. Karena rakyat memilih pemimpin bukan berdasarkan kinerja, misi dan visinya, melainkan karena uang yang diberikan untuk menambah perolehan suaranya. Dapat dipastikan dalam sistem demokrasi kapitalis, di setiap periode pergantian pemimpin tidak akan luput dari praktik semacam ini. Janji-janji akan ada perubahan yang lebih baik seolah menjadi magnet bagi masyarakat yang sangat mendambakan pemimpin sejati di tengah keterpurukan terutama di masa pandemi ini. Akan terwujudkah harapan masyarakat yang menginginkan adanya perubahan?
Sistem demokrasi kapitalis saat ini sangatlah jauh dari harapan sebagai solusi bagi penyelesaian masalah rakyat. Karena sistemnya sendiri sudah mengandung banyak masalah. Harga yang mahal untuk menjadi seorang pemimpin, memicu pemimpin terpilih mendapatkan kembali biaya yang sudah dikeluarkan. Kedekatan dengan rakyat hanya terjadi ketika mereka membutuhkan suara saja. Ketika sudah berhasil, kepentingan dan keluhan rakyat diabaikan. Jargon dari, oleh dan untuk rakyat hanya isapan jempol belaka.
Perubahan hakiki hanya ada dalam sistem Islam. Sejarah membuktikan negara Islam mampu menjadi negara adidaya selama 13 abad lamanya. Di dalam sistem pemerintahan Islam, pemimpin adalah pengurus rakyatnya. Seorang pemimpin tidak terjebak dalam pusaran arus kepentingan, karena yang dijalankan adalah syariah Islam. Standar benar dan salah hanya berdasarkan hukum Islam. Oleh karena itu, yang dibutuhkan bukan hanya mengganti sosok pemimpin tapi perubahan total dengan mengganti juga sistem pemerintahannya. Dan perubahan ini hanya dapat diraih ketika Islam saja yang dijadikan konsep dalam kehidupan, baik berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara, bukan yang lain.
Sebagaimana penggalan firman Allah Swt. dalam surat Al-Maidah ayat 44 yang artinya
“… Barangsiapa yang memutuskan tidak menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.”
Maka jelas sudah bahwa masyarakat tidak bisa berharap banyak pada sistem demokrasi saat ini. Harapan hidup sejahtera hanya impian semata. Dengan demikian sudah saatnya kita bersegera menggapai penerapan hukum Islam secara total baik dalam memilih pemimpin yang wajib menjalankan kekuasaannya berdasarkan syariat Islam, juga mengganti sistem pemerintahannya. Hingga terasa semua itu dapat membawa seluruh masyarakat ke dalam perubahan hakiki dan mewujudkan rahmatan lil alaamiin dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiyah.
Wallahua‘lam bishshawab.
Views: 15
Comment here