Wacana-edukasi.com — Majunya putra presiden Jokowi, putri wakil presiden Ma’ruf Amin, dan nama-nama lain yang juga masih berhubungan kerabat dengan para elit kekuasaan pada Pilkada serentak 2020, semakin menunjukkan penguatan dinasti politik. Tujuannya tentu agar ada regenerasi dimasa yang akan datang.
Politik dinasti atau politik kekerabatan bukan hal yang dilarang, karena dalam demokrasi setiap orang memiliki kesetaraan. Begitu yang dijelaskan di Voa Indonesia ( 4/7/2020) oleh Direktur Eksekutif perkumpulan untuk pemilu dan demokrasi ( Perludem) Titi Anggaraini .
Permasalahannya adalah demokrasi menempatkan kedaulatan di tangan rakyat dan menempatkan kekuasaan di tangan rakyat pada saat yang sama, sehingga ketika elit penguasa berkuasa maka mereka akan menghalalkan UU direvisi atau diubah sesuai kepentingan mereka. Inilah kenapa mereka tidak bisa melepaskan diri dari politik dinasti. Dalam demokrasi hukum dibuat oleh manusia, dan bisa diatur sesuai dengan keinginan. Maka akan timbul kekacauan sebab dari sifat manusia yang terbatas dan lemah juga serba kurang.
Di dalam Islam penguasa daerah tidak dipilih oleh rakyat, namun diangkat oleh khalifah. Kekuasaan di tangan rakyat namun kedaulatan di tangan syara. Walaupun sama – sama penguasa tetapi untuk mengadopsi Undang- undang ada di tangan Khalifah dan bersumber dari Alquran, assunah, Ijmak sahabat dan qiyas.
Dan di dalam Islam kepala daerah tidak bisa memperkaya diri dari kedudukannya itu, karena kepala daerah tidak berwenang menjalin hubungan atau menerima dana dari pihak lain misal dari lembaga asing, atau atas dukungan pemodal asing. Karena hanya kepala daerah yang memiliki kepribadian Islam, dan memiliki syarat seperti khalifahlah yang akan diangkat menjadi kepala daerah yaitu muslim, laki – laki, akil baligh, merdeka, adil, mampu, dan bertanggungjawab.
Erviyanti
Bantul, Yogyakarta
Views: 22
Comment here