Opini

Antara Bangkit dari Keterpurukan Atau Bertahan dalam Kerusakan.

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Reni Tresnawati ( Ibu Rumah Tangga dan Pejuang Pena)

Wacana-edukasi.com — Sebelum pandemi melanda dihampir seluruh negara, termasuk Indonesia, sudah banyak ibu yang stres dalam menghadapi tuntutan hidup, terutama masalah ekonomi yang serba mahal dan terus meningkat, sehingga ada sebagian istri harus terjun membantu suami mencari penghasilan juga. Namun, ada sebagian istri yang hanya mengandalkan penghasilan suami semata yang tidak seberapa. Malah, makin stres. Sebab, tuntutan hidup tetap harus dipenuhi, apalagi kalau mempunyai anak banyak yang harus dicukupi kebutuhan hidup, terutama perutnya.

Setelah kedatangan virus korona yang sudah menelan banyak korban, perekonomian makin melemah dan rakyat pun makin terpuruk. Perusahaan-perusahaan banyak yang gulung tikar, sekolah-sekolah dan mall/pasar ditutup sementara, karena khawatir terpapar virus korona. Pemerintah menganjurkan karantina, tidak boleh beraktivitas di luar rumah, selama ada virus mematikan itu, sementara kehidupan terus berjalan, minta kepastian hidup.
Dilansir dari Merdeka.com. Pada Rabu 9/12/20) ada kasus di Kepulauan Nias, Sumatera Utara. Seorang ibu tega membunuh ketiga anak balitanya, yang terus menangis kelaparan, karena keadaan yang serba kekurangan dan tidak bisa memberikan anak-anaknya makan. Ibu panik dan tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk menenangkan anak-anaknya. Terlintaslah pikiran pendeknya untuk mengakhiri penderitaan anak-anaknya dengan membuat anak-anaknya diam untuk selama-lamanya, disaat suami dan orangtuanya sedang pergi ke tempat pemungutan suara (TPS).

Kasus berikutnya, seorang ibu di Larangan Kota Tangerang, menganiaya anak perempuannya yang berusia delapan tahun hingga kehilangan nyawanya, lantaran anaknya susah mengerti saat belajar melalui online. Mayatnya ditemukan di Lebak Banten. Dikutip dari Kompas.com. (15/11/20).

Dengan adanya kasus-kasus yang terjadi selama pandemi, yang paling dipusingkan adalah orang-orang yang pekerjaannya hanya berpenghasilan kecil dan tidak tetap (serabutan). Terutama para istri yang harus mengatur keuangan belanja, karena uang yang didapat, besar pasak daripada tiang. Di sini lah istri mulai meradang dan sasaran terdekat dari kesetresannya anak yang menjadi korban.

Sedangkan suami pontang panting mencari nafkah buat anak istrinya. Untuk mencari sesuap nasi buat keluarganya pun terpaska mereka melanggar anjuran pemerintah untuk lock down. Ironisnya, dari pihak pemerintah sendiri tidak ada solusi untuk menangani beban berat masyarakat. Jika sudah begini salah siapa?

Walaupun sistem kapitalis demokrasi sudah berulang kali memberikan harapan baru, dengan janji-janji manisnya. Walau pada kenyataannya selalu mengecewakan rakyat. Namun, ada sebagian rakyat yang masih terus berharap dan memilih pemimpin baru dengan harapan pilihannya akan lebih baik dari yang sudah-sudah, dan bisa memberikan solusi untuk kehidupan ke depannya.
Miris. Di saat suami sedang berharap mendapatkan pemimpin yang lebih baik untuk memperbaiki hidup, istri justru sudah kehilangan harapan hidup. Kasus yang terjadi saat ini bukan kali pertama. Sudah banyak kasus mewarnai negeri ini. Tetapi, masih belum terpecahkan. Bongkar pasang pemimpin pun pernah dicoba.

Dari kepemimpinan militer, kyiai, cendekiawan, perempuan, dan wong cilik. Fakta yang terjadi, masalah yang sama bermunculan tanpa solusi. Sedangkan sistem yang digunakan saat ini tak pernah diganti. Apakah sistem yang diterapkan salah? Sistem yang salah akan terus memproduksi kerusakan, seperti yang dirasakan sekarang ini.

Bangkit dalam keterpurukan jauh lebih baik daripada bertahan dalam kerusakan. Maka dari itu, kaum Muslim harus bangkit untuk memperbaiki negeri ini. Islam pernah menorehkan kegemilangan dalam kesejahteraan rakyatnya dan peradaban negerinya. Islam menjamin kebutuhan pokok penduduk yang berada dalam negara khilafah. Negara menyediakan lapangan kerja untuk rakyat yang membutuhkan.

Negara mengelola kekayaan sumber daya alam untuk dimanfaatkan penduduknya. Adapun orang asing yang bekerja di negara khilafah, hanya orang-orang yang ahli di bidangnya. Diberikan upah sesuai dengan pekerjaannya saja. Setelah kontrak kerjanya habis, mereka kembali lagi ke negaranya. Khalifah tidak membiarkan orang asing berlama lama di negaranya.

Fasilitas umum dalam sistem Islam, berupa Padang rumput, air dan api. Ketiga fasilitas ini merupakan kepemilikan negara yang diperuntukan untuk umum, supaya bisa digunakan dengan baik dan benar. Fasilitas ini boleh dipergunakan sepuasnya oleh penduduk setempat. Namun tidak boleh diperjual belikan untuk kepentingan pribadi.

Dari Ibnu Abbas RA berkata :

” Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Orang Muslim berserikat dalam 3 hal, yaitu air (air yang mengalir), rumput (pohon), api (bahan bakar), dan harganya haram”. (HR. Ibnu Majah).

Khilafah juga menjamin pemenuhan kebutuhan yang lain. Salah satunya, pendidikan. Negara memberikan pendidikan yang gratis. Kalaupun ada biaya yang harus dibayar, masih terjangkau oleh rakyat biasa. Negara sangat memperhatikan sekali pendidikan. Sebab pendidikan merupakan jalan untuk menyongsong masa depan. Para pemuda sebagai generasi penerus yang akan mengembalikan kehidupan Islam dan peradaban yang sesuai dengan syariat Islam, di bawah naungan khilafah Islamiyyah minhaj mubbuah. Wallahu’alam.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 16

Comment here