Oleh: Siti Subaidah ( Pemerhati lingkungan dan Generasi )
Wacana-edukasi.com — Balikpapan kini agaknya harus mengatur strategi kembali terkait penanganan Covid-19 yang kini semakin meningkat. Diketahui terjadi penambahan jumlah kasus dari klaster pernikahan sebanyak 17 kasus. Belum lagi dari klaster pekerja tambang dan klaster perjalanan. Untuk itu pemda setempat melakukan sejumlah pengetatan protokol kesehatan (Prokes) yang berkaitan dengan kegiatan masyarakat umum terutama klaster pernikahan (IniBalikpapan.com, 23/12/20)
Sejumlah langkah yang diambil pemda yakni mengharuskan pasangan calon pengantin untuk melengkapi dokumen rapid test non reaktif dan mengatur tamu undangan dengan pola shifting. Beberapa pihak menyayangkan beberapa kebijakan yang diambil pemda karena jelas saja apa yang dilakukan tidak cukup mampu mengatasi peningkatan kasus covid.
Apalagi dalih pengetatan prokes tidak disertai dengan adanya pembatasan jam malam bagi pelaku usaha sehingga nampak bahwa langkah yang diambil tidak serius atau asal-asalan. Kafe, pub, restoran tetap beroperasi sebagaimana biasanya. Padahal ini juga berpotensi memperluas sebaran virus.
Nampak jelas bahwa kebijakan yang diambil masih mempertimbangkan kepentingan ekonomi di banding nyawa rakyat. Disaat masyarakat butuh perlindungan akan keselamatan mereka sementara pemangku jabatan hanya memikirkan bagaimana ekonomi tetap harus berjalan. Nyawa seperti tidak ada harganya. Lalu mengapa hal ini bisa terjadi? Bukankah harusnya di tengah wabah seperti ini nilai kemanusiaan menjadi prioritas?
Kapitalisme Hilangkan Nilai Kemanusiaan
Layaknya sebuah sistem yang mengatur kehidupan, kapitalisme berpandangan bahwa segala sesuatu disandarkan pada materi, manfaat atau kepentingan. Hal ini mutlak ada, bahkan menjadi ruh bagi sistem kapitalisme. Sayangnya, sistem inilah yang kini kuat bercokol di negeri tercinta kita. Maka wajar jika kita dapati kebijakan yang di hasilkan akan condong pada kepentingan tertentu bukan kepentingan rakyat.
Kapitalisme menjadikan seseorang mengenyampingkan nilai kemanusiaan. Bahkan terkadang nilai kemanusiaan tersebut hilang sama sekali akibat tergerus ketamakan untuk meraih materi. Sikut menyikut, saling menipu, memfitnah, dan saling menjatuhkan sudah biasa dalam sistem kapitalisme. Siapa yang kuat dialah yang menang. Siapa yang punya modal dialah yang berkuasa. Maka wajar kita dapati saat ini jenjang kesejahteraan menjadi semakin lebar antara si miskin dan si kaya. Sedang si kaya mampu mengatur dan mengontrol apa pun bahkan hukum dan kebijakan. Miris.
Padahal seharusnya sebagai negara berpenduduk mayoritas muslim, sandaran yang dijadikan dasar dalam bertingkah laku tidak lain hanyalah ridho Allah semata. Bahkan harusnya ini menjadi tujuan tertinggi bagi seorang muslim. Tidak ada kebahagiaan yang melebihi mendapat keridhoan Allah. Maka ketika semua di sandarkan pada tujuan tersebut, baik penguasa sebagai pengatur urusan umat tidak akan lalai bahkan dzolim terhadap umat. Ia akan bekerja sepenuh hati memikirkan cara atau mekanisme untuk meringankan beban umat. Segala kebijakan di sandarkan pada syariat Islam yang akan memberikan keberkahan dunia dan akhirat.
Terlebih di tengah wabah yang masih mengancam keselamatan masyarakat. Negara dengan syariat Islam akan menjadikan nyawa rakyat sebagai prioritas. Karena satu nyawa lebih berharga daripada dunia dan isinya. Pemimpin atau khalifah bertanggung jawab penuh terhadap pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat baik itu di masa pandemi maupun tidak. Sehingga tidak ada warga yang mempertaruhkan nyawanya untuk mencari nafkah demi memenuhi ekonomi keluarganya disaat wabah layaknya sekarang.
Selain itu, mekanisme lain yang ditempuh yakni dengan mengerahkan segenap potensi para ahli medis, epidemiologi dan orang-orang yang berkompeten di bidang kesehatan untuk segera menemukan vaksin dan obat. Dengan pembiayaan riset mutlak oleh negara agar menghindari terjadinya intervensi permainan harga vaksin yang akan membebani masyarakat. Karena pemberian vaksin dan obat merupakan tanggung jawab negara terhadap rakyat yang harus diberikan secara gratis, bukan untuk komersialisasi.
Inilah bentuk periayahan atau pengurusan yang jauh berbeda antara sistem kapitalisme dan sistem Islam. Tepat sasaran, solutif dan efisien sehingga permasalahan dapat selesai dan tidak berlarut-larut. Islam dengan segenap aturan syariatnya akan menjalankan fungsinya sebagai junnah atau pelindung bagi masyarakat. Dan hal ini tidak akan kita temui dalam sistem kapitalisme yang malah menggadai keselamatan rakyat demi kepentingan-kepentingan murah dengan dalih penyelamatan ekonomi.
Wallahu alam bishawab
Views: 8
Comment here