Wacana-edukasi.com — Bencana alam menyapa dari segala sudut pulau di Indonesia. Salah satunya bencana banjir di Kalimantan Selatan. Banjir tahun 2021 ini cukup parah daripada tahun sebelumnya.
Belakangan terakhir, hujan turun cukup ekstrem di wilayah Kalimantan Selatan. Namun, hujan yang turun bukanlah merupakan penyebab utama terjadinya banjir. Menurut Direktur Walhi Bapak Kisworo Dwi Cahyono, banjir disebabkan oleh rusaknya ekologi di tanah Borneo.
Daya tampung resapan air yang semakin sedikit karena semakin banyak pertambangan dan perkebunan kelapa sawit. Jumlahnya sudah mencapai lebih dari 50 persen dari total wilayah 3,7 juta hektar. Sehingga kondisi ini dapat dikatakan darurat bencana ekologis (suara.com, 15/01/21).
Dari tahun ke tahun luas perkebunan mengalami peningkatan dan mengubah kondisi sekitar. Antara 2009 sampai 2011 terjadi peningkatan luas perkebunan sebesar 14 persen dan terus meningkat di tahun berikutnya sebesar 72 persen dalam 5 tahun (kompas.com, 15/01/21).
Tentu hal ini dapat terjadi karena pemerintah memberikan ruang kepada para pengusaha untuk membabat hutan di Kalimantan Selatan menjadi pertambangan dan perkebunan. Pembangunan secara eksploitatif dalam sistem sekuler kapitalistik tanpa melihat dampak terhadap lingkungan.
Sistem sekuler kapitalis ini hanya mengedepankan seberapa banyak keuntungan yang diperoleh. Meraup materi dari perluasan lahan tambang dan perkebunan kelapa sawit. Walau ternyata unsur alam menolaknya.
Jika melihat dari kacamata Islam, tentu bukan semata mengejar pembangunan yang eksploitasi. Namun, pembangunan mampu serasi dengan karakter alam di lingkungan tersebut. Menjaga lahan-lahan sebagai resapan air hujan tidak punah. Negara bertanggung jawab secara penuh atas keselamatan rakyat dalam mengelola lingkungan.
Wallahua’lam
Dwi Puspaningrum
Yogyakarta
Views: 9
Comment here