Bahasa dan SastraCerbung

Maafkan Aku, Mas!

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Gayathree

“Mas, aku ingin berpisah!”

“Apa kamu bilang?”

“Sampai kapan pun, Mas takkan pernah menceraikanmu!”

“Kenapa, Mas?”

“Karena aku sangat menyayangimu, Dek!”

“Apa? Menyayangiku? Yang benar saja, masa menyayangiku Mas tidak pernah memberikanku apa-apa.”

“Apa? Istighfar kamu, Dek!”

Brak … aku membanting pintu kamar dengan keras. Tangisku pecah sudah. Aku sudah tak memedulikan lagi tetangga yang mendengar kami adu mulut.

Itulah percakapanku terakhir dengan suamiku. Aku masih mengingatnya sampai saat ini.

Aku memutuskan untuk pergi saja dari kehidupannya. Buat apa aku hidup dengannya. Selama pernikahan dengannya aku merasa tersiksa.

Malam semakin larut. Aku masih bergeming di depan laptop. Drama Korea membuatku menangis tersedu-sedu. Ceritanya begitu menggugah. Tak terasa azan subuh berkumandang. Setiap malam aku menghabiskan waktuku hanya untuk menonton Drama Korea sebagai pelipur laraku.

Langkahku gontai. Sudah beberapa lamaran aku masukkan ke perusahaan-perusahaan ternama. Namun, hasilnya nihil.

Cacing di perutku sudah menari-nari dengan lincahnya. Kulirik jam tangan, ternyata sudah menununjukkam jam 11 siang.

“Pantas saja,” gumamku.

Kubuka tasku, lembaran lima ribuan masih tersisa 6.

“Semoga cukup, untuk beli makan hari ini.”

Dari kejauhan terlihat ada tempat makan. Aku bergegas. Setengah berlari aku mendatangi warung makan tersebut.

“Makannya sama apa, Bu?”

“Hah, Ibu. Aku, kan masih muda,” gerutuku.

Ya, sudahlah. Ngapain juga meski dipikirkan. Lagian, masa dia bilang Bapak.

Hupt, aku bersandar di kursi dari ukiran kayu. Meja dengan warna cokelat mengkilat, terdapat tisu serta sendok dan garpu yang berjajar begitu rapinya.

Aku makan dengan lahapnya. Tidak memedulikan sekitar. Mungkin ada yang memperhatikan. Pasti ketawa liat kelakuanku, yang makan dengan cepat saking laparnya. Ibarat harimau yang beberapa hari tak menemukan daging santapannya.

Terdengar azan berkumandang. Aku memutuskan untuk pergi ke musala atau mesjid terdekat aebelum pulang ke rumah.

“Berapa?” tanyaku pada pemilik nasi padang.

“Ga usah bayar, Mba!”

“Loh, kenapa Pak?” tanyaku heran.

Sambil mengernyitkan dahi. Aku berpikir sejenak. Apakah aku terlihat seperti peminta-minta. Aku terdiam. Namun, tiba-tiba ada suara dari belakangku.

“Saya yang bayar tadi”.

Deg …

Saya seperti hapal dengan suara itu.

Perlahan kuputar badanku. Dan ….

Hampir saja aku berteriak menyebutkan namanya. Tapi, untungnya aku bisa mengendalikan diri.

“Terima kasih.” kubungkukan badanku.

Ada perasaan kikuk menyelimuti diri. Setelah tahu siapa yang mentraktir makan siangku.

Sepertinya dia tau akan hal itu. Segera dia mengajak aku pergi.

“Mari, kita ngobrol sebentar.” ucapnya.

Sedikit malu, aku mengikuti langkahnya dari belakang.

Seorang lelaki dengan perawakan tegap. Pesonanyanya dapat memikat setiap wanita. Dalam hal penampilan, dia emang jagonya. Arya selalu tampil gagah dan elegan. Membuat jantungku semakin berdegup kencang.

Pikiranku menerawang ke masa SMA. Arya. Dia teman SMA-ku. Pria yang menjadi incaran para wanita. Kini kami dipertemukan kembali. Sungguh hal yang sulit untuk dipercaya.

“Ran.”

“Eh … iyaa,” jawabku gugup.

“Mau langsung pulang, atau mau ngopi dulu?”

Aku masih menunduk tak berani menatap wajahnya.

“Silahkan masuk!”

“Tidak Arya, terima kasih.”

“Ayolah, Ran!” bujuknya.

Aku tak kuasa menolak untuk yang kedua kalinya.

Kami hanya terdiam. Hanya suara lagu yang sayup-sayup kudengar dari tape mobil.

“Ah, lagu itu.”

Semakin membawaku dalam kenangan dulu. Arya dan aku pernah menjalin cinta waktu SMA. Entah sengaja atau tidak, dia memutar lagu itu. Aku berpaling ke arah jendela.

“Ran, aku tadi tidak sengaja melihatmu di nasi padang. Kebetulan aku juga mau makan siang. Entah mengapa tiba-tiba aku ingin makan di situ. Ternyata ada bidadari.” Sambil melirik ke arahku. Membuat jantungku mau copot.

Arya masih seperti dulu. Dia pandai membahagiakan wanita dengan gombalan-gombalannya. Tidak dimungkiri memang, perempuan terkadang ingin digombalin. Tidak seperti mantan suamiku Andre. Dia sangat cuek.

“Habis dari mana, Ran? Kok sendirian?”

“Aku, anu. Aku ….”

Haruskah aku bercerita semuanya pada Arya? Sedangkan aku tahu Arya pun sudah menikah dengan perempuan lain.

Bersambung….

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 44

Comment here