Oleh: Erni Yuwana (Aktivis Muslimah)
Wacana-edukasi.com — Nuansa pekatnya akhir zaman membayangi generasi masa kini. Kisah anak durhaka pun menjadi hal yang lumrah di dunia ini. Perebutan harta warisan menjadi kisah klasik retaknya hubungan darah antara orang tua dengan anak maupun sesama saudara. Kenikmatan tertinggi bukan lagi meraih rida Allah. Juga bukan tentang kehangatan cinta kasih keluarga. Kenikmatan tertinggi hanyalah berputar pada harta, tahta, dan wanita. Sebatas itu.
Lembaran hitam rusaknya ikatan dalam keluarga menjadi fenomena yang lumrah. Putusnya ikatan pernikahan karena orang ketiga maupun karena alasan ekonomi menjamur di mana-mana. Anak-anak broken home menjelma menjadi generasi mati rasa. Muncullah generasi tanpa hati yang condong memakai kekerasan, tawuran, narkoba, seks bebas, sebagai pelarian karena tak menemukan ketenangan di hati dan kasih sayang.
Duhai Rabb pemilik arsy, tiang peradaban dunia ini sudah hampir runtuh. Generasi labil tak mengenal-Mu lagi. Jangankan sujud berpasrah diri pada-Mu, sekadar mengingat-Mu pun tak mampu. Ah, benar, kenapa Engkau bebankan dakwah di pundak kaum muslim adalah semata-mata untuk menyambung napas dunia. Kami tahu, jika Engkau sudah berkehendak, akhir zaman yang penuh kerusakan itu pun akan terjadi. Sebelumnya kami mohon ampun kepada-Mu, Sang Penguasa langit dan bumi agar senantiasa menjaga hati ini dalam balutan iman dan takwa.
Duhai Rabb penguasa hati, awal tahun 2021 ini, Engkau memanggil para ulama ke pangkuan-Mu. Bahkan bumi, gunung, dan air pun menampakkan amarah pada kami. Sudah selayaknya diri ini bermuhasabah lebih dalam untuk senantiasa bertaubat dan meningkatkan keimanan. Sayangnya, keimanan itu terhadang oleh pekatnya kabut akhir zaman. Publik dihadapkan pada tontonan amoral yang tiap hari berseliweran di layar kaca TV maupun gadget pribadi. Tata pergaulan muda-mudi yang melangkahi norma menjadi pemandangan alami. Ah, kerusakan moral, freesex, narkoba, khamr, perjudian, pembunuhan, dan kejahatan lainnya tak pernah absen di bumi.
Hanya aturan Ilahilah yang bisa menjadi solusi dan dapat membenahi bumi ini. Sayangnya, perbaikan itu mustahil jika dilakukan sendiri karena bukan menjadi tugas dan beban pribadi. Namun, tugas umat muslim seluruh negeri.
Ada tiga pilar utama yang harus dibenahi, yakni:
Pertama, pilar utama yang perlu diperbaiki tentu tiap pribadi atau individu itu sendiri. Jika individu-individu kaum muslim senantiasa beriman, bertakwa, mengharap rahmat hanya kepada Allah sekaligus menanamkan rasa takut pada-Nya. Akan terbentuk generasi-generasi rabbani beradab dan berakhlak langit. Sayangnya, setan tak pernah berhenti untuk melaksanakan tugasnya membawa manusia pada maksiat, lalai, abai, ingkar terhadap aturan Allah.
Pilar kedua adalah kontrol masyarakat. Masyarakat yang harus peka terhadap kerusakan dan senantiasa melakukan amar makruf nahi mungkar di seluruh penjuru negeri. Ketiga, peran negara yang mengambil hukum Allah sebagai satu-satunya hukum yang dapat memberikan nilai keadilan, ketenangan, dan kesejahteraan abadi.Masyarakat akan mencegah perbuatan tercela tersebut dan menuntun kembali kepada keimanan dan ketakwaan. Masyarakat Islam tak akan pernah rida melihat dan mendengar kemaksiatan di hadapannya, mereka akan segera mencegah dan melakukan perbaikan.
Pilar ketiga, yakni peran negara. Negaralah yang menentukan iklim dan suasana keimanan pada seluruh rakyat dalam suatu negeri. Peran negara sebagai pilar utama perbaikan umat sangat penting dan krusial. Karena negaralah yang menentukan sistem atau iklim suasana keimanan dan ketakwaan di tengah masyarakat. Peran negaralah yang memfasilitasi, membina, mendidik individu menjadi individu beriman dan bertakwa. Juga membentuk masyarakat menjadi masyarakat islam. Tidak akan ditemukan tontonan TV, video atau tulisan yang diakses lewat internet atau di kehidupan umum sekalipun adanya suatu pemandangan maksiat. Semua aturan sesuai dengan hukum Allah. Sanksi yang diberikan pun berdasarkan syariat islam yang mempunyai fungsi jawabir (penebus dosa) dan jawazir (pencegahan).
Dengan tiga pilar tersebut, tiang agama Allah ditegakkan. Sehingga tercipta negara dengan karakter ‘baldatun thayyibatun wa rabbun ghafûr’ “Negeri yang baik dengan Rabb Yang Maha Pengampun”. Negeri tersebut pernah berdiri dan akan tegak kembali dengan nama khilafah ala minhajin nubuwah untuk yang kedua kalinya.
Wallahua’lam bishshawab
Views: 106
Comment here