Opini

Invasi Budaya Korea, Generasi dalam Bahaya

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Novianti

Wacana-edukasi.com — Pandemi sudah melanda bumi hampir sepanjang tahun 2020 hingga sekarang, telah megubah gaya hidup manusia. Terjadi pergeseran produktivitas ke dunia maya sehingga hampir semua aktivitas manusia saat ini terhubung dengan gadget.

Selama masa pandemi, menurut data LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), penonton drama Korea mengalami lonjakan. Ini menunjukkan para netizen lebih dominan mengkases hiburan daripada hal yang bermanfaat.

Saat ini, semua yang terkait dengan drakor, K-Pop telah membius mulai dari kalangan muda hingga tua. Meski baru masuk ke Indonesia tahun 2000, gelombang K-Wave istilah tersebarnya budaya Korea, telah memiliki fandom yaitu para pengagumnya yang bergaris keras.

Para fandom ini rela merogoh kocek demi menonton konser yang nilainya bisa lebih dari satu juta. Dilansir dalam suara.com.(11/01/20), pengagum fanatik ini rela menghabiskan waktu seharian menonton para idolanya hingga tak heran Indonesia menempati urutan pertama chat streaming on line drakor dan urutan kedua streaming K-Pop.

K-Wave cenderung diterima karena menghibur, dikemas secara apik dan ditopang oleh penampilan para artis, aktor, penyayinya yang good looking berikut aksesori yang membuat tampilan “sempurna”.

Drakor banyak diminati karena alur cerita menarik dan mampu menggaet penonton terlibat secara emosi. Kebanyakan kisah percintaan, tetapi ada juga tentang persahabatan, dan kekuasaan. Penonton dibuat penasaran hingga rela menunggu setiap episode hingga tamat.

K-Wave melahirkan para pemuja dalam bentuk komunitas-komunitas pecinta K-Drama, situs yang menyajikan informasi seputar K-Pop.

Bahkan di saat diselenggarakan lomba dance cover oleh satu girl band Korea, salah satu pemenangnya mendapatkan Special Award Winner adalah grup dari Indonesia yang beranggotakan anak-anak usia 8 tahun. Mereka bergaya dan berpenampilan layaknya orang dewasa.

Tanpa disadari K-Wave menjelma menjadi soft ware berhala yang merubah cara berpenampilan, berbusana, bicara, makanan hingga cara pandang.

Selama pandemi, trend belanja on line produk perawatan, sebesar 57.6% memilih produk perawatan kulit dari Korea Selatan. Dunia fashion ikut berubah kiblat. Beberapa dari artisnya menjadi tren mode di Korea bahkan dunia.

Kesuksessan K-Wave tidak hanya di Indonesia, tetapi melanda skala dunia. Dibutuhkan inovasi, kerja keras, kesungguhan hingga K-Wave bisa menggeser dunia hiburan yang selama ini didominasi oleh barat. Karena itulah Bapak Wakil Presiden, Ma’ruf Amin, menyatakan Indonesia bisa belajar dan mengambil isnpirasi dari keberhasilan K-Wave di acara peringatan 100 tahun hubungan bilateral Indonesia-Korea. Ajakan tersebut seolah menyarankan anak muda berkiblat pada K-Wave.

Padahal yang perlu dicermati K-Wave, bukan berbicara etos kerja semata, melainkan sepaket dengan budaya permisif dan liberal yang menjadi ruh industri mereka. Bahkan etos kerja yang dibanggakannya pun patut dipertanyakan landasan dan kesesuaiannya dengan fitrah manusia.

Korsel, Role Model Keberhasilan Budaya Timur?

Sebelumnya, Indonesia dibanjiri oleh tayangan Barat yang secara budaya banyak bertolak belakang dengan budaya Indonesia yang menjunjung adat ketimuran. Tatkala industri hiburan Korsel ini masuk, seolah dipandang lebih cocok karena sama-sama negara Asia yang dinilai lebih sopan.

Padahal, jika dicemati konten hiburan barat dan korsel tidak berbeda. Menjual keterbukaan, tidak lepas dari nilai-nilai kebebasan. Semua tampilan harus terlihat sempurna sehingga tayangannya menjadi candu bagi fandomnya.

Keberhasilan industri Korea mencuri panggung di Indonesia tidak lepas dari hasil pengorbanan, etos kerja yang tinggi. Perlu investasi berjam-jam dalam sehari, harus menjaga pola makan agar berpenampilan sesuai standar. Kehidupan keluarga dan sosial para artisnya harus dikorbankan.

Semua pengorbanan tersebut hanya dilandaskan materi. Demi kekayaan, kemewahan dan popularitas. Tak heran, dibalik gemerlapnya dunia hiburan negara ginseng ini meninggalkan sederet kepiluan. Tekanan kerja yang berlebihan, tuntutan sosial di dunia nyata, mengakibatkan stress hingga depressi dan frustrasi.

Di antara artis Korsel yang bunuh diri adalah Jin-sil diikuti adiknya yang juga seorang aktor, Choi Jin-young. Jae-yeon seorang bintang drama Boys Before Flowers, Chae Dong Ha mantan personel SG Wannabe. Masih ada sederet artis lainnya yang menunjukkan sisi gelap di balik gemerlapnya dunia hiburan K-Wave.

Korsel menghadapi krisis kesehatan mental karena angka bunuh dirinya meningkat yaitu sebesar 26.6 per 100.000 orang. Bunuh diri menjadi penyebab kematian tertinggi setelah kecelakaan sejak tahun 2007. Angka bunuh diri warga Korsel berusia 9 hingga 24 tahun sekitar 7,7 per 100.000 orang pada 2017. Sekitar 45 persen warga Korsel berusia 13-24 tahun juga menderita stres di sekolah atau kantor.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut Korsel salah satu negara dengan angka bunuh diri tertinggi di dunia.

Pergaulan laki-laki dengan perempuan demikian bebas. Bahkan hubungan di luar nikah dilegalkan oleh negara. Setiap orang yang sudah berusia 16 tahun dibolehkan berhubungan seks. Namun, kondisi ini justru menjadi paradoks. Korsel menghadapi ancaman populasi. Korsel adalah negara dengan tingkat kelahiran terendah di dunia.

Korsel adalah contoh negara yang ekstrim dan mengalami perubahan sangat cepat. Menempati urutan keempat sebagai negara dengan ekonomi terbesar di Asia, tetapi angka kelahirannya lebih rendah dari angkat kematian. Semakin banyak yang memilih untuk tidak menikah sama sekali, memutuskan untuk tidak menghiraukan lembaga perkawinan. Lebih memilih hubungan kasual yang mendukung seseorang untuk memiliki kehidupan dan karier yang mandiri dalam lingkungan masyarakat padahal ekonominya telah mengalami kemajuan.

K-Wave adalah budaya barat berwajah Asia. Ruh di dalamnya adalah liberalisme yang lahir dari rahim sekulerisme. Tidak ada keterikatan pada aturan agama. Pastinya gaya hidup yang menafikan agama menimbulkan kerusakan dan persoalan.

Karenanya, patutkah kita berkiblat pada K-Wave , mengambilnya sebagai sumber inspirasi? Padahal ia racun pemikiran dan mempertaruhkan keimanan generasi muslim.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 37

Comment here