Oleh: Ira Rahmatia
Wacana-edukasi.com— Indonesia memiliki beragam suku bangsa, budaya, dan beragam bahasa. Seringkali, suatu cerita diangkat untuk menyebarluaskan pemahaman, sekaligus contoh bagi masyakarat lain yang disalurkan melalui kancah perfilman.
Di lansir dari Kompas.com Pada tahun 2019 ada film yang berjudul “Kucumbu Tubuh Indahku” yang dinilai mengangkat isu mengenai lesbian, gay, biseksual, transgender (LGBT) yang dikhawatirkan bisa merusak moral bangsa(14/11/2019).
Juga tak berselang lama film yang berjudul “Dua Garis Biru” film Remaja tak biasa yang sempat menuai kontroversi yang mempertontonkan kehidupan dua anak remaja dalam bingkai kebebasan sehingga terjadi kehamilan sebelum menikah.
Beberapa film yang juga tren beberapa tahun terakhir dikalangan para remaja seperti “Ganteng-Ganteng Serigala”, “Anak Jalanan”, anak langit dan ikatan cinta yang disiarkan oleh TV swasta.
Para penontonnya pun tak cukup diminati oleh para remaja, tetapi juga telah menyihir para ibu rumah tangga. Yah, para IRT pun telah jenuh dengan keseharian yang dirasa membosankan, sehingga mencari hal lain dengan dalih menghibur diri.
Di lansir dari liputan6.com, pernikahan dini di Kabupaten Madiun, Jawa Timur, naik signifikan selama masa pandemi covid-19. Kenaikannya bahkan mencapai lebih dari 100 persen dibandingkan kasus serupa pada tahun sebelumnya. Ini di sebabkan karena banyaknya remaja yang hamil di luar nikah dan juga karena keinginan orang tua yang tidak ingin anaknya terjerumus terus menerus pada pergaulan yang salah (27/09/2020).
Liberalisme adalah paham kebebasan yang berawal dari sekularisme (pemisahan agama dalam kehidupan). Menurut wikipedia, secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu, serta paham ini menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama.
Disiarkannya film-film unfaedah dilayar kaca Indonesia karena para kapitalis ingin mencari keuntungan sebanyak-banyaknya, tak peduli apakah tayangan tersebut bisa merusak generasi.
Kita harus menyadari bahwa apa yang sering kita dengar dan lihat akan mempengaruhi cara pandang dan cara berpikir kita. Sehingga, siaran yang dibungkus dengan sangat menarik ditambah bumbu-bumbu percintaaan menjadi sebuah pertunjukan yang cepat berefek pada penontonnnya.
Akibatnya, propaganda feminisme menyebar begitu cepat di kalangan masyarakat, mempertontonkan aurat adalah hal yang wajar akhirnya banyak pula yang timbul di masyarakat perempuan menggunakan kerudung dikatakan sok suci. Hal lain yang tak kalah mirisnya, yakni ikhtilat atau bercampur-baur antara laki-laki menjadi hal yang lumrah, juga merokok, minum miras serta pembunuhan banyak di contoh dari televisi.
Hal lain yang paling mentereng yang menjadi salah satu efek persinetronan Indonesia yakni para kaum muda yang katanya berintelektual kini bermental kerupuk, mudah tergugah perasaannya dengan drama percintaan. Akibatnya, banyak ikut mencoba-coba aksi pacaran dan tak lama kemudian bergalau-galauan saat ke-uwuan hanya berada di awal. Seiring perjalanan waktu hanya terisi dengan hal yang tidak bermanfaat bersama si pacar dan galau-galauan seringkali tak dapat dielakkan. Aktivitas pacaran yang tak sehat juga banyak yang berujung pada kehamilan diluar nikah dan terpaksa mengaborsi janin yang tak bersalah sedikit pun. Tak lain aktivitas ini menghambat para generasi muda saat ini untuk mengembangkan potensi yang dimiliki sehingga bisa memajukan peradaban. Aksi pacaran tersebut juga adalah salah satu pelanggaran terhadap syariat Islam, dimana dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa,
“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra: 32)
Memang tak semua yang berpacaran itu berzina, tetapi seringkali zina dimulai dengan cara berpacaran.
Kebebasan berekspresi dalam demokrasi menjadi hak bagi setiap warga negara, sehingga baik laki-laki maupun perempuan milenial saat ini tak lagi malu-malu menunjukkan eksistensinya. Sayangnya, eksistensi tersebut dimunculkan dengan cara tidak bermoral seperti cara berjoget-joget di media sosial. Ekstistensi tersebut juga di dukung oleh aplikasi-aplikasi yang memukau mata. Upaya-upaya para kapitalis juga berusaha mempertontonkan hal-hal yang bertentangan dengan syariat Islam agar masyarakat terninabobokan terhadap hal yang saat ini terjadi. Akidah umat terlebih para pemuda digerus sedemikan rupa, perlahan tapi pasti. Sehingga kaum muslim berjalan bagaikan robot, berjalan tanpa ruhiyah Islam, tanpa tujuan yang jelas sehingga terombang-ambing hidupnya. Akidahnya kering karena ketidaktahuan ilmu agama serta kemaksiatan yang menutup mata hati. Akibatnya, usaha kaum kafir untuk menjarah sumber daya alam milik kaum muslim berjalan lancar, bahkan sangat lancar. Investasi diagung-agungkan, para pengusaha asing serta merta membawa sumber daya manusia mereka bekerja dengan bebas di negeri ini, sedang putra-putri Indonesia hanya menjadi buruh di perusahaan-perusahaan asing tersebut.
Dibutuhkan Peran Negara
Negara adalah perisai dari masuknya pemahaman-pemahaman barat yang tak sesuai dengan akidah umat Islam. Seharusnya, para penguasa negeri memberikan aturan yang tegas terkait pemutaran film juga aplikasi-aplikasi yang berpeluang menimbulkan kemudharatan. Aturan yang bisa membuat para pengusaha tak sekedar meraup keuntungan namun juga meningkatkan taraf berpikir masyarakat. Tontonan tersebut tak cukup lolos sensor, tetapi juga harusnya mengukuhkan akidah, memotivasi pemuda-pemudi kaum muslim untuk berjuang menerapkan syariat, menjauhkan diri dari kemaksiatan seperti aksi pacaran sebelum menikah, serta selalu berbenah diri untuk memajukan negara. Namun, karena kemajuan teknologi yang tidak dibarengi dengan akidah memunculkan penyimpangan-penyimpangan. Sedang kemajuan teknologi yang berbanding lurus dengan akidah umat maka akan memajukan peradaban, juga menyejahterakan. Akidah yang kuat juga takkan berarti jika aturan-aturan negara tidak bersumber dari Islam, yakni Al-Qur’an dan hadis.
Islam adalah Solusi
Hanyalah penerapan syariat Islam secara kafah yang dapat menyelamatkan generasi ini dari perbudakan dunia, dari jebakan para kapitalis untuk meninabobokan anak muda yang memiliki segudang potensi. Islam akan menutup segala sumber pemahaman asing yang masuk kedalam negeri yang bertentangan dengan syariat islam, juga akan menyeleksi film-film yang tak sesuai syariat, mengandung kekerasan serta yang mendorong munculnya gharizahtun Nau’ (Naluri mencintai) tanpa arahan untuk memenuhinya dengan cara yang benar. Hanya tontonan yang dapat mengedukasi yang dapat disiarkan di kancah perfilman Indonesia, sekaligus menambah daya juang masyarakat dalam menerapkan Islam secara kafah dalam kehidupan, memerangi nafsu yang seringkali menghambat ketaatan. Insyaallah kata “Islam Rahmatan lil Alamin” takkan hanya menjadi sebuah ilusi, tetapi menjadi sebuah kenyataan. Islam rahmat bagi seluruh alam.
Wallohualam bishowab
Views: 202
Comment here