Wacana-edukasi.com — Indonesia digegerkan dengan deklarasi perkumpulan dukun dengan menamakan diri mereka Perdunu (Persatuan Dukun Nusantara). Parahnya mereka akan mengadakan agenda yang kontroversial yakni Festival Santet pada bulan Suro di Banyuwangi (news.okezone.com 04/02/2021).
Sontak hal ini menjadi kontroversi di kalangan masyarakat. Jelas saja di negeri mayoritas muslim ini kegiatan seperti itu malah dilegalkan.
Karena banyak kontra dari masyarakat maka festival santet yang akan mereka selenggarakan diubah istilahnya dengan menghilangkan istilah “santet”. Dalam rapat penggantian tersebut tampak hadir Ketua MUI KH Muhammad Yamin, MY Bramuda, Kepala Kesbangpol, dan beberapa ormas seperti NU dan Muhammadiyah. Seolah-olah mereka mendukung perkumpulan ini.
Namun, lagi-lagi perkumpulan ini bukan hanya menyoal istilah saja. Ada hal berbahaya yang ingin diopinikan di dalamnya. Pertama, jika agenda ini dilaksanakan maka jelas akan teropinikan eksistensi mereka di kalangan masyarakat. Kedua, jika agenda ini telah menjadi opini umum di masyarakat maka masyarakat yang kontra pun akan memakluminya yang kemudian ikut penasaran menghadirinya. Ketiga, jika masyarakat sudah terbiasa dan memaklumi maka akan terjadi kesyirikan dan kemurtadan secara masal. Mengapa demikian?
Rasul bersabda:
“Barangsiapa mendatangi peramal lalu bertanya kepadanya tentang sesuatu, maka tidak diterima salatnya selama 40 hari.” [Hadits Riwayat Muslim]
“Barangsiapa mendatangi dukun lalu mempercayai apa yang diucapkannya maka ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad.” [HR. Abu Daud]
Dari hadis di atas jelas sekali bahwa hukum mendatangi dukun adalah haram. Bahkan jika sampai mempercayai perkataannya maka orang tersebut bisa murtad. Adanya festival ini jelas akan menyebabkan kemaksiatan bahkan kekafiran besar-besaran maka Perdunu ini harus dihapuskan dari muka bumi.
Ironi memang ketika hal ini terjadi di negeri mayoritas muslim. Walau penduduknya mayoritas muslim tapi ideologi yang diterapkan bukan ideologi Islam, melainkan ideologi kapitalis. Kapitalis memiliki asas sekuleris, yakni memisahkan antara agama dengan kehidupan. Selagi suatu kegiatan itu dapat menghasilkan rupiah pasti akan didukung karena dari asas ini muncul tolak ukur perbuatan untung rugi, bukan halal haram. Untuk itu, selain membubarkan Perdunu juga harus mengganti ideologi kapitalis dengan ideologi Islam.
Shita Ummu Bisyarah – Malang
Views: 0
Comment here