Oleh: Alfisyah S.Pd. (Guru dan Pegiat Literasi Islam)
Wacana-edukasi.com — Kemiskinan di negeri ini semakin meluas dan semakin meluas diperkirakan beberapa waktu ke depan. Memasuki pandemi tahun kedua, kekhawatiran terjadinya kelaparan global meresahkan masyarakat. Fenomena yang paling nampak adalah angka pengangguran yang semakin tinggi. Data terkini menunjukkan hal itu. Dikutip dari CNBCIndonesia, pada 16 Februari 2021 data menunjukkan angka yang mengkhawatirkan. Ada sekitar tambahan 29,12 juta orang dari angka pengangguran sebelumnya. Sebesar 2,56 juta terkatehori dari data itu sebagai pengangguran total. Kemudian, 0,76 juta jiwa sebagai data non angkatan kerja, bahkan 7,07 sebagai pengangguran terbuka. Sementara itu 1,77 jutanya adalah orang-orang yang sementara tidak bekerja. Sisanya 24,05 juta jiwa sebagai golongan pekerja, tetapi kurang pendapatan.
Melihat data tersebut pemerintah lalu mencanangkan penerapan anggaran 150,96 trilun rupiah yang akan dialokasikan untuk bantuan kartu PKH, perlindungan sosial, bantuan dana UMKM dalam bentuk pinjaman modal, dan bantuan untuk BLT dan nakes. Namun, bukan kegembiraan yang diterima masyarakat. Sebab dana itu sesungguhnya berasal dari utang. Masyarakatlah yang kelak akan membayarnya. Sebab defisit anggaran yang melebar karena selisih besarnya pengeluaran dengan pemasukan APBN harus ditutup dengan utang.
Situasi kemiskinan akan semakin meluas lagi pada saat negara hendak membayar utang yang jatuh tempo. Tentu pemerintah akan menerbitkan kembali surat utang dan tentu akan menarik pungutan lagi pada masyarakat dalam bentuk pajak. Hal yang paling dikhawatirkan adalah bagaimana jika aset yang ada harus ditukar guling dengan utang dan bunganya tadi. Habislah aset negeri ini, satu persatu hilang tanpa jejak karena utang. Mengapa? Karena semua itu adalah kompensasi atas sulitnya pelunasan utang yang sudah jatuh tempo tadi berikut bunganya. Inilah dampak dari penerapan sistem ekonomi kapitalistik itu. Ujung-ujungnya negara bangkrut, aset habis dan masuk dalam jeratan hutang para kapitalis yang menguasai dunia hari ini.
Kemiskinan pun akan semakin meluas lagi jika sekiranya solusi yang digunakan untuk lepas dari kemiskinan itu berasal dari sistem ekonomi kapitalis.
Formula negara bebas utang dan lepas dari jeratan kemiskinan gobal sangat dibutuhkan. Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitabnya “Sistem Ekonomi Islam” menyebutkan kemiskinan dan penanggulangannya dengan sistem ekonomi Islam.
Disebutkan dalam kitab tersebut bahwa kemiskinan (Alfaqru) adalah kondusi dimana seseorang membutuhkan sesuatu sampai-sampai dia tidak lagi dapat dimintai sesuatu pun.
Syariat Islam menetapkan kewajiban bagi kerabat terdekat yang mampu agar membantunya. Perintah ini salah satunya diabadikan dalam Al-Qur’an surah Al-Hajj ayat 28. Dengan cara seperti ini sirkulasi harta lancar beredar dan tidak hanya menumpuk pada para aghniyya. Bentuknya merupakan sedekah, waris, hibah, dan yang lainnya. Jika kerabat dekat itu tidak bisa membantu karena sama-sama miskin maka berpindahlah pada negara. Baitul mal melalui pos zakat mal. Sirkulasi harta seperti ini melibatkan negara yang mengontrol harta masyarakat agar tidak macet. Bantuan kepada masyarakat miskin ini tentu jumlahnya banyak jika dioptimalkan. Masalah kemiskinan akan dapat diatasi sesegera mungkin untuk mencegah kehilangan nyawa masyarakat meskipun satu orang.
Jika harta dari pos zakat mal kurang atau tidak mencukupi maka bantuan untuk pengentasan kemiskinan diambil dari pos baitul mal yang lain. Negara yang berasaskan ekonomi Islam akan memiliki banyak pemasukan dalam baitul mal. Selama 13 abad terbukti APBN itu surplus dan mampu mencegah kemiskinan. Hal ini tidak ditemukan dalam negara mana pun di dunia.
Jika dana dari baitul mal itu tidak cukup maka negara boleh melakukan pungutan kepada masyarakat yang kaya secara temporal untuk mengatasi kemiskinan itu dalam bentuk dhoribah. Namun, tidak boleh berlangsung lama, karena jika kemiskinan sudah dapat diatasi, pungutan dhoribah/ pajak harus segera dihentikan.
Ringkasnya bagaimanapun negara harus hadir menyelesaikan problem kemiskinan di negeri ini. Karena penguasa adalah ro’in atau penanggung jawab atas masalah masyarakat apa pun bentuknya. Jadi, solusinya bukan dengan meminjam melalui utang apalagi riba. Karena jika kemiskinan masih terjadi, itu menandakan ada yang salah dalam sirkulasi harta masyakatnya yang tidak lancar. Jadi dalam sistem hari ini negara kapitalis harta itu beredar di para kapital dan tersendat di masyarakat bawah.
Oleh karena itu, cara pandang persoalan kemiskinan itu karena distribusi hartanya yang tidak lancar tersirkulasi. Faktor ini yang membedakan antara sistem ekonomi kapitalis dan sistem Islam. Sistem ekonomi Islam melarang penguasaan harta di sekelompok orang (kapital). Sedangkan sistem ekonomi kapitalis membuka keran lebar penguasaan harta itu pada para kapital.
Sesungguhnya peran negara itulah yang kini tidak hadir. Jika negara hadir niscaya tidak akan ditemukan orang yang mati karena kelaparan hingga berhari-hari. Depresi dan kelaparan ditambah pandemi yang belum berakhir merupakan hal yang sangat penting untuk diselesaikan.
Fokus negara harus menuntaskan wabahnya dahulu, lalu perbaiki sirkulasi harta dengan sistem ekonomi Islam. Penetapan wilayah wabah dan nonwabah harus dipetakan. Agar wabah terputus rantainya dan tuntas dalam waktu cepat. Masalah kemiskinan pun akan selesai jika terjadi perubahan sistem itu. Bersegera menerapkan Islam adalah sesuatu yang tidak boleh ditawar lagi. Persoalannya apakah kita mau atau tidak mau.
Wallahua’lam
Views: 19
Comment here