Oleh: Emmy Emmalya ( Pegiat Literasi dan Kontributor Media)
Kabar kasus perselingkuhan yang menerpa grup gambus Nisa Sabyan menjadi bahan gunjingan netizen. Masalah perselingkuhan penyanyi religi yang lagunya selalu viral di media sosial ini sebenarnya masalah yang banyak dijumpai di masyarakat. Kasus perselingkuhan, pelakor, dan kasus-kasus rumah tangga lainnya seakan-akan menjadi santapan sehari-hari.
Di kalangan masyarakat biasa pun masalah ini kerap terjadi dan menjadi biang penyakit rusaknya tatanan keluarga. Mungkin karena kasus ini terjadi di kalangan selebritas akhirnya beritanya viral sedemikian rupa. Celakanya, isu ini digiring ke ranah agama yang dikaitkan dengan pakaian dan lagu yang selalu didendangkan oleh penyanyi ini.
Padahal tidak ada hubungannya antara pakaian, lagu religi dengan tingkah laku penyanyinya. Karena cara berpakaian ada hukumnya tersendiri dan tingkah laku pemakainya juga terkait dengan hukum yang lain. Jika diperhatian dari komentar para nitizen, mayoritas mereka yang berkomentar terkait kabar tersebut adalah umat Islam. Mereka juga mengkaitkan dengan syara’. Sungguh miris, semestinya untuk menanggapi kasus seperti itu kita bersikap bijak apalagi mengkaitkan tingkah laku seseorang dengan pakaian yang dikenakan.
Inilah gambaran masyarakat yang tidak menjadikan Islam sebagai landasan kehidupan. Sebagian besar Umat Islam hari ini tidak memahami bagaimana sistem pergaulan antara laki-laki dan wanita. Dalam atmosfer sekuler saat ini, yang dijadikan acuan hidup adalah pemisahan agama dari kehidupan, sehingga agama tidak dijadikan panduan dalam kehidupan sehari-hari. Akibatnya muncullah model masyarakat yang permisif, serba boleh, dan inklusif alias terbuka dengan ide-ide barat. Maka tak heran umat Islam hari ini gaya hidup dan cara pandangnya tidak ada bendanya dengan gaya hidup orang-orang barat yang liberal dan tak mengenal aturan.
Dalam pandangan sekularisme hubungan laki-laki dan perempuan didominasi oleh pemahaman kebebasan individu untuk bergaul dengan siapa pun tanpa terikat aturan apa pun, dan memandang bahwa kedudukan pria dan wanita itu sama. Sehingga hilanglah hukum tentang mahram dan bukan mahram hanya dengan alasan hubungan pertemanan dan kesenangan individu. Apalagi yang dijadikan tolak ukur umat saat ini adalah pergaulan barat yang tidak memerdulikan bentuk hubungan antara pria dan wanita. Sehingga mereka ikut terjerumus dalam paham tersebutMereka bangga dengan pergaulan ala barat yang sesungguhnya bertentangan dengan Islam. Mirisnya lagi, sebagian besar umat Islam hari ini tidak memahami aturan pergaulan antara pria dan wanita dalam Islam. Maka dari itu perlu ada perubahan pandangan masyarakat mengenai hukum pergaulan pria dan wanita dalam Islam.
Islam Mengatur Hubungan Pria-Wanita
Berbeda dengan Islam, Islam memiliki seperangkat aturan yang memuliakan manusia. Sehingga, terkait pergaulan antara pria dan wanita pun diatur secara detail. Dalam Islam, pria maupun wanita tidak boleh bergaul secara bebas sesuai hawa nafsunya karena Islam memandang manusia sebagai makhluk yang mulia yang berbeda dengan binatang. Laki-laki dan perempuan yang bukan mahram tidak diperkenankan untuk bergaul layaknya pergaulan sesama mahram.
Dalam Islam, hubungan pria dan wanita hanya diperbolehkan untuk kemaslahatan masyarakat dan hubungan itu dilandasi oleh ketakwaan kepada Allah Swt. Sehingga, pertemuan keduanya dalam rangka menjalankan ketaatan kepada syariat-Nya. Misalnya, dalam hal aktivitas belajar mengajar, kedokteran, dan keperluan yang lain yang diperbolehkan syariat. Pergaulan pria dan wanita dalam rangka bermain-main tanpa ada keperluan yang dibenarkan oleh syariat tidak diperkenankan.
Dengan landasan yang jelas ini maka masalah-masalah perselingkuhan dan keretakan rumah tangga yang mengancam ketahanan keluarga akan bisa diatasi. Karena negara Islam memiliki mekanisme penegakkan sanksi yang tegas bagi pria dan wanita yang melakukan perzinahan yaitu bagi yang sudah menikah (muhshon) akan dibunuh dengan cara dirajam dan untuk pria-wanita yang belum menikah (ghoiru muhson) akan diberlakukan hukum cambuk (Qur’an surah: An Nur: 2).
Dengan sanksi seperti ini maka akan berefek jera baik bagi pelaku perzinahan khususnya maupun pada masyarakat secara umum.Penerapan sanksi seperti ini akan memberikan pengaruh bagi masyarakat sehingga mereka merasa takut dan tidak akan berani berbuat berzina karena konsekuensinya adalah mati dan dipermalukan di depan umum. Dengan demikian, secara otomatis perilaku asusila akan bisa diberantas secara tuntas dan tidak menjadi penyakit di masyarakat.
Karena aturan ini merupakan sistem yang saling berkait dengan sistem yang lain, dan sistem yang mampu menegakkan hukum tersebut adalah sistem khilafah maka berdirinya Khilafah Islam adalah perkara darurat yang harus segera dilaksanakan. Mengingat begitu banyaknya permasalahan yang menimpa umat Islam, salah satunya terkait penyakit masyarakat ini, yaitu rusaknya pergaulan pria dan wanita.
Untuk itu, sudah saatnya umat Islam memperjuangkan sistem yang akan menuntaskan permasalahan pergaulan pria-wanita ini agar penyakit sosial di masyarakat dapat segera diatasi dan ancaman kerusakan generasi bisa segera ditangani. wallohualam bishowab
Views: 16
Comment here