Oleh: Nabila Zidane (Forum Muslimah Peduli Generasi dan Peradaban)
Ada sebuah kalimat yang sangat populer Mens sana in corpore sano ‘Dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat’. Namun kenyataannya, banyak dari milenial yang sehat badannya tapi ternyata lagi sakit jiwanya alias depresi. Menurut psikiater dr. Lahargo Kembaren, Sp.KJ, sebagaimana melansir dari Hellosehat.com mengatakan bahwa depresi pada milenial mengalami peningkatan signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
Ada beberapa penyebab yang diungkap dokter Lahargo dalam artikelnya yaitu;
Pertama, anggapan bahwa diri sendiri tidak berharga gara-gara like dan komen di media sosialnya cuma sedikit.
Kedua, cemas memikirkan masa depan yang serba tidak pasti. Ditambah kondisi pandemi covid-19 yang juga dapat memberi kesan bahwa dunia bukanlah tempat yang aman bagi mereka dan masa depannya. Kondisi seperti ini dapat meningkatkan kecemasan mereka yang sudah tinggi.
Ketiga, banyaknya tanggungan tugas sekolah selama pembelajaran daring baik tulisan catatan pelajaran, makalah, portofolio, ataupun membuat aneka video prakarya, video pidato, video memasak, dan lain sebagainya.
Keempat, berada dalam lingkungan toxcit, yaitu orang yang berada disekitarnya membuat dia sangat kecewa dan tertekan.
Orang yang lagi depresi itu biasanya mudah tersinggung, mudah marah, minder, mager (malas gerak), malas makan, suka menyendiri, mudah capek dan bahkan ingin bunuh diri. Na’udzubillah.
Pernah tidak kita mendapati orang dengan gejala-gejala seperti itu? Atau bahkan kita sendiri pernah mengalaminya?
Penyebab Milenial Gampang Depresi
Sebenarnya wajar jika generasi zaman now gampang sekali depresi. Hal tersebut salah satunya disebabkan adanya paham hedonisme yang merebak di tengah-tengah mereka.
Hedonisme adalah pandangan bahwa kesenangan merupakan tujuan hidup manusia. Kemudian, bagaimana caranya agar dapat hidup senang? Bagaimana caranya bisa menikmati hidup dengan maksimal tanpa susah payah atau tanpa tekanan seperti hidup? Enak kan, jadi orang kaya raya, bisa beli apa aja yang dia inginkan. Bisa makan sesukanya, bisa liburan ke mana aja dan orang-orang yang berada di sekitarnya adalah orang-orang yang baik semua. Enak sekali ya, kalo bisa dapat semua itu?
Bisa kita bayangkan orang yang mikirnya hedonisme bakal gampang sekali depresi manakala semua impiannya tak pernah didapatkannya.
Kaum hedonisme ini biasanya pemalas, mudah putus asa dan hanya berorientasi pada hasil akhir tanpa memperdulikan proses bahkan hukum syariah akan dengan mudah dilanggar atas nama kesenangan.
Perlu diketahui bahwa paham hedonisme ini terlahir dari ideologi kapitalisme yang saat ini diadopsi negeri ini. Meskipun kapitalisme percaya bahwa manusia diciptakan oleh Allah Swt., tetapi orang yang mengambil ideologi ini tidam mau diatur oleh aturan Allah Swt. kecuali dalam ranah ibadah ritual saja.
Kapitalisme berpandangan bahwa tujuan kehidupan untuk mencari keuntungan dan kenikmatan materi sebesar-besarnya. Sehingga muncullah platform-platform media sosial yang menjadi sumber penyebaran paham hedonisme plus mendoktrin paham hedonisme dengan standar-standar kebahagiaan yang salah.
Kaum kapitalis memahami jika manusia secara alami menyenangi perkara-perkara yang disukai hawa nafsunya. Padahal manusia yang suka menuruti syahwat tempatnya kembali adalah neraka.
“Surga itu diliputi perkara-perkara yang dibenci oleh jiwa dan neraka itu diliputi perkara-perkara yang disukai syahwat.”
(HR. Muslim)
Meskipun jelas-jelas berpengaruh buruk buat generasi tapi mengapa konten-konten melenakan dan merusak masih saja dibiarkan publish? Karena sistem demokrasi sendiri turunan dari kapitalisme ini memfasilitasi penyebaran paham-paham rusak itu dengan alasan kebebasan berpendapat.
Padahal dunia ini tempat ujian dan bersifat sementara. Tidak mungkin manusia hidup hanya untuk bersenang-senang saja.
Jadi, jelas sekali jika seseorang terpengaruh paham hedonisme tidak akan dapat meraih kebahagiaan tapi hanya akan mempersulit dirinya sendiri.
Allah Swt. telah berfirman di dalam Al-Qur’an surah Al-Ankabut ayat 2:
أَحَسِبَ ٱلنَّاسُ أَن يُتْرَكُوٓا۟ أَن يَقُولُوٓا۟ ءَامَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi?”
Pandangan Islam tentang Kehidupan
Islam mempunyai pandangan yang berlawanan dengan pandangan kapitalisme. Islam mengajarkan bahwa kita ada karena diciptakan Allah Swt. dan hidup ini untuk beribadah kepada-Nya. Maka seorang muslim seharusnya anti dengan yang namanya depresi. Sebab Islam menjelaskan bahwa baik buruk asalnya dari Allah semata dan hal tersebut pasti yang terbaik buat kita.
“Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin, seluruh urusannya itu baik. Ini tidak akan didapati kecuali kepada setiap mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur, itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar, itu pun juga baik baginya. (HR.Muslim)
Mindset yang benar tentang kehidupan saja tidak cukup untuk menghentikan kasus milenial yang terkena depresi. Karena intisari masalahnya adalah sistem kapitalisme sendiri yang masih bercokol di dunia ini. karena itu, kita harus terus berjuang untuk mengganti sistem ini dengan sistem lain yang sudah terbukti sukses mencetak generasi gemilang anti depresi. Jelas sistem itu adalah sistem khilafah ala minhaj nubuwwah.
Khilafah adalah negara yang akan menerapkan aturan Islam secara sempurna. Khilafah ini akan membentuk masyarakatnya menjadi masyarakat yang takwa dan berkepribadian Islam.
Karena bahagia dalam pandangan Islam adalah manakala manusia mendapatkan keridaan Allah Swt. Luar biasanya lagi, ada semangat amar makruf nahi mungkar dari masyarakat. Negara akan mengatur bagaimanapun caranya agar media-media yang beredar adalah media yang menyehatkan otak serta menambah ilmu dan keimanan rakyatnya. Tidak akan ada lagi media perusak pemikiran Islam kaum muslim seperti yang banyak beredar saat ini.
Views: 122
Comment here