Oleh: Rizki Annisa (Aktivis Dakwah, Mahasiswi Ekonomi)
Wacana-edukasi.com — BPJS kesehatan dikabarkan surplus sebesar Rp18,7 triliun. Hal ini diakibatkan kenaikan iuran pada BPJS yang berlaku sejak Juli 2020 dan disokong subsidi pemerintah sebesar Rp16.500 pada peserta mandiri kelas III. Penurunan biasa subsidi kemudian turun menjadi Rp7.000 per 1 Januari 2021. Realitanya, besaran iuran peserta pengguna BPJS sama saja seperti tahun kemarin. Perubahan hanya terjadi pada subsidi yang diberikan oleh pemerintah terhadap para peserta BPJS (Kontan.co.id, 18/02/2021).
Fakta ini membuktikan bahwa pencapaian surplus BPJS bukanlah murni dari minimnya orang yang sakit dan menggunakan fasilitas kesehatan.
Namun, karena besaran iuran naik yang menyebabkan surplus pada pemasukan BPJS. Sungguh suatu keadaan aneh dimana berbangga atas pencapaian surplus dana BPJS di kala pandemi merebak, yang setiap harinya peningkatan jumlah pasien positif dan meninggal dunia tercatat selalu meningkat.
Fakta menyedihkan lainnya adalah BPJS kesehatan tidak menanggung pasien dengan penyakit covid-19 yang sampai saat ini pandemi belum juga usai. Suatu urgensi yang seharusnya mendapat penanganan segera dan perhatian lebih dari pemerintah atas bidang kesehatan.
Peliknya Kapitalis Atasi Gentingnya Pandemi
Mari kita flashback beberapa saat yang lalu dimana pemerintah justru mendukung adanya peningkatan iuran BPJS di kala pandemi. Pemerintah justru membuat borgol yang mengikat rakyat dengan terpaksa mendukung kebijakan kewajiban terdaftar sebagai peserta BPJS. Ancaman bagi mereka yang tidak menggunakan BPJS akan dipersulit dalam mengurus surat-surat seperti SIM, paspor, hingga STNK.
Dari beberapa fakta ini, dapat kita lihat bersama bahwa pemerintah kini tidak pro terhadap rakyat. Pemerintah justru menjadi pihak oposisi dari rakyat sendiri dengan tidak memprioritaskan rakyat dalam setiap perumusan maupun penetapan kebijakan yang dilakukan.
Di sisi lain, dari beberapa kasus yang mencuat ke permukaan, pemerintah seakan-akan gila akan citra baik dengan pencapaian-pencapaian yang didapat. Padahal, pencapaian-pencapaian tersebut hanya berupa permainan angka-angka, kerja sama, maupun sejenisnya, dengan terus menekan rakyat sebagai figuran atas citra pemerintah. Kedaualatan ditangan rakyat hanya ambisi semata demi kedudukan jabatan.
Sebenarnya semua fakta-fakta menyakitkan ini merupakan desain otomatis dari sistem yang menjadi ruh dalam kehidupan secara global kini, yakni demokrasi. Dalam demokrasi, segala sesuatu dinilai dari segi materi, tanpa peduli seberapa besar dan kejam langkah yang diambil oleh pemerintah.
Semua dilakukan dengan target tak lain dan tak bukan adalah demi tercapainya citra baik pemerintah-sebagai wakil rakyat-, melalui pencapaian-pencapaian semu nan murahan yang tak akan pernah ada habisnya. Karena pada dasarnya, materi tidak akan ada pernah habis dan batas jelasnya. Bahkan, jika memang harus menjadi musuh dalam selimut dari rakyat, akan dilakukan.
Hal ini tampak dari kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dimana mendukung orang-orang yang dapat memberi apa yang mereka inginkan di samping mengontrol bidak-bidak penting nan rakus akan materi. Rakyat secara tidak langsung diposisikan sebagai batu pijakan atas kepentingan pribadi maupun golongan para kaum berkuasa.
Semua keterkaitan ini adalah rangkaian aktivitas alami atas dasar materi merupakan sumber kekuatan berupa ideologi yang menjadi pelopor sekaligus pengikat atas skenario yang ada di dunia ini. Di mana kapitalisme atas dunia yang menciptakan corak hidup homogen atas materi dengan membawa sesak kehidupan.
Nadi dari kapitalisme berupa sekularisme yang meniadakan Tuhan dalam kehidupan dan makhluk yang dia ciptakan dengan segala fitrah yang terdapat pada masing-masing nya menjadi sumber dari segala macam masalah dan kerusakan dunia.
Adanya pemerintahan kini yang hanya mengejar citra dan pencapaian-pencapaian hasil dari permainan angka statistik pun, tak dipungkiri berasal dari kapitalisme. Rakyat seolah hanya sebagai formalitas atas syarat adanya suatu negara dengan pemerintahan yang sah, bukan menjadi prioritas.
Slogan “Dari Rakyat, Untuk Rakyat, Oleh Rakyat” pun tak lebih dari bualan belaka karena pada faktanya, negara adalah “Dari Kapitalis, Oleh Kapitalis, Untuk Kapitalis” yang mampu untuk memenuhi nafsu para penguasa.
Maka dari itu, sudah saatnya kapitalisme dilengserkan dan diganti dengan ideologi yang mampu membawa perubahan revolusioner atas kehidupan yang lebih baik lagi. Dengan menjadi harapan baru yang menjaga fitrah dari setiap makhluk dan kehidupan itu sendiri. Dimana berasal dari Sang Khalik yang memiliki kehidupan.
Sistem Islam Hadir Bersama Kesejahteraan yang Berkah
Islam hadir di tengah dunia bukan hanya sebagai pengatur masalah ibadah mahdah saja, tetapi sebagai pengatur sekaligus penuntun dalam kehidupan. Pengaturannya menyentuh segala bidang dalam kehidupan dengan mengatur individu sampai negara.
Sehingga, hanya Islam yang mampu dijadikan ideologi untuk menghancurkan kapitalisme dan menjadi harapan makhluk di dunia kini. Termasuk di dalamnya adalah pengaturan mengenai kesehatan. Dengan sistem pemerintahan Islam, yakni khilafah menjadi ruh berdirinya negara Islam, menyinergikan antara pemerintah dengan rakyat.
Pelayanan kesehatan terbagi dalam tiga aspek, yaitu pembudayaan hidup sehat, pemajuan ilmu kesehatan dan teknologi, serta penyediaan infrastruktur dan fasilitas kesehatan. Sehingga kesehatan bukan hanya menjadi tanggung jawab masing-masing individu saja, tetapi juga didukung oleh negara.
Di sisi lain, negara mendukung adanya kegiatan-kegiatan riset dalam dunia kesehatan. Kesehatan juga diprioritaskan dengan langkah preventif (pencegahan), bukan hanya kuratif (pengobatan). Adapun anggaran negara yang diberikan untuk riset kedokteran adalah investasi, bukan hanya anggaran sia-sia ataupun tidak menyolusikan secara tuntas seperti adanya subsidi.
Adanya naungan khilafah Islamiyah yang mendukung negara maupun individual yang berorientasi pada umat, menciptakan perkembangan dunia kesehatan berkualitas pertama di dunia yang bahkan sampai saat ini tidak tertandingi.
Muncul pula ilmuwan-ilmuwan muslim yang berkompeten dan berinovatif yang menyokong kegemilangan dunia kesehatan. Seperti adanya ilmuwan muslim pertama, Jabir al-Hayan yang menemukan teknologi destilasi, pemurnian alkohol untuk disinfektan, serta mendirikan apotek pertama di dunia.
Sejarah membuktikan bahwa negara Islam membangun rumah sakit di hampir semua kota di daulah khilafah. Banyak individu yang ingin berkontribusi dalam menunjang dunia kesehatan yang berorientasi pada umat ini. Negara pun memfasilitasi dengan membentuk lembaga wakaf yang menjadikan semakin banyaknya madrasah dan fasilitas kesehatan bebas biaya.
Sehingga adanya anggaran pemerintah bukan hanya sebagai pendukung dari keberhasilan catatan berupa angka statistik sematan, namun juga kesehatan secara riil di masyarakat. Di sisi lain, kesehatan merupakan salah satu jaminan yang memang semestinya didapat oleh rakyat dari pemerintah sebagai pengurus urusan umat. Semua keberhasilan riil ini tidak dapat tercapai tanpa adanya dukungan dari pemerintahan Islam, Khilafah Islamiyah.
Adapun citra pemerintah dalam Khilafah Islamiyah, bukan hanya sekadar pamor settingan, tetapi riil dari apa yang telah diupayakan atas rakyatnya. Mari kita perjuangkan bersama sistem Khilafah Islamiyah yang dapat menjadi satu-satunya solusi atas segala permasalahan hidup kini.
Wallahua’lam bishshawab
Views: 3
Comment here