Oleh : Isnawati (Muslimah Penulis Peradaban)
Wacana-edukasi.com — The new Istiqlal adalah salah satu program dari Masjid Istiqlal yang bertujuan membuka kaderisasi bagi ulama perempuan. Nasaruddin Umar menyatakan, pemerintah memerlukan bahasa agama untuk mewujudkan seluruh cita-cita bangsa, termasuk penguatan keluarga untuk pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di tanah air.
Penggunaan bahasa agama memberi efektivitas yang luar biasa bagi pembangunan bangsa, karena masyarakat Indonesia adalah warga yang regilius, kata dia, Kompas.com (19 Februari 2021).
Kerjasama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) tentu mempunyai maksud dan tujuan yang sama yaitu mendorong perempuan untuk berperan lebih aktif. Bahasa agama memang lebih nyata hasilnya karena sesungguhnya umat islam adalah orang-orang yang taat beragama, perhitungan pahala dan dosa menjadi pertimbangan. Masjid adalah tempat yang tepat untuk menyatukan pemikiran dan perasaan ke arah ajaran Islam yang lebih moderat dan toleransi di tengah awamnya ilmu agama serta lemahnya iman.
Kelompok-kelompok perempuan inilah yang diharapkan mampu menjadi jalan untuk melahirkan program dan kegiatan guna memberdayakan perempuan. Di balik kata demi penguatan keluarga dan masyarakat, perempuan dieksploitasi berbasis masjid.
Peran aktif dan edukasi yang diberikan pada perempuan membius, dukungan dan perjuangannya menuai simpati dari banyak kalangan. Polarisasi antara kelompok ekstrimisme dan Islam moderat terus dibenturkan guna menghilangkan ketaatan pada Islam secara menyeluruh. Penggiringan agar umat Islam dalam beragama sekedar menjalankan ibadah ritual saja dengan menyebarkan Islam moderat sebagai wujud dari toleransi menjadi tujuan.
Sebenarnya sebutan ulama berasal dari masyarakat itu sendiri tanpa harus ada pengkaderan dari lembaga atau negara. Hari ini menjadi sebuah polemik untuk pengkaderan ulama perempuan karena ulama diarahkan sesuai kepentingan salah satunya pemberdayaan perempuan.
Perempuan bisa dipastikan berfitrah seorang ibu yang tentu akan berupaya sekuat tenaga untuk menjaga kehormatan keluarga dan anak-anaknya. Banyaknya kegagalan dan kehancuran peran perempuan karena ada yang salah dengan pengaturannya. Perempuan juga bagian dari rakyat , yang juga membutuhkan peran dan perlindungan negara.
Negara seharusnya menempatkan posisi perempuan atau ibu sebagai pendidik dan pengatur rumah tangga, tidak justru mendorong agar keluar dari rumah dengan menggunakan bahasa agama berupa gelar sebagai Ulama. Gelar ulama sebenarnya sudah menempel pada perempuan saat bisa mencetak generasi yang hidupnya berlandaskan Islam.
Tatanan aqidah yang kuat, masyarakat yang kondusif bahkan negara yang berperadaban tinggi tidak lepas dari peran seorang ibu atau perempuan sebagai pencetak generasi. Label ulama secara tertulis hanyalah bersifat formalitas saja karena hakekatnya ulama adalah orang yang menyampaikan kebebaran Islam, laki-laki atau perempuan. Hanya di negeri kapitalis sekuler ini sajalah peran perempuan seakan menjadi pembahasan yang rumit tak berujung.
Kesalahan dalam menempatkan perempuan menurut sekularisme telah menghasilkan solusi-solusi aneh dan tidak masuk akal. Bagaimana bisa perempuan didorong untuk berdayaguna, sedangkan untuk berperan sebagai ibu yang ideal saja tidak mungkin. Faktor politik, ekonomi, pendidikan dan sosial telah menutupnya.
Ke karut marutan negeri ini semakin menghujam jantung karena meninggalkan Syariat Islam sebagai peta dalam kehidupan. Kembali pada pengaturan Islam adalah solusi jitu yang akan menghadirkan ulama-ulama hanif penerus bangsa. Tanpa ada pengkaderan pun perempuan sudah berdaya guna menjadi ulama bagi anak-anaknya, keluarga, masyarakat bahkan negara asalkan mau kembali pada pengaturan Islam.
Mengembalikan perempuan di posisinya sebagai pendidik dan pengatur rumah tangga dengan membebankan kewajiwaban nafkah pada laki-laki adalah satu-satunya solusi tuntas. Lapangan pekerjaan dibuka seluas-luasnya dengan cara aset negara di kelolah secara mandiri dan dipergunakan sepenuhnya untuk kesejahteraan masyarakat.
Amar makruf nahi mungkar adalah kewajiban semua manusia baik laki-laki maupun perempuan yang tidak membutuhkan legalitas siapapun bahkan negara. Kebijakan tersebut hanya ada dalam penerapan Islam kaffah, perempuan mulia hanya bersama negara yang berperadaban tinggi, tanpa ada kamuflase di balik pemberdayaan perempuan.
Seorang penyair mengungkapkan, Ibu adalah sebuah madrasah (tempat pendidikan) yang jika kamu menyiapkannya, berarti kamu menyiapkan (lahirnya) sebuah masyarakat yang baik budi pekertinya.
Wallahu a’lam bisswab
Views: 18
Comment here