Oleh: Tsabita Fiddina
wacana-edukasi.com, Legalisasi minuman beralkhohol di negeri ini sebenarnya sudah sejak lama berlaku, hal ini telah tertuang pada beberapa peraturan, misalnya Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol, Perpres 74 Tahun 2013 yaitu mengatur minuman beralkohol yang berasal dari produksi dalam negeri atau asal impor dikelompokkan dalam beberapa golongan yaitu Minuman Beralkohol golongan A, yaitu minuman yang mengandung etil alkohol atau etanol (C2H5OH) dengan kadar sampai dengan 5%.
Pengaturan tersebut semakin memperkuat bahwa miras di negeri yang mayoritas muslim ini, telah menjadi konsumsi yang menjadi pilihan bagi pecinta miras. Bahkan promosi beli satu gratis satu menjadi ajang lomba dari para produsen menarik minat sang peneguk miras.
Padahal, dampak kemudharatan akibat yang kian meningkat akibat pelegalan Miras, harusnya menjadikan negeri ini segera bertobat dengan menghentikan secara tuntas miras yang terus beredar. Sejatinya ketika kran peredaran miras terbuka, apapun alasannya, sama saja dengan mengundang bahaya (dharar) besar bagi masyarakat. Fakta-fakta yang ada jelas membuktikan bahwa miras menjadi sumber berbagai kejahatan dan kerusakan seperti pembunuhan, pemerkosaan, perampokan, kecelakaan dan kejahatan lain yang nyata-nyata terjadi akibat pelakunya dalam pengaruh minuman keras.
WHO menyatakan, alkohol membunuh 3,3 juta orang di seluruh dunia setiap tahun. Angka kematian akibat konsumsi alkohol ini jauh di atas gabungan korban AIDS, TBC dan kekerasan. WHO menambahkan, alkohol mengakibatkan satu dari 20 kematian di dunia tiap tahun, setara satu kematian tiap 10 detik (Kompas.com, 12/5/2014).
Di negeri ini banyak fakta yang menegaskan konsumsi miras erat dengan kasus kejahatan. Kasus terbaru, seorang oknum polisi dalam keadaan mabuk menembak 4 orang. Tiga di antaranya meninggal. Salah satunya anggota TNI (Kompas.com, 26/02/2021).
Miras Halal dalam Sistem Kapitalis
Begitulah secuil fakta dari kemudaratan yang diakibatkan miras bagi manusia. Miras tidak cuma merusak pribadi peminumnya, tetapi juga berpotensi menciptakan kerusakan pada orang lain. Mereka yang sudah tertutup akalnya oleh khamr/miras menjadi hilang kesadaran. Akibatnya, ia bisa bermusuhan dengan saudaranya, melakukan kekerasan, termasuk membunuh dan memperkosa.
Di negara yang mengemban sistem ekonomi kapitalis seperti ini yang menjadikan standar hidup adalah kesenangan dan meraup materi yang sebesar-besarnya, dampak miras di pandang sebelah mata. Betapa tidak, ketika industri minuman beralkohol memberikan kontribusi bagi perekonomian nasional, khususnya dalam penerimaan kas negara dan kontribusi ekspor.
Hal ini menunjukkan bahwa miras sudah menjadi barang yang dianggap boleh beredar di tengah masyarakat. Pemerintah lebih mengacu pada kepentingan bisnis para kapitalis daripada kepentingan penjagaan moralitas rakyatnya. Inilah cermin dari penguasa sekuler kapitalistik dalam demokrasi. Selalu lebih berpihak pada kepentingan para kapitalis daripada kepentingan rakyat kebanyakan. Alasan ekonomi tampaknya menjadi salah satu yang ada di balik semua itu, yakni untuk mempertahankan pemasukan negara.
Pemerintah tidak menghiraukan kebaikan dan kemaslahatan serta kesejahteraan bagi masyarakat luas. Dampak buruk dari meluasnya peredaran miras tak menjadi perhitungan mereka. Orientasinya adalah keutungan sekalipun dengan melakukan sesuatu yang diharamkan Allah ta’ala.
Islam Menutaskan problem Miras
Diharamkannya khamr dan segala jenisnya adalah bentuk penjagaan dan bagian dari kemuliaan syariat Islam yang memberikan perlindungan dari segala kemudharatan dan menjaga akal. Miras jelas menimbulkan kekacauan pada akal manusia. Miras bahkan mendorong berbagai tindak kejahatan selain melalaikan manusia dari mengingat Allah SWT.juga berdampak buruk bagi orang lain.
Dalam sistem kapitalis Begitu mudah menetapkan kebijakan yang bertentangan dengan hukum Allah. Padahal, sudah jelas haram dalam Islam. Tapi inilah yang terjadi, negeri mayoritas muslim terbesar ini telah lama meninggalkan Islam sebagai aturan kehidupan. Penguasanya lebih condong memilih hukum yang diambil dari keputusan manusia, tak memandang halal atau haram. Penguasa hanya memikirkan keuntunga investasi semata, untung rugi yang utama. Meski Nabi saw. telah bersabda,“Allah melaknat minuman keras, orang yang mengonsumsinya, yang menuangkannya (kepada orang lain), penjualnya, pembelinya, pemerasnya, orang yang meminta untuk memeraskannya (membuat minuman keras), pembawanya, orang yang meminta untuk membawakannya, dan orang yang memakan hasil dari penjualannya.” (HR Abu Daud dan Al-Hakim).
Dalam Islam bisnis minol dan bisnis haram lainnya seperti diskotik, prostitusi, dan bisnis hiburan haram lainnya. Yang akan mengantarkan kemaksiatan dan kerusakan Ditambah pelarangan pasar saham dan bisnis mengandung riba lainnya,dilarang keras ada dalam lingkungan masyarakat dan Negara. Hal demikian akan membawa masyarakat Islam menuju kesejahteraannya. Maka dari itu, kesejahteraan hanya bisa didapatkan masyarakat yang hidup dalam aturan Islam.
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (TQS. Al-A’raf:96).
Wallahua’lam bishowab.
Views: 79
Comment here