Surat Pembaca

Benci Produk Luar Negeri, Tapi “Rindu” Impor

blank
Bagikan di media sosialmu

Presiden Joko Widodo mengajak masyarakat Indonesia membenci produk-produk asing. Beliau bahkan meminta produk asing ditaruh di tempat yang sepi pembeli. “Produk dalam negeri gaungkan, gaungkan juga benci produk-produk luar negeri, bukan hanya cinta tapi benci. Cinta barang kita, benci produk luar negeri. Sehingga betul-betul masyarakat kita menjadi konsumen yang loyal untuk produk-produk Indonesia,” ujarnya dalam Pembukaan Rapat Kerja Nasional Kemendag secara virtual, Kamis (4/3) (dikutip dari Kumparan.com).

Sayangnya dalam moment yang sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan bahwa Pemerintah akan impor 1-1,5 juta ton beras dalam waktu dekat ini. Hal ini dilakukan demi menjaga ketersediaan di dalam negeri supaya harganya tetap terkendali. Selain beras, Airlangga mengatakan pemerintah juga akan menjaga ketersediaan daging dan gula. Kebijakan penyediaan gula dan daging, baik kerbau dan sapi, ditempuh melalui Impor. Gula sebesar 80 ribu ton, serta impor 20 ribu ton daging kerbau India dan daging sapi Brasil (cnnindonesia.com).

Dapat terlihat bahwa seruan benci produk luar negeri, hanya sekedar seruan saja. Tanpa diimbangi dengan kebijakan yang dapat memandirikan perekonomian dalam negeri. Faktanya impor masih “dirindukan”, pemerintah masih terus melakukan impor dalam jumlah besar dan di sektor vital strategis.

Apabila dilihat dari asal komoditas impor, BPS mencatat China menjadi negara dengan nilai impor terbesar di Indonesia. Sepanjang Januari-Desember 2020, nilai impor dari China mencapai USD 39.634,7 juta. Nilai itu menguasai 28 persen dari total nilai impor nasional. Dan selanjutnya negara lainnya yang nilai impornya terbesar di Indonesia adalah Singapura, Jepang, dan Amerika Serikat. Kemudian negara pengimpor yang cukup besar nilai impornya ke Indonesia sepanjang tahun 2020 adalah Malaysia, Korea Selatan, Thailand, Australia, Taiwan dan Vietnam.

Sedangkan jika dilihat dari komoditas atau barang yang banyak diimpor ke Indonesia, BPS mencatat sepanjang tahun 2020, kelompok mesin dan alat angkutan memiliki nilai USD 46.743,1 juta. Nilai itu mencakup 33,02 persen dari total impor Indonesia. Impor kelompok barang SITC 1 dijit yang terbesar selanjutnya adalah kelompok barang-barang buatan pabrik dengan nilai USD 22.768,0 juta (16,08 persen). Diikuti oleh bahan kimia dan produknya USD 21.491,4 juta dengan peran 15,18 persen. Dan selanjutnya kelompok minyak dan bahan bakar dengan nilai USD 15.778,4 juta serta kelompok bahan makanan dan binatang pun cukup besar dengan nilai USD 15.443,7 juta.

Terlihat dari asal negara pengimpor maupun komoditas barang yang diimpor tersebut, Indonesia sudah tergantung dengan negara-negara besar dan sudah berada dalam pusaran perdagangan bebas yang selalu memenangkan negara-negara kapitalis. Tidak hanya itu, terdapat beberapa negara berkembang lainnya yang juga besar nilai impornya ke Indonesia. Sehingga semakin besar ketergantungan Indonesia dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan mengimpor barang dari Luar Negeri. Ini artinya kemandirian ekonomi Indonesia seolah semakin terpuruk.

Sejatinya Islam sebagai agama ideologis, pun telah memberikan solusi atas perekonomian negara bahwa khilafah sebagai sebuah sistem bernegara dalam Islam tidak akan membiarkan produknya dikalahkan negara asing. Maka dilakukan upaya untuk menjamin sehatnya persaingan usaha, memberi dukungan terhadap segala pengembangan produk dalam negeri, menolak tekanan global perdagangan bebas dan menetapkan regulasi impor agar tidak menjadi solusi menguasai muslim. Dengan sendirinya masyarakat akan cinta produk dalam negeri bahkan tanpa “merindukan” impor lagi.

Oleh : Khairdiana Puspita Prayuwati, S.Si, M.Pd

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 5

Comment here