Opini

Akal dari Yang Maha Sempurna Disalahguna

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Nur Hajrah

Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) POLRI menyampaikan dan menetapkan keenam orang Laskar Front Pembela Islam (FPI) yang tewas dalam kasus penyerangan terhadap polisi di jalan tol KM 50 Jakarta Cikampek sebagai “tersangka” dalam kasus serangan tersebut pada Kamis, 04 Maret 2021.

Dilansir dari m.cnnindonesia.com 04 Maret 2021, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri mengatakan bahwa telah ditetapkan sebagai tersangka terhadam keenam Laskar FPI yang meninggal dan menurutnya semua bukti telah diuji dan telah dikirimkan ke Jaksa untuk diperiksa dan diteliti.

Keputusan bareskrim Polri ini tentunya menuai pro dan kontra dari berbagai pihak karena menganggap keputusan ini tidak masuk akal dan bentuk kebodohan dalam hukum. “Zalim sezalim-zalimnyalah. Tapi, ya jangan bodoh-bodoh banget gitu loh, sewenang-wenang, sebab pasal 77 KUHP menyatakan kewenangan menuntut pidana hapus, jika tertuduh meninggal dunia,” tegas Aziz Yanuar yang dikutip dari m.cnnindonesia.com selaku kuasa hukum Habib Rizieq Shihab.

Sugito A.P sebagai kuasa hukum keenam Laskar Front Pembela Islam yang tewas dalam insiden tersebut, berpendapat bahwa keputusan polisi itu merupakan sebagai usaha untuk menghilangkan tanggung jawab atau jejak atas dugaan penembakkan oleh personelnya yang menyebabkan enam anggota FPI tewas dengan mengutarakan bukti-bukti yang seolah-olah bukti tersebut adalah dari serangan FPI. Menurut beliau keenam orang Laskar FPI yang meninggal itu seakan-akan adalah pihak yang bersalah, sedangkan pihak polisi yang terlibat dalam kejadian tersebut tidak ada yang menjadi tersangka. Keputusan penetapan menjadi tersangka terhadap keenam laskar FPI yang meninggal menegaskan bahwa mereka semua bersalah padahal menurut Sugito seorang seorang yang sudah meninggal tidak dapat ditetapkan sebagai tersangka, karena itu adalah salah satu bentuk kezaliman dalam hukum.

Keputusan yang disampaikan oleh Bareskrim yaitu keputusan penetapan status sebagai tersangka terhadap keenam Laskar Front Pembela Islam yang telah meninggal dunia merupakan keputusan yang sangatlah tidak masuk diakal, bagaimana mungkin orang yang telah meninggal ditetapkan sebagai tersangka? Sementara ada kasus lain yang seharusnya mereka pecahkan tidak diusut yaitu kasus bagaimana bisa keenam Laskar FPI itu bisa meninggal? Dan diduga sebagai penyerang pihak polisi? Dan bagaimana bisa 4 orang Laskar FPI yang telah ditangkap dan telah bersama polisi bisa meninggal padahal sudah tertangkap? Pihak Front Pembela Islam (FPI) sudah memberikan bukti-bukti bahwa Laskar FPI lah yang diserang namun tetap saja pihak polisi yang dianggap tidak bersalah.

Hukum di negeri ini memang sangatlah tidak adil, sudah terlalu sering terjadi kasus yang salah dibenarkan dan yang benar disalahkan. Sudah terlalu sering terjadi hukum di negeri ini menjadi “tajam ke bawah tumpul ke atas”, beberapa orang yang memiliki banyak materi atau jabatan atau petinggi negara dinegeri ini seperti kebal terhadap hukum, apa pun itu peraturannya jika mereka bersalah mereka pasti akan terbebas dari hukuman tersebut.

Beginilah hasil dari kepemimpinan sekuler dimana peraturan dibuat seenak dan semaunya saja tanpa memikirkan apakah peraturan hukum ini sudah benar atau tidak? Apakah peraturan hukum ini melindungi semua pihak atau hanya pihak tertentu saja?

Semua peraturan yang jika dibuat berdasarkan dari akal manusia yang “terbatas” maka bisa dipastikan pasti peraturan tersebut pasti akan ada cacatnya. Ketidakadilan pasti akan terjadi. Padahal hukum yang sempurna hanya berdasar pada Al-Qur’an dan As-sunah.

Allah Swt. menciptakan alam semesta dan segala isinya begitu luar biasa dan manusia adalah ciptaan-Nya yang sempurna.
Allah Swt. Yang Maha Sempurna telah memberikan akal kepada manusia agar bisa berpikir dalam mempelajari ilmu, sebagaimana Syaikh Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,
Akal adalah syarat untuk mempelajari semua bidang ilmu, dan syarat untuk menjadikan semua amalan itu baik dan sempurna, dan dengan adanya ilmu amal menjadi akan lengkap. Tetapi, akal bukanlah sesuatu yang bisa berdiri sendiri, tetapi akal adalah kemampuan dan kekuatan dalam diri seseorang, sebagaimana kemampuan melihat yang ada pada mata. Maka apabila akal itu saling terhubug dengan Al-Qur’an dan cahaya iman, maka ia akan menjadi ibarat cahaya mata yang terhubung dengan cahaya matahari atau api.” (Majmu’ul Fatawa 3/338)

Nasihat Syaikh Islam ibnu Taimiyah mengingatkan kita sebagai umat muslim bahwa kita telah diberikan akal dari Yang Maha Sempurna untuk mempelajari ilmu, tetapi bukan hanya sekedar mencari ilmu, akal ini tidak boleh berdiri sendiri agar tidak disalah guna, akal harus tetap terhubung dengan cahaya iman dan Al-Qur’an, agar manusia yang telah diberikan akal harus tetap ingat bahwa dia hanyalah manusia biasa dan tidaklah sempurna dan memiliki keterbatasan.
Sehingga setiap peraturan hukum yang dibuat manusia yang bukan berdasar Al-Qur’an dan As-Sunnah bukanlah hukum yang baik untuk diterapkan, peraturan tersebut pasti tidak akan memuaskan akal dan pasti akan tercipta ketidak adilan karena hukum tersebut bersumber dari pemikiran manusia yang sifatnya terbatas.

Peran negara sangatlah penting untuk menegakkan hukum-hukum Allah di negeri ini.
Tetapi jika agama dijauhkan dari segala aspek kehidupan manusia baik itu politik, ekonomi, pendidikan dan lain-lain maka dapat dipastikan penerapan hukum Allah secara kaffah tidak akan terlintas dipikiran mereka selain hanya sebatas rutinitas keagamaan. Materi dunia sudah membutahkan mata mereka. Tidak ada keadilan karena yang memiliki jabatan, harta dan tahta akan lebih kebal hukum.

Allah Swt. berfirman, yang artinya:
Wahai, orang-orang yang beriman jadilah kamu penegak keadilan, dan jadilah saksi karena Allah, walaupun itu terhadap dirimu sendiri ataupun terhadap kedua orang tuamu dan kaum kerabatmu. Baik dia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu yang terbaik bagimu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenanaran.”(QS An-Nisa : 135)

Rasulullah saw. juga bersabda,
Hakim itu ada tiga, dua ada di neraka dan satu ada di surga. Seorang yang menghukumi secara tidak benar, padahal ia mengetahui mana yang benar maka ia akan masuk neraka. Seorang hakim yang bodoh, dan merusak hak-hak manusia maka ia juga akan masuk neraka, dan seorang lagi adalah hakim yang menjatukan hukuman dengan benar maka ia akan masuk Surga.” (HR. Tirmidzi)

Keadilan di negeri ini sangat dirindu oleh rakyatnya. Dan hanya khilafah yang mampu menegakkan keadilan dan menerapkan hukum-hukum Allah secara kafah.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 9

Comment here