Opini

Ketika Limbah Beracun Berubah Status

blank
Bagikan di media sosialmu

Penulis : Mutia Puspaningrum ( Aktivis Muslimah)

Seolah tak habis kegaduhan yang disebabkan oleh UU ciptaker. Kali ini bukan masalah PHK dan kesejahteraan kaum buruh, namun kelestarian lingkungan dan kesehatan masyarakat yang jadi sasarannya. Pada tanggal 2 Februari 2021, pemerintah menghapus Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) dari daftar jenis limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun). Dilansir dari tempo.co (14/03/2021) Aturan penghapusan FABA dari kategori limbah B3 tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai turunan Undang-undang Cipta Kerja atau Omnibus Law.

Hal ini memicu kecaman dari sejumlah LSM pemerhati lingkungan hidup seperti WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) dan ICEL (Indonesian Center for Environmental Law). Pasalnya Peraturan Pemerintah ini selain berpotensi mencemarkan lingkungan, hal itu juga berkontribusi pada kualitas kesehatan masyarakat terdampak. Salah satu contohnya masyarakat disekitar PLTU Cilacap. Data WALHI, jumlah limbah FABA PLTU Cilacap mencapai 26 Ribu Ton per 3 Bulan dan mengakibatkan setidaknya 10 ribu kasus ISPA yang dialami warga (detik.com 15/03/2021). Sehingga tak heran jika Warga Cilacap yang bermukim di sekitar kawasan PLTU Cilacap menolak kebijakan penghapusan limbah batu bara (FABA) dari kategori B3 atau limbah berbahaya.

Potensi pencemaran lingkungan oleh FABA ini pun bukan sekedar isapan jempol belaka. Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah Johansyah, mengkritisi keputusan pemerintah ini. Beliau menjelaskan jika Limbah ini mencemari air laut maka akan membuat biota ikan mati, padahal 82 persen perusahaan batu bara di Indonesia letaknya di wilayah pesisir. Jadi ini kejahatan sistematis pemerintah pada masyarakat pesisir (Kompas.com 12/3/2021).

Namun di lain pihak, Kebijakan ini disambut positif sejumlah pelaku usaha. Alasannya cukup banyak, diantaranya penghematan biaya pengelolaan limbah, penghematan biaya listrik, potensi pemanfaatan limbah faba sehingga bernilai ekonomis, dan meminimalisir gerak ruang gerak mafia yang bermain dalam pengelolaan limbah, yang berpotensi merugikan pengelola dan pengusaha.

Hal ini menjadi bukti kebijakan pencabutan faba dari limbah b3 ini adalah kebijakan kapitalistik yang pro korporasi. Bagaimana tidak, negara rela mengorbankan Kesehatan masyarakat dan lingkungan hidupnya demi cuan dan keuntungan pemilik modal.

Fakta ini semakin mengukuhkan jahatnya kapitalisme. Dalam sistem kapitalisme, sumber daya alam sah dikuasai dan dikelola oleh swasta. Dan tujuannya tidak lain dan tidak bukan adalah keuntungan materi semata. Terlebih lagi, negara dalam sistem kapitalisme hanya berfungsi sebagai regulator dan fasilitator kepentingan para korporat.

Para kapitalis dengan leluasa mengeruk sumber daya alam, tanpa peduli dengan kerusakan yang akan terjadi nanti. Dimana kerusakannya pasti berimbas kepada masyarakat sekitar. Bencanapun datang di sebabkan ulah tangan manusia. Apalagi jika ada sisa operasional yang terkategori limbah, dan awalnya masuk kategori B3, lantas dihapus hanya karena masih bisa di manfaatkan, ini adalah sebuah kesalahan. Mementingkan nilai ekonomi tapi mengorbankan masyarakat yang tidak tahu apa-apa.

Jauh berbeda dengan negara pada sistem islam. Negara dalam Islam bertujuan melindungi dan memelihara jiwa, akal, harta, agama, nasab, dan keamanan. Karena itu, seluruh politik perindustrian akan disinergikan mewujudkan tujuan tersebut, yaitu merealisasikan kemanfaatan untuk umat manusia (mashâlih al-‘ibâd), baik urusan dunia maupun urusan akhirat mereka.

Negara dalam sistem islam tidak pernah mengorbankan keselamatan umatnya hanya demi materi semata. Jika kepemilikannya milik umum, negaralah yang menjadi pengelolanya. Negara pula yang mengatur pengelolaan limbahnya sehingga dipastikan semua tidak menyebabkan kemudharatan bagi semua mahluk hidup. Karena islam adalah rahmatan lil”alamin.

“Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh manusia” (QS. Al Anbiya: 107)

“Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang.” (QS Al-Maidah: 48).

Inilah saatnya kaum muslim menyadari bahwa Islam mempunyai seperangkat aturan yang sempurna, mengatur seluruh aspek kehidupan. Maka sudah selayaknya kaum muslim berupaya agar bisa kembali menerapkan aturan ini dengan sempurna dan menyeluruh dalam bingkai Khilafah.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 3

Comment here