Ramainya kabar soal Aisha Wedding telah memicu fenomena gunung es di Indonesia mengenai perkawinan di bawah umur atau pernikahan dini.
Sejatinya, pernikahan di Indonesia telah ditentukan batas bawah usianya baik perempuan dan laki-laki pada UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan. Namun, fenomena pernikahan dini itu masih terjadi dengan syarat ada dispensasi atau keringanan berkaitan dengan adat dan keyakinan atau agama. (Cnn Indonesia 13/02/2021 )
Sekitar 64.000 anak perempuan Indonesia di bawah umur dikawinkan pada masa pandemi tahun 2020 lalu, menurut data Komnas Perempuan. UU Perkawinan telah direvisi, tapi masih ada ‘celah’ yang memungkinkan pernikahan warga di bawah 19 tahun. Kementerian PPPA ajak kerja sama sejumlah kementerian lain. (Voa 11/03/2021)
Kembali ramai di media sosial terkait pro-kontra pernikahan dini yang dikampanyaken oleh Aisha Wedding. Salah satu jasa pernikahan yang membuat geger publik terkait konten yang disampaikan. Terlepas apa motif yang melatarbelakangi, bahwa isu ini bergulir dan menjadi panjang persoalannya. Memang isu ini nadanya provokatif dan tidak ada landasan hukumnya.
Revisi UU perkawinan anak yang sebelumnya di usia 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk laki-laki kini dinaikkan batas usia nikah menjadi 19 tahun baik laki-laki maupun perempuan. Upaya pemerintah dan kelompok liberal atau pegiat gender dalam mencegah atau stop pernikahan dini.
Mereka mengganggap bahwa persoalan muncul seperti KDRT, Perceraian, dan lain sebagainya buah dari pernikahan dini. Seolah-olah pernikahan dinilah menjadi biang masalahnya. Maka tak bisa dipungkiri bahwa menggangap syraiat Islam biang masalah. Syariat Islam menjadi momok yg harus diberangus sampai akar-akarnya.
Negara seharusnya lebih memfokuskan kepada hal yang akan merusak anak yakni pergaulan bebas yang kebablasan. Sebetulnya itu masalah urgen yang harus di tangani oleh pemerintah bukan malah melarang pernikahan dini. Sungguh aneh, ketika pernikahan dini yang halal dilarang, sementara pergaulan bebas yg dilarang malah dibiarkan.
Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh orang yang masih muda. Sebetulnya masalah itu tidak hanya menimpa pernikahan dini, akan tetapi pernikahan dewasa juga akan mengalami hal tersebut. Hal ini terjadi jika tidak dipersiapkan dengan sebaik-baiknya termasuk persiapan ilmu yang mumpuni baik bagi calon suami atau istri. Bagaimana menjadi seorang pemimpin, ayah, suami begitupun istri bagaiamana menjadi istri yang baik, ummu warobatul bait, dan ummu madrasatul ulla. Selain itu, persiapan finansial atau materi, suami harus mampu memberi nafkah. Ketiga, persiapan fisik dan mental.
Bila persiapan sebelum menikah telah dilakukan dengan matang, maka usia bukanlah menjadi persoalan. Selain itu juga negara memberikan fasilitas pendidikan memberikan kurikulum dan membina pemuda agar siap menjalani pernikahan. Aspek ekonomi yang membuka lapangan kerja selebar-lebarnya. Aspek pergaulan akan menjaga pemuda dari kemaksiatan karena mngetahui batas-batas dalam hubungan yang bukan mahram. Aspek hukum negara akan menerapkan sanksi yang akan membuat jera sehingga kemaksiatan tidak akan terjadi.
Kedua belah pihak sudah siap, lingkungan siap dan negara sudah siap maka menjalani kehidupan pernikahan harmonis dan sakinah mawadhah warohmah akan terwujud.
Maka yang perlu dibenahi adalah aturan yang diterapkan sekulerisme-liberalisme yang jelas-jelas biang masalahnya. Mencampakan dan mengganti dengan aturan yang benar yakni diterapkannya Islam secara totalitas.
Wallohu a’lam bishowab.
Susilawati
Kota Banjar
Views: 1
Comment here