Bahasa dan SastraCerbung

I’m A Journalist (Episode Terakhir)

blank
Bagikan di media sosialmu

By: Grizelle

Part 12
From Heart to Heart

PoV Alex

“Kecewa? Iya, aku kecewa dengan sikap Sherly. Aku sudah melarangnya untuk masuk kantor, tapi laranganku tak diindahkan olehnya. Pagi-pagi sudah menampakkan gurat wajah yang sendu. Hmmm … Apa dia cemburu?” Alex duduk di belakang Pak Wingky yang sedang melajukan roda empatnya. Sepanjang perjalanan dari rumah hingga menuju perbatasan kota pikiran Alex terpusat pada istrinya.

“Mungkin saja aku yang terlalu berharap dia jatuh cinta padaku. Bukankah dia lebih mencintai pekerjaannya? Dia saja berharap pernikahan kami hanya berlangsung setahun saja. Not more.” Alex menepis harapannya.

“Dia cantik dan menggemaskan. Entah kenapa kadang saat bersamanya aksi konyolku bisa muncul tiba-tiba. Aku ingin terus menjahilinya. Saat cerewetnya keluar, justru hal itu yang menarik bagiku. Aku benar-benar gemas melihatnya.” Pikiran Alex masih berkelana di angkasa. Lagi-lagi dirinya tersenyum mengingat tingkah polah dirinya dan sang istri.

“Sesudah sholat Isya’, tidak ada kabar apapun dari Sherly, maka dari itu kuputuskan untuk melihat keberadaannya lewat alat pelacak yang telah terpasang di cincinnya. Aku sengaja memasangnya karena khawatir padanya. Dia termasuk jurnalis perempuan yang pemberani. Berbagai tulisannya banyak menyoroti kebijakan-kebijakan yang tidak pro rakyat. Jiwanya selalu bergejolak tatkala ada ketidakadilan maupun pengkhianatan ada di depan mata. Dia tidak pernah merasa gentar sedikitpun bahwa dampak dari tulisannya itu akan ada pihak-pihak tertentu yang tidak suka padanya. Bahkan, nyawanya pun bisa melayang.”

“Meski demikian, ada hal-hal yang perlu kuperbaiki. Beberapa pemikirannya, masih tak senafas dengan Islam. Bahkan, solusi yang dia tawarkan masih belum mampu menuntaskan permasalahan hingga akar-akarnya. Semoga Allah memberikan kemudahan padaku untuk mengajaknya belajar agama. Ini adalah tugasku sebagai imam baginya. Aku berharap diriku dan dirinya bisa melangkah bersama dalam satu visi-misi yang sama ‘tuk meraih ridlo-Nya.”
***

“Kenapa kamu diam saja? Bukankah seharusnya kamu meminta maaf pada suamimu ini?” goda Alex pada istrinya.

“Kenapa aku harus meminta maaf? Memangnya aku salah apa?” jawab Sherly dengan nada jutek.

“Bukankah Sofia sudah mengatakan padamu apa yang seharusnya kamu lakukan saat kamu bertemu suamimu? Apa kamu sudah melupakannya, honey?”

“Kamu menguping?”

“Aku tak sengaja mendengarnya.”

“Kenapa kamu seperti sedang memendam amarah? Apakah ini masih ada hubungannya dengan Andini? Apa itu tandanya kamu cemburu?”

Mobil yang dikemudikan oleh Pak Wingky menyibak kegelapan malam. Sungguh malam panjang yang melelahkan setelah diwarnai drama penculikan Sherly dan sahabatnya. Sofia memutuskan pulang bersama si Bos. Sebenarnya Alex sudah menawarinya tumpangan, namun perempuan yang masih setia menjomlo itu memilih pulang bersama si Bos. Sofia mengatakan tidak akan terjadi apa-apa antara dirinya dengan si Bos. Mereka akan baik-baik saja. Mereka tidak akan melakukan sesuatu yang di luar batas norma kesusilaan. Alex menawarinya kembali untuk yang kedua kalinya, namun sahabat Sherly itu masih tetap saja menolak tawarannya. Padahal, alasan Alex memberikan tumpangan adalah supaya keduanya tidak dalam kendaraan yang sama karena keduanya bukanlah mahram. Alhasil, mobil Sedan itu hanya mengangkut satu sopir dan dua penumpang yang tengah melakukan perbincangan serius di bagian belakang sopir.

Sherly tidak merespon beberapa pertanyaan yang diajukan oleh Alex. Hatinya bergejolak kembali. Dia pun bingung dengan perasaannya. Sejak awal pernikahan jelas-jelas dia yang selalu berupaya melakukan penolakan akan kehadiran orang yang sedang duduk di sampingnya, tapi kini kenapa dirinya dihinggapi amarah yang tidak jelas. Mendengar kata ‘Andini’ membuat telinganya memerah.

“Sher, kau tidak perlu cemburu pada Andini. Memang benar, dia pernah mengisi hatiku. Tapi, nama itu sudah tidak terukir lagi di dalam dada ini. Seorang perempuan cantik yang sudah ku nikahi beberapa waktu lalu telah berhasil mencurinya. Entahlah, kami tak pernah saling mengenal sebelumnya, akan tetapi aku merasa sangat nyaman saat bersamanya. Hmmm, mungkin ini yang namanya cinta. Aku telah jatuh cinta pada pasangan halalku.”

Byurrrrr… Serasa tertimpa bunga setaman yang menebarkan bau harum. Hati Sherly berbunga-bunga. Rona wajahnya memerah. Dirinya menjadi salah tingkah. Sementara Alex, menikmati tingkah polah lucu istrinya. Alex yakin istrinya itu pasti sedang salah tingkah akibat ucapannya.

“Tapi, kamu kemarin memikirkannya bukan? Bahkan, kamu lama sekali memandangi nomer ponselnya di gawaimu.”

“Oh, maafkan aku jika hal tersebut telah membuatmu salah paham. Aku hanya sedang merenung saja. Terkadang kita salah paham terhadap sikap seseorang. Apalagi, jikap tidak mau melakukan tabayyun. Begitu pula dengan diriku. Aku merasa kecewa saat Andini lebih memilih hidup bersama laki-laki itu. Untung saja, undangan pernikahan belum sempat disebar. Kamu tahu, betapa bodohnya diriku. Aku tidak pernah menanyakan kepadanya alasan dia meninggalkanku. Aku baru mengetahuinya saat kajian ekonomi yang kita hadiri kemarin. Kebetulan suaminya duduk di sampingku. Suaminya menyampaikan permohonan maaf dan memberikan penjelasan kepadaku. Mungkin Andini yang memintanya melakukan hal itu.”

“Lalu, bagaimana kelanjutan ceritanya?” tanya Sherly pada Alex dengan segudang penasaran.

“Malam itu sahabatnya menelepon dirinya untuk mengantarkannya ke rumah sakit terdekat karena suaminya masih berada di luar kota. Sahabatnya itu jatuh di kamar mandi dan mengalami pendarahan. Dengan susah payah dirinya bangun dan mengambil gawainya, lalu menghubungi Andini. Andini bersegera ke tempat sahabatnya dan membawanya ke rumah sakit. Sahabatnya mengalami kontraksi dan pendarahan hebat, padahal usia kandungannya baru memasuki 8 bulan. Oleh karenanya, pihak rumah sakit mengambil tindakan segera dengan melakukan operasi caesar. Singkat cerita, sang ibu tidak tertolong, sementara sang bayi alhamdulillah berhasil dilahirkan dengan selamat. Sebelum kepergian sahabatnya, sahabatnya itu meminta Andini untuk merawatnya dan menjadi ibu sambung untuk putrinya.”

Sherly menyeka air matanya yang mengalir tanpa permisi di kedua pipinya. “Kasian anak itu. Sejak bayi sudah menjadi piatu. Kalau aku berada di posisi Andini, mungkin aku pun akan melakukan hal yang sama. Hatiku tak akan tega melihat bayi semanis itu tanpa kasih sayang seorang ibu. Semoga Allah selalu melindungi anak itu. Aamiin.”

“Lalu, kapan kamu akan memberiku keturunan? Aku juga ingin segera menimang seorang bayi yang lucu dan menggemaskan seperti ibunya.”

“Alex?!!! Lihat, ada Pak Wingky! Pasti beliau ikut mendengarkan percakapan kita. Apa kamu tidak punya rasa malu sedikitpun?”

“Hmmm … Kenapa harus malu? Itu, lihat! Aku sudah memasang dinding pemisah berupa lapisan kaca bening. Kita bisa melihat Pak Wingky, akan tetapi Pak Wingky tidak bisa melihat dan mendengar apapun yang sedang kita perbincangkan. Kecuali, jika dinding pemisah itu diturunkan.”

“Sejak kapan kamu melakukannya?”

“Sejak tadi saat kita naik ke dalam mobil dan duduk manis di sini.”

“Oh. Lalu, kenapa kamu bisa memiliki ide gila memasang alat pelacak di cincinku? Apa kamu takut aku akan kabur darimu?”

“Tentu saja. Sudah terbukti, bukan? Istriku hendak pergi shopping tanpa izin terlebih dahulu padaku. Bukankah itu sama dengan kabur?” Tiba-tiba Alex memeluk tubuh Sherly dengan penuh kasih sayang. “Sher, berjanjilah. Jangan lakukan hal seperti itu lagi. Aku cemas memikirkanmu.”

“Aku, Aku minta maaf, Alex.” Akhirnya kalimat permintaan maaf keluar juga dari lisan Sherly.

“Of course. I won’t hate you because I love you.”

Byurrrrr… Sekali lagi hati Sherly dipenuhi aneka warna bunga yang indah dan harum mewangi. Entah apa yang harus dia lakukan untuk melukiskan rasa bahagianya. Kini, dirinya menyadari bahwa Alex adalah seorang suami yang penuh pengertian sekaligus perhatian kepadanya.

Alex, thank you and please forgive me for all of my mistakes.”

“Oke, don’t mention it again. Starting now we open our new life. I want to be with you until jannah. Do you want it?”

“Yes, I do. I love you too.”

***

“Bapak Agung Prayikno, akhirnya kami berhasil menemukan anda di sini. Sudah lama kami mencari keberadaan anda. Menyerahlah, Pak! Tempat ini sudah kami kepung.”

Terdapat sejumlah anggota kepolisian yang telah menyergap kawasan tersebut. Mereka bergerak dengan sangat manis, sehingga Pak Agung Prayikno dan kawanan anak buahnya tidak menyadari kehadiran mereka.

Agung Prayikno yang semula bersikap pongah, kini menjadi tak berdaya. Upayanya untuk melarikan dari jeratan hukum telah gagal total. Gegara seorang jurnalis. Kini, dia harus menanggung akibatnya. Berurusan dengan jurnalis bukanlah perkara sepele. Jika tidak berhati-hati, maka berujung bui.

Tamat

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 3

Comment here