Oleh: Falda Syaheeda
Wacana-edukasi.com — Dikutip dari harian Israel, Yedioth Ahronoth pada Rabu (17/3), Menteri Intelijen Israel, Eli Cohen memperkirakan tiga negara Arab dan satu negara Afrika akan segera menandatangani kesepakatan damai dengan Israel. Ia menegaskan bahwa negara yang paling dekat untuk menandatangani kesepakatan normalisasi dengan Israel adalah Arab Saudi, Oman, Qatar dan Niger. Setelah Israel menjalin hubungan formal dengan UEA-Bahrain yang dimediasi AS pada September 2020, kemudian diikuti oleh Sudan dan Maroko.
Senada dengan hal tersebut, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu juga mengatakan kepada Radio Angkatan Darat Israel, empat negara lagi akan menandatangani kesepakatan normalisasi dengan Israel. Isu normalisasi tersebut digunakan Netanyahu untuk meraih simpatik mengeruk kemenangan saat pemilu Israel pada 23 Maret mendatang. Walaupun Menteri Luar Negeri UEA, Anwar Gargash menyanggah bahwa kesepakatan normalisasi hubungan UEA dengan Israel bukan untuk ikut campur dalam pemilihan umum sebagaimana dilansir Aljazirah, Jumat (19/3). Hal tersebut juga membuat Putra Mahkota UEA Sheikh Mohammed bin Zayed Al Nahyan (MBZ) marah karena Netanyahu mengeksploitasi kesepakatan normalisasi UEA- Israel dengan mengklaim secara terbuka dalam kampanyenya, bahwa MBZ telah meyakinkan Israel untuk melakukan investasi langsung senilai 10 miliar dolar AS, seperti yang diberitakan dalam Surat kabar Israel Haaretz. Sebagaimana juga yang disiarkan oleh saluran televisi Israel, Kan, UEA tidak ingin menjadi bagian dari kampanye Netanyahu dalam pemilihan umum.
Menurut Syekh ‘Atha’ Abu ar-Rasytah, Negara-negara tersebut semakin menurunkan derajat mereka dengan bergegas menuju normalisasi dengan Israel sebagai entitas Yahudi, bahkan tanpa Yahudi menarik diri dari apa pun. Sebagian mereka melakukan kejahatan normalisasi dari balik tirai. Sebagian lagi melakukannya secara terbuka siang dan malam. Setelah penguasa Mesir memimpin normalisasi sebagai jalan yang hina dan rendah, menyusul PLO dan para penguasa Yordania, lalu Emirat, Bahrain, Sudan, dan Maroko.
Sementara, para penguasa Saudi “berdiri di pinggir jalan” sambil “melambaikan tangan” kepada negara-negara itu, menunjukkan penguasa Saudi ada di belakang mereka dan tidak tertinggal. Demikianlah, mereka bersegera melakukan kejahatan tanpa ada rasa malu yang menyelimuti mereka dari kepala hingga telapak kaki mereka. Sebagaimana Allah berfirman, “Orang-orang yang berdosa nanti akan ditimpa kehinaan di sisi Allah dan siksa yang keras disebabkan mereka selalu membuat tipu daya.” (QS al-An’am [6]: 124)
Presiden Palestina Mahmoud Abbas jelas menganggap normalisasi dengan Israel sebagai pengkhianatan terhadap perjuangan Palestina untuk merdeka. Hamas, Jihad Islam, serta Front Rakyat untuk Pembebasan Palestina (PFLP) mengecam keputusan itu karena hanya membuat Israel semakin bersikap agresif terhadap penduduk Palestina dan semakin giat memperluas pemukiman.
Negeri-negeri muslim itu kian buta untuk memetakan siapa sesungguhnya lawan mereka. Padahal, mereka sedang dipermainkan AS untuk membayar utangnya pada Israel sekaligus mewadahi mereka untuk melawan Iran, saudara sendiri. Maroko dan negara Teluk lainnya dipaksa mendukung Arab Saudi –antek utama AS di kawasan Arab- untuk melawan Teheran. Barat telah lama menjadikan konflik Sunni-Syiah untuk mengadu domba Saudi dan Iran.
Normalisasi Arab dengan Israel kian mengerucutkan tuduhan Iran bahwa Arab Saudi tidak memperhatikan nasib warga Palestina dan hanya mewakili kepentingan Barat. Tentu saja normalisasi itu haram, sekaligus kesia-sian bagi rakyat Palestina. Karena, beberapa pekan setelah penandatanganan Abraham Accord, Israel menyetujui pembangunan hampir lima ribu perumahan baru di Tepi Barat (matamatapolitik.com).
Mengutip pernyataan Pratma Julia Sunjandari, Israel adalah kafir harbiy fi’lan, negara yang terang-terangan bertujuan memusnahkan bangsa Palestina, pemilik asli bumi Syams. Syekh Taqiyuddin An Nabhani dalam Kitab Asy Syakhshiyyah Islamiyyah jilid II menyampaikan bahwa negara kafir harbiy yang sedang berperang riil dengan kaum muslimin, tidak boleh diadakan perjanjian sebelum berdamai, dan tidak diberikan jaminan keamanan bagi rakyatnya kecuali mereka masuk Islam atau menjadi dzimmi.
Maka, jihad adalah jawaban atas kejahatan Israel, bukan menormalisasi hubungan. Sungguh konyol jika para penguasa Arab percaya Israel akan bersedia mundur dari rencana aneksasi tanah Palestina di Tepi Barat. Padahal Allah SWT telah menggambarkan tabiat Yahudi dalam Al-Qur’an sebagai kaum yang ingkar, tamak, pendengki, zalim, hingga gemar membunuh para Nabi.
Oleh karena itu, menuntaskan permasalahan Palestina atau menghentikan semua teror yang menimpa kaum muslimin hanya bisa dilakukan kekuasaan yang berani menerapkan jihad sebagai ajaran Islam, meneladani petunjuk Rasulullah saw., dan mencintai sesama muslim. Bukan negara budak kapitalisme yang mampu melakukannya, namun hanya Khilafah yang mampu menghentikan pengkhianatan semua penguasa dunia Islam sekaligus membebaskan semua tanah kaum muslimin.
Wallahu a’lam bishowab.
Views: 14
Comment here