Oleh : Ulfah Sari Sakti,S.Pi. (Jurnalis Muslimah Kendari)
Makna politik dalam Sistem Kapitalis-Sekuler dan Islam berbeda, yang mana pada Sistem Kapitalis-Sekuler, politik diartikan sebagai kekuasaan, sedangkan pada sistem Islam, politik (siyasah) diartikan sebagai pengurusan urusan umat.
Selain itu tujuan Sistem Kapitalis-Sekuler untuk mensejahterakan masyarakat, terkadang hanya sebatas slogan saja karena aktivtas kehidupan manusia lebih kepada materi saja, berbeda dengan Sistem Islam yang menstandarkan kehidupannya pada halal haram sesuai syariat.
Tidak heran pada sistem yang dianut oleh mayoritas negara di dunia ini, menimbulkan rasa enggan masyarakat, tidak terkecuali kaum muda (Milenial) untuk mempelajari bahkan mendalami politik. Karema bagi mereka politik itu kotor.
Dilansir dari Merdeka.Com (21/3/2021), Hasil Survei Indikator Politik Indonesia menunjukkan, sebanyak 64,7 persen anak muda menilai partai politik atau politisi di Indonesia tidak terlalu baik dalam mewakili aspirasi masyarakat.
Sebanyak 25,7 persen anak muda yang menilai para politisi sudah cukup baik mendengarkan aspirasi. “Sikap mereka tidak begitu yakin bahwa politisi mewakili aspirasi masyarakat,” kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi dalam rilis survei secara Daring, Minggu (21/3).
Hasil survei juga menunjukkan hanya 3 persen anak muda yang sangat percaya pada partai politik. Sebanyak 7 persen sama sekali tidak percaya. Sebanyak 54 persen anak muda masih percaya pada partai politik.
Tingkat kepercayaan anak muda lebih besar kepada TNI. Terlihat sebanyak 77 persen anak muda cukup percaya dengan TNI Bahkan 12 persen aanak muda sangat percaya pada TNI.
“Trust terhadap institusi secara umum tidak berbeda anak muda masih trust TNI, Presiden kemudian, Polisi, KPK, “ungkapnya.
Merespon hasil survey Indikator Politik Indonesia yang mengungkapkan kurangnya kepercayaan anak muda terhadap partai politik atau politikus, Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, menilai, tingginya ketidakpercayaan anak muda terhadap Parpol atau Politikus menjadi tantangan bagi partai saat ini, termasuk Partai Gerindra, untuk menyakinkan pentingnya kesadaran berpolitik.
“Kita harus bergerak untuk memastikan anak muda di Indonesia tahu atau sadar tentang politik, memberi pendidikan politik, dan tentu meningkatkan minat untuk terlibat,” ujar Rahayu.
Rahayu menilai, saatnya generasi muda ikut terlibat dalam perubahan agar aspirasinya terwakili yakni masuk dalam politik. Setidaknya, kata Rahayu, suara anak muda dapat memberikan warna dalam politik saat ini.
Rahayu juga meyakini, generasi muda saat ini bukan apatis terhadap politik meski memiliki kepercayaan yang rendah kepada politik. Ia juga mengungkapkan, ketidakpercayaan anak muda Indonesia terhadap Parpol maupun politikus seringkali disebabkan dengan oknum Parpol. Sebab, ia menyadari penilaian terhadap Parpol tidak terlepas dari kadernya yang melanggar hukum. (Republika.Co.Id/21/3/2021 .
Milenial dan Politik
Berbeda dengan Sistem Kapitalis-Sekuler, politik (Siyasah) dalam sistem Islam merupakan aktivitas pemimpin dalam mengurusi urusan umat, sehingga sebagai generasi pelanjut pembangunan, sudah seharusnya Kaum Milenial “melek” politik. Dengan “melek” politik tentunya Kaum Milenial kelak akan menjadi pemimpin yang taat syariat, yang juga berarti kesejahteraan dunia dan akhirat akan terwujud.
Pemimpin yang taat syariat pastinya akan menjalankan pilar-pilar politik Islam dalam pemerintahannya, yaitu kedaulatan di tangan syara dan kekuasaan milik umat.
Karena itu agama tidak boleh dipisahkan dari politik, seperti yang terjadi pada Sistem Kapitalis-Sekuler saat ini. Pemisahan agama dan politik menunjukkan kekhawatiran dan ketakutan penguasa atas kritikan terhadap kebijakan yang dibuat. Pada sistem ini juga sering terjadi agama dijadikan sebagai alat politik, utamanya saat pemilihan kepala daerah, kepala negara atau pun wakil rakyat di dewan.
Imam Al Ghazali berkata, “Sesungguhnya dunia adalah ladang bagi akhirat, tidaklah sempurna agama kecuali dengan dunia. Kekuasaan dan agama adalah saudara kembar ; agama merupakan fondasi dan penguasa adalah penjaganya. Apa saja yang tidak memiliki fondasi akan hancur, dan apa saja yang tidak memiliki penjaga akan hilang. Dan tidaklah sempurna kekuasaan dan hukum kecuali dengan adanya pemimpin”.
Pada saat sistem Islam masih tegak, banyak contoh generasi muda yang berperan penting bagi perkembangan Islam diantaranya Mush’ab bin Umair, yang mana pada musim haji, setahun setelah Bai’at Aqabah, dirinya berhasil mengantarkan 70 laki-laki dan perempuan Madinah untuk membaiat Rasulullah saw. Terdapat pula Ali bin Abi Thalib yang menggantikan Rasulullah saw di tempat tidur, ketika Rasulullah saw akan berhijrah ke Madinah.
Rangkaian fakta tersebut sekiranya dapat menyadarkan umat, tidak terkecuali Kaum Milenial untuk “melek”politik Islam. Semoga saja sistem Islam kembali tegak dan politik Islam dapat diterapkan.
Waallahu’alam bishowab.
Views: 54
Comment here