Opini

Millenial Wajib Melek Politik

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Damae Mafazaa

Istilah generasi milenial memang sedang akrab terdengar saat ini. Istilah tersebut berasal dari kata millennials yang diciptakan oleh dua pakar sejarah dan penulis Amerika, William Strauss dan Neil Howe dalam beberapa bukunya. Generasi ini umumnya ditandai dengan peningkatan penggunaan dan keakraban dengan komunikasi, media, dan teknologi digital. Menurut riset yang dilakukan oleh lembaga Alvara Research Center, generasi milenial menyimpan potensi besar untuk bisnis. Namun, masa Resesi Besar (The Great Recession) memiliki dampak yang besar pada generasi ini yang mengakibatkan tingkat pengangguran yang tinggi di kalangan anak muda, dan menimbulkan spekulasi tentang kemungkinan krisis sosial-ekonomi jangka panjang yang merusak generasi ini. Di sebagian besar belahan dunia, hal ini ditandai dengan peningkatan liberalisasi politik dan ekonomi, meskipun pengaruhnya masih diperdebatkan.

Menurut hasil survey Indikator Politik Indonesia, anak muda hari ini cenderung toleran dan mayoritasnya tidak keberatan jika penganut agama bukan Islam mengadakan acara keagamaan dan membangun tempat ibadah di sekitar mereka. Namun, dalam hal politik, masih banyak yang tidak toleran dan tergantung pada situasi tertentu. Adapun terhadap pernyataan tentang keistimewaan untuk Islam sebagai kelompok agama mayoritas, sebagian besar bersikap netral (antara setuju dan tidak setuju). Namun, lebih banyak anak muda yang cukup sering mempertimbangkan nilai agama ketika membuat keputusan penting bagi hidup (47,8 persen) dan 31.5 persen menjawab selalu/sangat sering.

Hasil survey tersebut cukup memberikan gambaran bagaimana karakter sebagian besar milenial hari ini. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh sistem kapitalisme yang diadopsi Indonesia saat ini. Kaum milenial ini, diakui atau tidak, adalah bentukan kapitalisme yang sekuler dan materialistis. Wajar bila kepedulian terhadap politik kurang begitu besar bahkan cenderung abai. Pasalnya, praktik politik saat ini adalah praktik politik yang sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Politikpun dianggap kotor dan penuh tipu muslihat sebagai sarana untuk mendapatkan kekuasaan. Berbagai peristiwa politik pun memberikan kesan buruk yang menyebabkan turunnya kepercayaan milienial pada aktivitas politik para politikus.

Adapun milenial yang terjun dalam dunia politik, terlihat seperti politikus karbitan yang kurang berkualitas dari sisi kemampuan analisis maupun solusi yang ditawarkan. Meskipun begitu, kelebihan kaum milenial terlihat dari kecepatan mereka dalam menyebarkan informasi dan mobilisasi massa terutama di dunia maya atau media sosial. Hanya saja, ketiadaan ideologi yang shahih menjadikan sebagian besarnya terjebak dalam realitas yang tercampur antara fakta dan hoax. Karena itulah sikap antipati terhadap politik menjadi salah satu karakter sebagian besar kaum milenial saat ini, meskipun tidak semuanya seperti itu.

Cara pandang politik kaum milenial saat ini, sangat berbeda dengan cara pandang Islam terhadap politik. Politik menurut makna istilah adalah pengurusan urusan umat. Sementara politik islam adalah bagaimana mengatur urusan umat dengan aturan islam. Dari sini, terlihat jelas perbedaan pembentukan karakter kaum milenial antara kapitalisme dengan islam. Mengambil peran politik dalam Islam adalah aktivitas yang mulia. Karena itulah, Islam menghasilkan generasi yang bangga dengan politik.

Selain itu, kaum milenial yang merupakan para pemuda, memiliki posisi yang istimewa dalam Islam. Nabi Muhammad SAW sangat mencintai para pemuda dan menghargai keberadaan mereka. Sebab, di tangan para pemudalah perubahan itu bermula. Sebut saja para sahabat yang menjadi pengikut Nabi di masa awal kenabian, sebagian besarnya adalah para pemuda. Meskipun rata-rata usianya terbilang masih muda, namun mereka mampu melakukan hal-hal yang luar biasa. Bahkan, terkadang terkesan di luar nalar bagi pemuda generasi milenial zaman now. Mereka ikut andil dalam dakwah dan jihad. Ikut serta dalam berbagai penaklukan dan peperangan hingga menghadapi Negara adidaya, Persia dan Romawi.

Tercatat dalam sejarah, nama besar Muhammad Al-Fatih yang saat usianya berkisar 21-23 tahun. Pemuda belia yang juga seorang Sulthan ini merupakan salah satu pemuda luar biasa yang berhasil menaklukan kota Konstantinopel di Romawi Bizantium. Dirinya bersama dengan pasukan khusus yang juga terdiri dari pemuda-pemuda belia seusianya menjadi orang-orang yang mewujudkan bisyarah Nabi tentang penaklukan konstantinopel.

Apabila kita cermati, Muhammad Al Fatih adalah sosok yang sangat bertakwa dan cerdas. Ia tidak pernah meninggalkan sholat tahajud sepanjang hidupnya. Cita-cita besar yang muncul dari dorongan keimanan-lah yang membuatnya yakin untuk menaklukan konstantinopel. Meskipun menuai kegagalan demi kegagalan karena pertahanan kota konstantinopel yang sangat kuat, keyakinannya terhadap janji Allah membuatnya tidak mudah berputus asa. Hingga akhirnya, konstantinopel berhasil ditaklukkan dengan memindahkan kapal-kapal perangnya melalui pegunungan dengan medan yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.

Apa yang dilakukan Muhammad Al-Fatih dalam mewujudkan cita-citanya tidaklah mustahil untuk ditiru. Pemahaman yang baik tentang akidah, kecerdasan dalam berpolitik dan kemampuan merancang strategi merupakan hasil bentukan dari penerapan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Hasilnya, semangat juang yang tinggi lagi politis terlihat jelas dari generasi Islam saat itu.

Sebagaimana Muhammad Al Fatih, kaum milenial hari ini sangat mungkin memiliki kemampuan yang sama, cerdas dan bertaqwa. Namun, kecerdasan dan ketaqwaan itu tidaklah diraih dengan rebahan. Akan tetapi, melalui proses belajar untuk memahami akidah dan tsaqofah-tsaqofah Islam lainnya, agar mampu membaca peta politik dan merancang strategi yang detil untuk melakukan perubahan dalam rangka melanjutkan kembali kehidupan Islam di bawah naungan Khilafah.

Sebagai generasi muslim, sudah sepatutnya kita bangga dengan agama kita. Sudah sewajarnya pula bila kitapun terlibat dalam politik sebagaimana politik yang contohkan oleh baginda Nabi Muhammad SAW. Bukan malah bersikap acuh bahkan cuek dalam urusan politik maupun bernegara.

Wallahu a’lam

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 11

Comment here