Oleh : Andi Putri Marissa
(Praktisi Pendidikan dan Aktivis Muslimah)
Bulan Ramadhan tiba hanya tinggal menunggu hari saja. Kehadirannya sudah siap disambut oleh kaum muslim. Segala hal akan dikondisikan agar ramadhan bisa khidmat beribadah. Tak ketinggalan tayangan-tayangan di televisi pun ikut mengabsenkan diri dari tayangan yang menganggu iman. Sebagaimana yang tertulis dalam Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Siaran Pada Bulan Ramadhan. KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) sudah mewanti-wanti siaran pertelevisian di Indonesia untuk menjaga tayangannya agar tidak menggangu nilai-nilai agama dalam pelaksanaan ibadah pada bulan Ramadhan, deskjabar.pikiran-rakyat.com, (24/03/2021).
KPI menyebutkan pelarangan siaran yang berisi adegan pelukan hingga yang berkaitan dengan LGBT, bahkan penyiar dilarang untuk memperlihatkan gerak tubuh yang berasosiasi erotis, sensual, cabul dilansir dari tirto.id, (20/03/2021). Mungkin sudah menjadi santapan publik setiap harinya tayangan mengusik keimanan. Dari perihal menggosipkan kehidupan pribadi artis tertentu, padahal kita paham larangan atas mengibahi seseorang terlebih lagi bisa jadi apa yang disampaikan tidak benar maka jatuhnya fitnah.
Belum lagi, sinetron yang melenakan dan menggambarkan bagaimana kehidupan liberal jauh dari ajaran Islam. Kehidupan remaja sibuk dengan masa pacarannya, kehidupan rumah tangga yang kerap dihiasi dengan perselingkuhan. Tayangan komedi yang mengundang banyak tawa namun tak sedikit menggunakan kata kasar bahkan melecehkan. Ya, sekali lagi itu semua tak menjadikan iman terjaga.
Sejatinya, itu salah satu upaya yang dilakukan KPI dalam menjaga kondusifitas selama bulan Ramadhan, sebab kita tahu betul bagaimana kondisi tayangan diluar bulan tersebut. Takjub, selama bulan Ramadhan segala tayangan benar-benar menjaga pandangan kita, menjaga keimanan kita, baik dari tayangan sinetron, komedi, musik dan lain-lain seakan mensuasanakan keimanan dan ketaqwaan, masyaaAllah. Inilah salah satu yang dirindukan pada bulan Ramadhan, suasana yang senantiasa terjaga dari perihal maksiat dan dosa. Namun, cukupkah hanya dengan menjaga tayangan saja? Lalu bagaimana dengan bulan-bulan lain, haruskan dibiarkan begitu saja?
Menjaga keimanan tidaklah cukup jika hanya mensuasanakan tayangan yang Islami. Sebab perihal mendasar untuk mengubah seseorang adalah pemahamannya yang akan membawa kepada kekuatan memegang keimanan. Ketaqwaan seseorang diperoleh ketika benar-benar memahami makna pemikiran rukun iman, memahami dan sadar konsekuensi dari melakukan serta meninggalkan suatu perbuatan yang akan berbalaskan pada surga atau neraka. Ini semua akan mampu tercipta ketika sudah memahami islam dengan benar, melalui proses berfikir dengan memaksimalkan potensi akal yang Allah berikan.
Maka butuh untuk mengenal islam dengan benar secara keseluruhan, sehingga mampu menjadi benteng ketika dihadapkan pada suatu masalah. Namun setaqwa-taqwanya seseorang, ia tetap akan luput dari kesalahan. Maka butuh peran masyarakat untuk melakukan kontrol antar sesama manusia, saling mengingatkan dan menjaga agar senantiasa selalu berada dijalan yang benar. Sebagaimana Allah berfirman dalam surah Al-Ashr ayat 1-3, yang artinya “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang berimanan dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”.
Adanya individu yang bertaqwa juga masyarakat yang senantiasa melakukan amar ma’ruf nahi mungkar, juga butuh diperkuat dengan penerapan hukum islam ditengah kehidupan bermasyarakat. Sehingga tayangan yang menganggu keimanan dan kekhusyu’an beribadah akan ditiadakan disetiap bulannya, bukan hanya pada bulan Ramadhan saja. Ulama salaf sering berpesan, kun Rabbaniyyan, wala takun sya’baniyyan wala Ramadhaniyyan (jadilah kalian hamba-hamba Allah yang Rabbani, bukan menjadi hamba-hamba bulan Syaban atau Ramadhan). Artinya, jika ingin taat menghamba kepada Allah SWT, jangan hanya di bulan Ramadhan saja, tetapi terus istiqamah menjaga ketaatan tersebut di sepanjang bulan yang lain.
Adanya peran negara yang menerapkan hukum islam secara kaffah (keseluruhan) agar tercipta suasana keimanan yang menyeluruh pula ditengah-tengah masyarakat. Sebab wewenang penerapan hukum islam adalah negara, bukan pada individu ataupun masyarakat. Misal saja perkara media masa, maka negara akan menerapkan aturan yang ketat disetiap bulannya agar tidak ada tayangan yang akan menggerus keimanan. Sebab dalam Islam memiliki sistem yang mengatur penyiaran.
Ada beberapa etika yaitu, siaran hendaknya mengandung nilai pendidikan yang baik, mendorong manusia untuk maju, hidup sesuai dengan ajaran Islam, menyampaikan berita/informasi yang benar, yang bersih dari penipuan dan kebohongan. Berisi peringatan agar pemirsa tidak melakukan perbuatan tercela atau melanggar hukum syariat. Tidak melakukan fitnah, baik secara ucapan, tulisan, atau gambar yang merugikan kehormatan orang lain. Dilarang membuka atau menyiarkan aib orang lain, kecuali untuk mengungkap kezaliman. Juga dilarang mengandung adanya mengadu domba antara seseorang atau sekelompok orang dengan orang atau kelompok lain karena dapat menimbulkan perpecahan di tengah umat. Dan terakhir menyuruh berbuat baik dan mencegah dari perbuatan mungkar.
Maka Jaga iman tidak hanya menjaga tayangannya saja terlebih hanya dilakukan pada bulan tertentu seperti bulan Ramadhan. Butuh keseriusan untuk membangun suasana keimanan sehingga terjaga umat untuk menjalankan ibadahnya dengan sempurna dan menyerluruh. Semua itu butuh peran individu, masyarakat dan negara untuk mewujudkannya dengan kembali kepada aturan islam yang sempurna dan menyeluruh.
Wallahu a’lam bishowab.
Views: 48
Comment here