Wacana-edukasi.com — Isu radikalisme kembali mencuat pasca ledakan bom di depan Gereja Katedral Makassar, Minggu (28/3/2021), yang membuat gempar masyarakat di Indonesia. Berita ini otomatis menjadi tagline hampir di sebagian besar portal online dan pertelevisian.
Belum kering duka yang diarahkan kepada umat Islam sebagai tersangka. Kasus serupa tiba-tiba terjadi di Markas Besar Polri di Jl Trunojoyo, Jakarta Selatan, dilansir dari detik.com, Rabu (31/3/2021). Seorang perempuan tak dikenal masuk ke Mabes Polri, menodongkan senjata api, hingga akhirnya ditembak mati di lokasi.
Kasus ledakan bom Katedral Makassar dan penyerangan Mabes Polri bak sinetron lama yang coba kembali ditayangkan. Tidak hanya berhenti pada isu radikalisme, tetapi kasus ini turut serta menjadi daya tarik tersendiri bagi pegiat feminisme. Sebab dari beberapa kejadian tersebut melibatkan perempuan.
Keterlibatan perempuan yang disinyalir ikut terlibat dalam aksi terorisme dimanfaatkan oleh pejuang gender untuk kembali memojokkan Islam. Ajaran Islam misalnya kerudung, jilbab, dan cadar dianggap mendiskreditkan perempuan, terlalu banyak memberikan tekanan baik di ruang domestik dan publik. Sehingga perempuan tidak bisa bebas menentukan pilihan.
Stereotip bahwa perempuan hanya berperan sebagai pemeran pendukung dan memiliki ketidakberdayaan dibangun jauh-jauh hari. Bahkan perempuan lebih rentan terpapar radikalisme menurut hasil riset @bnptri di tahun 2020, menyatakan perempuan paling potensial terpapar radikalisme karena mudah mendapat pengaruh dari sekitar.
Kalaupun ada kasus perempuan yang terlibat aktif dalam aksi kekerasan, sosoknya digambarkan lebih militan, seperti monster bahkan memiliki gangguan kejiwaan, (theconversation.com)
Asumsi-asumsi tak berdasar ini akhirnya menggiring pada penisbatan terorisme bersembunyi di balik cadar dan kerudung. Tentu merupakan tuduhan keji yang dialamatkan kepada Islam.
Perempuan berada pada fase yang kelam hari ini akibat sistem sekuler kapitalisme yang menanggalkan Islam sebagai aturan yang datang untuk memuliakan perempuan. Ide kesetaraan gender justru datang untuk memperkeruh kedudukan perempuan setara dengan laki-lagi, melanggar kodratnya sebagai wanita seperti hamil, menyusui, dan haid. Secara tenaga lebih lemah ketimbang laki-laki.
Kapitalisme hadir mengeksploitasi perempuan habis-habisan sebagai komoditi untuk mereguk keuntungan. Mengeluarkan posisinya yang mulia dari ranah ia sebagai ibu dan madrasah pertama bagi anak-anaknya. Sehingga salah besar apabila Islam dijadikan kambing hitam.
Sebab Islam memandang wanita dan lelaki sebagai satu kasatuan. Islam menjamin hak-hak wanita sebagai manusia, yaitu dilindungi kehormatannya, akal, harta, nyawa, agama, keselamatan, pendidikan, kesehatan, dan kebajikan, termasuk hak-hak politik mereka.
Oleh karena itu mengaitkan pelibatan terorisme dan perempuan adalah upaya sesat para pemuja feminisme semakin menjauhkan kemuliaan perempuan dari Islam menuju jurang kehancuran.
Jalan satu-satunya membongkar logika rusak mereka dengan terus melakukan aktivitas penyadaran pemikiran di tengah-tengah umat tanpa kenal lelah. Seperti yang pernah dilakukan Rasulullah SAW saat berdakwah di Makkah hingga Madinah Al Munawwarah akan kebutuhan umat pada khilafah yang mulia. Sistem Islam yang akan menjaga dan melindungi kehormatan tak hanya kaum perempuan tetapi seluruh umat di dunia.
Mia Annisa — Bekasi
Views: 1
Comment here