Opini

Larangan Pasar Tumpah di Masa Pandemi, Efektifkah?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Bunda Dee

(Ibu Rumah Tangga, Member AMK)

Wacanaedukasi.com — Marhaban ya Ramadan. Tidak terasa sudah dua kali Ramadan kita lalui di tengah pandemi Covid-19. Berbagai upaya sudah dilakukan agar pandemi tidak berlarut-larut, tetapi fakta yang ada bukannya korban Covid-19 semakin berkurang dan menghilang, tetapi justru lonjakannya semakin naik. Salah satu cara yang diberlakukan pemerintah dalam rangka memutuskan rangkaian Covid-19 yaitu dengan memberlakukan protokoler kesehatan yang cukup ketat. Razia masker, larangan berkerumun, sampai pelarangan mudik saat hari raya.

Pasar Tumpah Saat Ramadan

Fenomena yang kerap ada di bulan Ramadan adalah banyaknya pedagang dadakan menjelang berbuka puasa. Setiap Ramadan tiba sudah pasti ada pasar kaget atau pasar tumpah di lingkungan sekitar. Para penjual takjil memadati pinggiran jalan dengan menjajakan dagangannya, mulai dari makanan tradisional sampai makanan kekinian siap disantap saat berbuka.

Bagi masyarakat sekitar pasar tumpah atau pasar kaget bisa dijadikan tempat untuk menunggu waktu berbuka atau ngabuburit. Biasanya keberadaan pasar ini langsung dipadati pengunjung yang hendak mencari makanan untuk berbuka puasa. Atau sekedar melihat-lihat barang yang dijual. Sementara bagi pedagang, pasar tumpah ini merupakan kesempatan baik untuk menambah pundi rupiah.

Larangan Pasar Tumpah Saat Pandemi

Pasar tumpah bukan hal yang baru bagi masyarakat Indonesia, tidak terkecuali di Kabupaten Bandung. Sebelum Ramadan pasar tumpah beroperasi seminggu sekali. Namun rupanya kebiasaan ini membuat khawatir Tim Gugus Tugas Kabupaten Bandung.

Dikutip dari Radarbandung.id, Soreang, 7 April 2021. Meski belum ada larangan dari pemerintah, tetapi Tim Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten Bandung mengimbau para pedagang untuk tidak menggelar pasar tumpah atau biasa disebut pasar kaget Ramadan. Upaya ini dilakukan sebagai salah satu cara untuk mencegah kerumunan dan memutus rantai penularan virus. Juru bicara Tim Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten Bandung Yudhi Abdurahman mengatakan bahwa kasus Covid-19 di Kabupaten Bandung masih fluktuatif, artinya kasus Covid-19 bisa naik dan biasanya terjadi saat liburan, terlebih lagi saat ini di wilayahnya sedang diterapkan program Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro. Oleh karenanya Yudhi meminta aparat setempat untuk ikut mengawasi dan menjaga ketertiban.

Imbauan yang dilakukan Tim Gugus Tugas Kabupaten Bandung untuk meniadakan pasar tumpah tentu perlu dicermati secara mendalam. Pasalnya, akankah upaya tersebut berhasil menurunkan lonjakan angka kasus Covid-19? Sementara aktivitas lain yang berpotensi menimbulkan kerumunan masih dibiarkan. Seperti tempat-tempat wisata, taman, alun-alun, mall, kafe, restoran, dan lainnya. Lalu bagaimana nasib para pedagang kecil bila aturan ini diberlakukan?

Ironis memang, rakyat kecil yang berupaya meraih rezeki di pasar tumpah dianggap bermasalah, sementara para pemilik modal besar masih bisa leluasa mejalankan aktivitasnya.

Kontradiksi Larangan Pasar Tumpah Bukti Gagal Kapitalisme

Semestinya selama pemerintah tidak melarang, untuk apa ada imbauan tidak menggelar pasar tumpah? Sebab tidak akan mengubah apa pun bila aktivitas berkerumun yang lain dibiarkan. Inilah kesalahan sekaligus kegagalan penguasa negeri mengatur rakyatnya. Ketika sistem kapitalis hanya memandang manfaat yang didapat mereka akan menerapkan kebijakan parsial. Satu ditutup yang lain dibuka. Pedagang kecil dilarang, pengusaha retail dibebaskan. Pemerintah semakin tidak peka dengan jeritan rakyat kecil yang semakin terpuruk. Langkah parsial yang diberlakukan sistem kapitalis saat ini guna penanggulangan pandemi Covid-19 dipastikan tidak akan pernah tuntas.

Islam Solusi Paripurna Masalah Umat

Berbeda dengan sistem Islam. Islam menjadi dasar penyelesaian berbagai problematika kehidupan. Penguasa dalam Islam berfungsi sebagai pengurus dan penjaga umat yang bertanggung jawab baik di dunia maupun di akhirat. Amanah yang diemban adalah menyejahterakan rakyat dengan jalan memenuhi kebutuhan dasar sepeti sandang, pangan, papan. Juga kebutuhan publiknya seperti pendidikan, keamanan, dan kesehatan. Sebagaimana sabda Rasulullah, yang artinya:
“Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR Al-Bukhari).

Semuanya akan berhasil karena Islam memiliki seperangkat aturan yang mampu menjawab dan menjadi solusi berbagai tantangan, termasuk saat kondisi wabah dan krisis lain yang bersifat global. Ketika saat ini wabah sulit diatasi karena sistem kapitalisme tidak punya solusi komprehensif untuk kemaslahatan umat, selain mencari untung dari setiap manfaat.

Maka berbeda jika ideologi Islam tegak di tengah masyarakat. Akar masalahnya dicari dan segera diatasi, pun demikian dengan wabah.
Wabah tidak akan meluas bila sejak awal si sakit diisolasi, beserta akses penyebarannya harus ditutup dan dikunci. Strategi mengunci ini dalam Islam merupakan tuntutan syar’i. Sebagaimana sabda Rasulullah yang artinya:
“Apabila kalian mendengar wabah di suatu tempat, maka janganlah memasukinya, dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu ada di tempat itu, maka janganlah keluar darinya” (HR Imam Muslim).

Negara wajib mendukung dan memastikan segala hal yang dibutuhkan masyarakat selama wabah tercukupi. Edukasi dan riset juga didukung penuh. Tidak boleh ada satu pun masyarakat yang tidak paham tentang wabah yang terjadi. Oleh karena itu media dioptimalkan untuk membangun kesadaran umat dengan berbasis akidah Islam. Negara juga mendukung upaya menemukan vaksin yang dibutuhkan dengan mengerahkan seluruh pakar dan lembaga penelitian untuk membuatnya.

Pemimpin Islam tidak akan membeda-bedakan perlakuan antara pedagang kecil dan pedagang besar, sebagaimana yang terjadi saat sistem kapitalisme diterapkan. Membuat kesenjangan ekonomi terbuka lebar, di mana yang kaya semakin kaya sementara yang miskin makin terpuruk.

Dalam Islam, indikator kesejahteraan masyarakat tercermin dalam politik ekonominya, di mana negara menjamin pemenuhan semua kebutuhan pokok individu per individu dalam masyarakat secara keseluruhan. Negara juga menjamin kebutuhan pelengkap sesuai dengan kemampuannya.

Demikianlah gambaran riil yang harusnya dirasakan umat di bawah riayah pemimpin penerap syariat kafah. Solusi hakiki yang sangat dibutuhkan umat saat ini. Semua itu hanya akan terwujud dalam sistem pemerintahan global yaitu Khilafah Islamiyah, bukan yang lain.

Wallahu a’lam bishshawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 13

Comment here