Oleh Yanik Inaku
(Anggota Komunitas Setajam Pena)
Wacana-edukasi.com — Di tahun ini kali kedua umat Islam melaksanakan ibadah puasa Ramadan di tengah pandemi. Mungkin di awal tahun kemarin banyak masyarakat yang masih gagap dengan adanya pandemi Covid-19. Di mana semua masih dalam kondisi darurat dan serba dibatasi. Pandemi membuat sejumlah hal yang umum dilakukan selama puasa tidak bisa dilakukan. Namun di tahun ini masyarakat sudah mulai bisa menyesuaikan keadaan. Sejumlah perubahan dalam bentuk pelonggaran aturan diberikan. Tentu saja tetap melakukan penerapan disiplin protokol kesehatan.
Hantaman pandemi Covid-19 di tahun kemarin membuat banyak perusahaan yang mengalami penurunan bahkan harus gulung tikar. Banyak pekerja yang harus kehilangan pekerjannya bahkan ada yang diminta cuti tanpa upah. Belum lagi para pekerja harus menerima kenyataan kemungkinan THR-nya dicicil hingga akhir tahun. Tahun lalu pembayaran THR boleh dicicil karena perekonomian sedang terpuruk akibat dampak di awal pandemi Covid-19. Saat itu, produksi perusahaan terganggu sehingga memengaruhi keuangan perusahaan. Itulah salah satu alasan pemerintah memberikan kebijakan tersebut.
Satu tahun telah berlalu tetapi pada faktanya ada beberapa perusahaan yang belum menyelesaikan kewajiban. Padahal sesuai kesepakatan di awal kalau perusahaan boleh mencicil THR hingga akhir bulan Desember. Sangat disayangkan melihat sikap perusahaan yang belum membayarkan apa yang seharusnya menjadi hak buruh sebagaimana mestinya. Seharusnya perusahaan untuk segera memenuhi kewajibannya tersebut.
Jika kita lihat kondisi tahun 2020 dengan kondisi sekarang tahun 2021 sudah sangat berbeda, di mana perusahaan sudah mulai beroperasi secara normal. Seharusnya bukan menjadi pembenaran lagi jika pandemi Covid-19 dijadikan alasan oleh pemerintah untuk membuat aturan-aturan yang sangat merugikan kaum buruh. Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP TSK SPSI Roy Jinto menyampaikan, “Semua kebijakan yang dikeluarkan pemerintah sangat berpihak kepada pengusaha dan merugikan kaum buruh, apalagi dengan rencana Menteri Ketenagakerjaan akan memperbolehkan pengusaha untuk mencicil dan menunda pembayaran THR 2021, maka lengkap sudah penderitaan kaum buruh,” ( CNN Indonesia 21/3/2021 ).
Masih banyak lagi aturan pemerintah yang tidak berpihak pada buruh, di mana aturan tersebut memperbolehkan perusahaan untuk membayar upah buruh di bawah upah minimum.
Wajah Buruk Sistem Kapitalisme
Sungguh sangat miris nasib buruh di Indonesia, inilah wajah buruk sistem kapitalisme di mana pemerintah lebih berpihak pada para kapitalis atau pemilik modal ketimbang memperhatikan nasib buruh yang kian terpuruk. Diperah tenaganya tetapi tidak pernah diperhatikan sama sekali kesejahteraannya.
Sistem kapitalisme memberi perhatian istimewa pada kalangan pengusaha atau kapitalis dan mengorbankan kepentingan serta hak rakyat umum.
Kapitalisme melihat bahwa negara dianggap sebagai ladang bisnis. Buruh dijadikan alat yang digunakan para kapitalis hanya untuk mendapatkan keuntungan.
Bagaimana Pandangan Islam Tentang Buruh?
Hal ini sangatlah berbeda jauh dengan pandangan Islam yang memandang buruh atau pekerja berangkat dari anggapan bahwa majikan dan buruh memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk mendapatkan kemaslahatan dalam hidup di dunia maupun akhirat. Islam memandang bahwa upah tidak sebatas imbalan yang diberikan kepada buruh, melainkan terdapat nilai-nilai moralitas yang merujuk pada konsep kemanusiaan.
Majikan dalam menetapkan upah tidak melakukan kezaliman terhadap buruh ataupun dizalimi oleh buruh. Nabi SAW juga memerintahkan memberikan upah sebelum keringat si pekerja kering.
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.”(HR. Ibnu Majah, shahih).
Hal ini membuktikan hanya dengan sistem Islam akan tercipta kemaslahatan umat. Sebab sistem Islam dalam memperlakukan semua warga negara bersandar pada ketentuan Allah.
Wallahu a’lam bishshawab.
Views: 0
Comment here