Oleh Fathin Kusumardani (Mahasiswa dan Aktivis Dakwah Remaja)
Wacana-edukasi.com — Kasus penistaan agama kembali terjadi di negeri ini. Semakin tampak keberanian para pelaku untuk memamerkan kasus penistaan terhadap agama di media sosial. Dengan tanpa merasa bersalah sedikit pun, semuanya bisa ia lakukan dengan mengolok-olok ajaran agama Islam, melecehkan ayat Al-Qur’an, menjadikan ajaran Islam sebagai bahan lelucon, dan bahkan sampai mengakui bahwa dirinya sebagai nabi.
Seperti yang saat ini sedang ramai diperbincangkan. Bahwa ada seseorang bernama Joseph Paul Zhang mengaku bahwa dirinya sebagai nabi ke-26 dan dia membuat sebuah sayembara menantang bagi siapa pun yang bisa melaporkannya ke pihak kepolisian, dia berjanji akan memberikan uang karena bisa melaporkan dengan tuduhan bahwa ia telah melakukan penistaan agama. Aksinya yang menghebohkan ini, akhirnya menjadi viral di media sosial. Hasil rekaman videonya diunggah melalui YouTube. Video yang dia buat, saat sedang melakukan diskusi melalui aplikasi Zoom dan dihadiri oleh para peserta dari berbagai negara.
“Yang bisa laporin gua ke polisi, gua kasih uang lo. Yang bisa laporin gua penista agama, nih gua nih nabi ke-26, Josep Paul Zhang meluruskan kesesatan ajaran nabi ke-25 dan kecabulannya yang maha cabullah. Kalo Anda bisa laporan atas penistaan agama, Gua kasih loh satu laporan Rp1 juta, maksimum 5 laporan supaya jangan bilang gua ngibul kan. jadi kan 5 juta, di wilayah polres berbeda,” ujarnya dalam rekaman video tersebut, dikutip dari iNews.id (Sabtu, 17/4/2021).
Tak heran jika di negeri ini sering kali terjadi kasus penistaan terhadap agama. Penista agama tumbuh subur. Sesungguhnya pangkal keterpurukan tersebut disebabkan adanya penerapan paham sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan). Sekularisme meniscayakan penolakan terhadap campur tangan Tuhan (agama) dalam mengatur kehidupan. Oleh sebab itu dalam paham sekularisme, hukum-hukum Allah SWT senantiasa dipinggirkan. Bahkan sampai dicampakkan.
Pilar utama dari paham sekularisme adalah demokrasi. Demokrasi meniscayakan hak membuat hukum ada di tangan manusia. Itulah yang disebut kedaulatan rakyat. Sebab itu secara teoritis, dalam demokrasi, rakyatlah pemilik kedaulatan. Rakyatlah yang menentukan hitam-putih, benar-salah, baik-buruk, dan halal-haram suatu perbuatan.
Kasus penistaan terhadap Nabi SAW terjadi karena adanya prinsip kebebasan berbicara yang diberikan oleh paham sekularisme. Mereka memberikan panggung kepada orang-orang yang mendengki dan terus menyerang Islam. Mereka dilindungi oleh berbagai peraturan yang menyesatkan dan orang-orang yang bersekongkol dengan mereka. Ketahuilah, mereka tak akan pernah berhenti melakukan penyerangan terhadap agama Islam. Kedengkian yang tersimpan dalam hati mereka jauh lebih besar dan mereka akan terus berupaya untuk menyusupkan paham sekularisme ke dalam diri umat Islam.
Bagi orang Islam, hukum menghina Nabi SAW jelas haram. Pelakunya dinyatakan kafir. Hukumannya adalah hukuman mati. Al-Qadhi Iyadh menuturkan, ini telah menjadi kesepakatan di kalangan ulama dan para imam ahli fatwa, mulai dari generasi sahabat dan seterusnya. Ibn Mundzir menyatakan, mayoritas ahli ilmu sepakat tentang sanksi bagi orang yang menghina Nabi SAW. adalah hukuman mati. Ini merupakan pendapat Imam Malik, Imam al-Laits, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Ishaq bin Rahawih, dan Imam as-Syafii (Lihat: Al-Qadhi Iyadh, Asy-Syifa bi Tarif Huquq al-Musthafa, hlm. 428).
Menista ( istihza’) terhadap kemuliaan Nabi SAW adalah dosa besar. Allah SWT berfirman:
“Orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu, bagi mereka azab yang pedih.” (TQS. At-Taubah: 61).
Allah SWT juga berfirman:
“Sungguh orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah melaknati mereka di dunia dan di akhirat serta menyediakan bagi mereka siksaan yang menghinakan.” (TQS. Al-Ahzab: 57).
Khalil Ibn Ishaq al-Jundiy, ulama besar Mazhab Maliki, Siapa saja yang mencela Nabi SAW, melaknat, mengejek, menuduh, merendahkan, melabeli dengan sifat yang bukan sifat beliau, menyebutkan kekurangan pada diri dan karakter beliau, merasa iri karena ketinggian martabat, ilmu, dan kezuhudannya, menisbatkan hal-hal yang tidak pantas kepada beliau, mencela, dan lain-lain, maka hukumannya adalah dibunuh (Lihat: Khalil Ibn Ishaq al-Jundiy, Mukhtashar al-Khalil, I/251).
Tidak ada jalan keselamatan dan kesejahteraan serta mendatangkan keridaan Allah SWT, melainkan hanya Islam. Allah SWT telah memerintahkan manusia agar hanya memilih Islam sebagai sistem kehidupan yang sempurna menata dunia dan akhirat yang mengatur seluruh aspek kehidupan.
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian, telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagi kalian dan telah Aku ridai Islam sebagai agama kalian.” (TQS. Al-Maidah: 3).
Imam Ibnu Katsir menjelaskan ayat ini; “Ayat ni merupakan nikmat Allah yang paling besar kepada umat ini karena Allah telah menyempurnakan bagi mereka agama mereka. Mereka tidak memerlukan lagi agama yang lain.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3/22).
Oleh karena itu umat tidak memerlukan sistem kehidupan selain Islam. Islam adalah sistem kehidupan yang sempurna. Urusan-urusan dunia dan akhirat. Dari mulai urusan thaharah (bersuci), hingga siyasah (politik), dan imarah / Imamah (pemerintahan) semua diatur oleh Islam. Maka perlu adanya penerapan islam secara kafah dengan cara melaksanakan seluruh hukum-hukum Allah SWT agar tidak ada lagi kasus penistaan terhadap agama yang diridhai Allah SWT yaitu Islam.
Wallahu a’lam bishshawab.
Views: 14
Comment here