Oleh Nur Octafian N.L S.Tr Gz
(Relawan Media)
Wacana-edukasi.com — Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengatakan semua sekolah di seluruh daerah akan dibuka mulai Juli 2021. Menurutnya setelah vaksinasi guru dan tenaga kependidikan rampung, semua sekolah akan didorong belajar tatap muka (CNN Indonesia 03/03/2021).
Asa dan Polemik Sekolah Tatap Muka
Wacana pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk bisa menggelar pembelajaran secara langsung ini menuai beragam tanggapan. Bagi pihak yang setuju menilai bahwa sekolah secara offline atau sekolah tatap muka adalah solusi agar target pendidikan tercapai. Pasalnya, pembelajaran dengan jarak jauh atau online memiliki banyak kendala. Di antaranya tidak adanya alat komunikasi seperti smartphone, kuota, masalah jaringan, juga orang tua yang gaptek.
Bahkan tak bisa dimungkiri, hal tersebut tidak saja dialami oleh para murid tetapi juga banyak guru yang masih kesulitan melakukan pembelajaran secara online (daring). Salah satu problem yang sering dialami para guru adalah terlewat mengecek tugas siswa karena chat yang menumpuk. Walhasil, agar kendala yang ada bisa teratasi, maka belajar tatap muka menjadi tuntutan para guru sebagai solusi.
Indonesia Political Opinion (IPO) merilis hasil survei nasional mengenai evaluasi publik atas penanganan pandemi Covid-19. Direktur eksekutif IPO, Dedi Kurnia Syah menyatakan, kebijakan membuka sekolah setelah setahun pandemi mendapat banyak dukungan mayoritas pelajar dan orang tua.
Meski pemerintah mengklaim bahwa sekolah tatap muka akan dilakukan setelah vaksinasi guru dan tenaga kependidikan telah rampung, masih ada juga yang mempersoalkan kebijakan tersebut dengan alasan minimnya persiapan di sekolah-sekolah. Dikutip dari (JPNN.com, 21/03/2021), Ketua Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bidang pendidikan Retro Listyarti menilai program vaksinasi bagi pendidik hanya sebagai pendukung dari pertimbangan pemerintah membuka sekolah pada Juli mendatang. Faktor utamanya adalah tetap mempersiapkan infrastruktur dan protokol kesehatan /SOP adaptasi kebiasaan baru (AKB) di sekolah. Tanpa itu semua, maka dikhawatirkan sekolah akan menjadi klaster baru yang sangat besar.
Pro dan kontra terkait sistem pembelajaran di masa pandemi ini memang cukup menyita perhatian. Jika kita cermati, hal tersebut mengindikasikan seolah pemerintah tergesa-gesa, tetapi belum siap dalam menyelenggarakan pendidikan di masa pandemi.
Alasan utama yang mendasari pemerintah mengambil kebijakan ini adalah:
Pertama, munculnya risiko putus sekolah dikarenakan anak terpaksa bekerja membantu memenuhi kebutuhan keluarga di tengah krisis pandemi. Padahal sebenarnya hal ini tidak akan terjadi bila pemerintah benar-benar memberikan perhatian total dan pemenuhan maksimal kepada rakyatnya.
Kedua, keluhan dari pelajar, orang tua, maupun guru terkait kendala teknis, mendorong pemerintah untuk mencari solusi. Namun disayangkan pemerintah hanya fokus menyelesaikan persoalan kuota internet dengan mengizinkan penggunaan dana BOS untuk pulsa guru maupun siswa yang kesulitan. Sementara di sisi lain tidak adanya jaringan belum bisa diatasi. Padahal ketersediaan jaringan merupakan hal yang paling krusial dalam pembelajaran jarak jauh. Belum lagi pada sebagian pelajar, ketersediaan perangkat/gawai belum terpenuhi.
Ketiga, pembukaan sekolah di semua zona dengan alasan agar anak-anak tidak stres karena terlalu lama di rumah. Menunjukkan kebijakan pemerintah sekadar memenuhi tuntutan masyarakat sedangkan persiapan protokol kesehatan belum memadai. Seperti ketersediaan ruangan yang luas dan tenaga pengajar jika tatap muka. Bila dibuat bersif maka biaya operasional otomatis bertambah dengan penambahan jam mengajar. Belum lagi ketersediaan perlengkapan yang lain seperti thermogun, handsanitiser, masker, cairan disinfektan, dan lain-lain.
Diakui atau tidak, fakta di atas benar-benar menunjukkan betapa lemahnya sistem sekuler dalam mengatasi berbagai problematika khususnya pendidikan. Banyaknya kebijakan-kebijakan pemerintah yang dibuat mendadak dan terkesan berubah-ubah seolah memperlihatkan pemerintah tidak memiliki arah dan target pendidikan yang jelas. Oleh karenanya, wajar pro kontra sering kali mewarnai setiap kebijakannya.
Islam Solusi Masalah Pendidikan
Islam sebagai agama sempurna memiliki pandangan dan peraturan yang unik soal pendidikan. Islam menetapkan pendidikan merupakan hak dasar setiap warga negara. Negara sebagai penanggung jawab mutlak, baik di kala pandemi maupun tidak. Sebab tugas negara adalah pelayan rakyatnya. Jika negara sudah memosisikan diri sebagai pelayan seluruh urusan rakyat dengan benar, maka persoalan pendidikan seperti saat ini tidak akan menjadi polemik.
Negara berkewajiban mengatur segala aspek berkenaan dengan pendidikan yang diterapkan dari mulai masalah kurikulum, metode pengajaran, infrastruktur, sarana, dan prasarana hingga persoalan pendanaannya yang berdasar syara.
Rasulullah SAW bersabda, yang artinya: “Imam (khalifah/ kepala negara) adalah pengurus urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang diurusnya”. (HR al-Bukhari dan Muslim).
Kesadaran akan peran dan tanggung jawab ini, menjadikan penguasa fokus mengurus rakyat, berupaya sungguh-sungguh dalam melayani dan menjamin pemenuhan kebutuhan dasarnya. Dengan demikian pengabaian kebutuhan rakyat jauh dari kehidupan penguasa. Sebab pengabaian terhadap perkara rakyat oleh penguasa, sama saja menjerumuskan dirinya ke jurang neraka. Sebaliknya, pelaksanaan tanggung jawabnya akan mengantarkan penguasa kepada keselamatan dunia akhirat.
Wallahu a’lam bishshawab.
Views: 0
Comment here