Oleh Hamsia
(Komunitas Peduli Masyarakat)
Wacana-edukasi.com — Mudik sudah menjadi tradisi masyarakat ketika menjelang Hari Raya Idul Fitri. Sayangnya kondisi ini terkendala, sejak Covid-19 menjadi pandemi. Sama seperti tahun lalu mudik masih dilarang, jika sebelumnya larangan mudik begitu diperketat, berdasarkan addendum Satuan Tugas Penanganan (Satgas) Covid-19 Nomor 13 tahun 2021.tentu aturan ini dibuat dengan dalih agar tidak terjadi peningkatan kasus Covid-19 yang semakin parah.
Pelarangan ini berlaku dari 6-17 Mei 2021. Namun, tiba-tiba larangan tersebut diperluas. Tanggal pelarangan mudik diajukan 22 April 2021. Kebijakan ini diambil untuk meminimalisir penyebaran Covid-19, juga untuk membantu kelancaran progam vaksinasi.
“Ketentuan ini ditetapkan dapat mengantisipasi peningkatan arus pergerakan penduduk yang berpotensi meningkatkan penularan kasus antar daerah pada masa sebelum dan sesudah periode peniadaan mudik diberlakukan,” ujar Doni dalam Addendum SE. Satgas Covid-19 No 13/2021 seperti dikutip, Bisnis.co, Jumat (23/4/2021)
Pengamat Transportasi dari Universitas Katolik Soengijapranata (UNIKA) Semarang, Djoko Setjowarno mengatakan, “Diprediksi paska lebaran justru terjadi ledakan penderita Covid baru. Secara psikologis, hal ini akan menurunkan kepercayaan rakyat terhadap kebijakan pemerintah menuntaskan pandemi, bahkan kebijakan vaksinasi bisa dianggap gagal. (liputan6.com, 28/3/2021).
Imbas Larangan Mudik
Sejatinya kebijakan ini memang bagus. Akan tetapi dalam pelaksanaannya ternyata membuat masyarakat bersusah hati. Bagi masyarakat umum, larangan mudik juga dirasa berat. Biasanya momen lebaran adalah waktu yang tepat untuk pulang ke kampung halaman. Bertemu keluarga yang sudah lama ditinggalkan. Saat yang tepat untuk bersilaturahmi. Namun, semua itu tinggallah impian. Pandemi yang tak kunjung usai kembali menjadi alasan tertundanya Lebaran di kampung halaman tercinta.
Sistem kapitalisme yang saat ini mendominasi kepemimpinan, menjadikan penguasa mudah sekali memutuskan suatu perkara, tanpa melihat dengan jeli dampak buruk yang bisa terjadi. Terlihat dengan kebijakannya, mereka tidak benar-benar sepenuh hati memikirkan kehidupan rakyat selama pandemi. Mudik dilarang, tetapi tempat wisata justru dibolehkan untuk dikunjungi. Padahal, kita tahu bahwa tempat wisata rentan menjadi tempat berkerumunnya masyarakat yang dapat menjadi pemicu meningkatnya penyebaran virus Covid-19.
Dalam demokrasi kapitalisme sudah sangat wajar jika yang diutamakan selalu bagaimana cara agar mendapatkan keuntungan sekalipun dalam kondisi sulit. Jika mudik dilarang—tempat wisata tetap dibuka—maka bukan kesejahteraan dan keamanan rakyat yang diprioritaskan, melainkan hanya keuntungan ekonomi belaka. Sebab inilah sistem demokrasi kapitalisme yang meraup keuntungan sebesar-besarnya, tanpa melihat dampak baik dan buruknya terhadap masyarakat.
Seyogianya penanganan pandemi Covid-19, memang berkaitan langsung dengan kesehatan dan keselamatan jiwa manusia. Oleh karenanya harus dilakukan secara efektif yakni berlangsung di atas prinsip secepatnya dengan zero kesakitan dan kematian. Ini berarti perkara penanganan pandemi bukanlah persoalan teknis medis semata, tetapi perkara yang berkaitan erat dengan cara pandang terhadap manusia, kesehatan dan keselamatan jiwanya.
Pada tataran inilah kehadiran Islam sangat dibutuhkan. Sebab, hanya Islam yang memberikan perhatian dan penghargaan tertinggi pada kesehatan dan keselamatan jiwa manusia. Ditegaskan Rasulullah SAW. “Hilangnya dunia lebih ringan bagi Allah dibanding terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasa’i).
Firman Allah SWT: “Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (TQS. Al-Maidah: 32).
Lebih dari pada itu Islam merupakan din yang sempurna sebagai sistem kehidupan. Aturannya menjadikan posisi penguasah hadir dengan karakter yang kuat sebagai pemelihara urusan rakyat, termasuk kesehatan dan keselamtan jiwa katika terjadi wabah. Rasulullah saw bersabda, “Imam/khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya.” (HR. Muslim dan Ahmad).
Ada tiga prinsip Islam dalam penanggulangan wabah sehingga segera berakhir tanpa korban lebih banyak lagi. Pertama, _lockdown_ lokal sedari awal, ditegaskan Rasulullah SAW, “Apabila kalian mendengarkan wabah di suatu tempat maka janganlah kalian memasuki tempat itu dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu sedang berada di tempat itu, maka janganlah keluar darinya.” (HR. Imam Muslim).
Kedua, pengisolasian yang sakit, sabda Rasulullah SAW, “Sekali-kali janganlah orang yang berpenyakit menular mendekati yang sehat.” (HR. Imam Bukhari).
Dengan demikian, orang yang sehat dan yang sakit akan dipisahkan melalui tresing yang dilakukan oleh negara baik dengan swab test dan rapid test. Pemisahan ini jelas akan mempermudah negara untuk fokus mengobati yang sakit. Sedangkan masyarakat yang sehat merasa aman dan dapat beraktivitas seperti kondisi normal.
Ketiga, pengobatan segera hingga sembuh bagi pasien terinfeksi dengan kualitas terbaik. Dari Abu Darda, Rasulullah SAW bersabda, “Allah menurunkan penyakit dan juga obatnya, Allah menjadikan setiap penyakit ada obatnya maka berobatlah, tetapi jangan berobat dengan yang haram.” (HR. Abu Daud).
Dalam Islam kesehatan adalah kebutuhan pokok publik Rasulullah SAW bersabda, “Siapa saja yang ketika memasuki pagi hari mendapati keadaan aman kelompoknya, sehat badannya, memiliki bahan makanan untuk hari itu, maka seolah-olah dunia telah menjadi miliknya.” (HR. Bukhari, HR Abu Daud).
Maka, tanggung jawab ini akan diambil secara mutlak oleh negara, didukung dengan sistem ekonomi yang sahih, layanan kesehatan dapat diperoleh dengan harga terjangkau bahkan gratis untuk semua kalangan warga negara. kehadiran Islam tidak saja sebagai pembebas segera negeri-negeri dari pandemi. Namun, juga dari semua kerusakan akut akibat komplikasi kelalain rezim neoliberalisme dan cacat permanen sistem kapitalisme. Sebagai sebuah keberkahan yang pasti ketika Islam diterapkan di atas dorongan takwa. Allah SWT, “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti kami akan malimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (TQS. Al-A’raf: 96).
Wallahu a’lam bishshawab.
Views: 0
Comment here