Oleh : Rayani umma Aqila
wacana-edukasi.com, Kebijakan pemerintah yang melarang mudik pada hari Idul Fitri namun membuka kembali tempat wisata seolah tidak memprediksi membludaknya pengunjung hingga membingungkan masyarakat. Seperti membludaknya wisatawan ke Pantai Ancol, Jakarta mencapai sekitar 39 ribu orang. Banyaknya wisatawan di Ancol menjadi kekhawatiran bakal memicu lonjakan klaster baru penyebaran Covid-19. Tempat wisata Ancol pun menjadi perbincangan di media sosial. Banyak netizen yang kemudian berkomentar membandingkan kerumunan wisatawan yang mandi di Pantai Ancol, hampir serupa yang terjadi di negara India dalam melakukan penyucian diri dengan mandi di Sungai Gangga dan pada akhirnya memicu munculnya lonjakan Covid-19. Warganet pun tak habis pikir sebab di satu sisi Pemprov DKI membuka Pantai Ancol untuk umum pada hari Lebaran. Namun, melarang ziarah kubur dalam kebijakannya, sindonews.com, (16 Mei 2021).
Sebelumnya pada hari Lebaran, kebijakan pemerintah tak menetapkan penutupan lokasi wisata menjadi perbincangan publik. Namun, diberlakukan larangan mudik. Kebijakan ini dikeluarkan untuk nencegah adanya lonjakan virus covid-19. Mudik yang merupakan tradisi tahunan menjadi kekhawatiran penularan virus covid-19 dalam skala yang massif. Dibukanya tempat wisata diserbu warga sejak Idul Fitri, beberapa tempat wisata penuh dengan pengunjung, yang tidak memenuhi prokes, kompas.com, (16 /5/ 2021)
Sementara itu para ahli kesehatan yaitu pakar epidemiolog, sudah memperingatkan dibukanya tempat wisata oleh pemerintah pada hari libur Lebaran adalah kebijakan yang kontra produktif terhadap upaya pencegahan penularan virus covid- 19. Seperti diketahuir virus corona menjadi yang utama tingkat penyebaran pandemi Covid-19, seperti di India. Harapan agar situasi Covid-19 di Indonesia sesudah Lebaran tak seperti negara India, terus diupayakan. Pemerintah di daerah memutuskan untuk menutup sementara akibat membludaknya pengunjung di berbagai tempat wisata. Seperti Ancol, Taman Margasatwa Ragunan, Taman Mini Indonesia Indah, Pantai Pangandaran, Pantai Carita dan Ciwidey.
Namun, hal ini tidak berlaku bagi para pengelola wisata yang menggantungkan hidupnya melalui usaha tersebut sebab, salah satu pengelola wisata di Pantai Carita mengeluhkan, bagaimana membayarkan upah pegawainya, sebab sebelumnya tempat wisata dibuka dan tiba-tiba ditutup kembali. Pedagang kaki lima di sekitar pantai juga mengeluhkan harus berutang dulu untuk biaya berdagang, dan kini harus merugi karena tempat wisata kembali ditutup oleh pemerintah, (viva.co.id, 16/5/2021). Tentu saja hal yang tidak disambut positif oleh masyarakat, seperti pengelola tempat wisata dan para pedagang kaki lima di tempat itu. Akibat kebijakan pemerintah buka-tutup tersebut, mereka mengalami kerugian materi, dirugikan secara ekonomi dan kesehatan. Pemerintah seolah tidak memprediksi antusiasme pengunjung akibat kebijakan dibukanya tempat wisata. Kebijakan yang dibuat bukan untuk kepentingan kesejahteraan rakyat, tapi hanya menimbang pemasukan pemerintah dari PAD dan kepentingan mendongkrak perekonomian lewat usaha pariwisata. Kebijakan buka tutup pariwisata ini dipandang aneh, bagaimana tidak pada satu sisi musik dilarang karena khawatir penyebaran virus namun di sisi lain tempat wisata yang berpotensi berkumpulnya masa malah dibuka dan warga didorong untuk mendatanginya.
Kebijakan Pemerintah untuk Kepentingan Kapitalis
Setiap kebijakan yang dikeluarkan dalam sistem demokrasi kapitalisme bertujuan untuk melanggengkan segala kepentingan pemilik kekuasaan pelaku usaha atau bisnis. Hal lazim yang terjadi dengan melihat berbagai kebijakan yang dikeluarkan untuk rakyat. Seolah-olah berpihak untuk kepentingan rakyat, namun kenyataanya tidak. Dilakukan dengan prinsip bisnis untung atau rugi, bagi pemerintah juga pelaku usaha dalam sistem kapitalis, yang pada akhirnya hal ini akan terjadi kebijakan yang berubah-ubah. Mereka mengandalkan pemasukan dari sektor pariwisata, tetapi nyawa rakyat menjadi taruhannya. Bila saja SDA yang ada dikelola dengan baik demi kesejahteraan rakyatnya, pemerintah tak perlu menggenjot sektor wisata sebagai solusi pemulihan ekonomi. Namun, SDA bahkan diberikan korporat asing untuk dikelola. Apalagi di tengah pandemi, mata rantai penyebaran Covid-19 tak berkesudahan atau terselesaikan.
Sebagaimana diketahui sektor wisata menjadi salah satu aspek penyokong ekonomi karena sektor ini termasuk penyumbang APBN setelah pajak. Oleh karena itu kebijakan yang dibuat bukan untuk kepentingan rakyat, tapi hanya menimbang pemasukan pemerintah dari PAD dan kepentingan usaha pariwisata. Beginilah gambaran ekonomi neoliberal kapitalis yang dianut negeri ini telah menjadikan pariwisata sebagai tumpuan pemasukan devisa negara. Sehingga menggenjot pariwisata dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah perkara wajib walau melanggar protokol kesehatan. Disisi lain sumber ekonomi krusial dibiarkan eksploitasi massif yang terjadi pada sumber daya alam saat ini tidak menjadi permasalahan. Padahal jika sumber daya alam dijaga dan dikelola dengan serius benefit yang akan didapat bukan hanya pertumbuhan ekonomi namun lebih dari itu juga kesejahteraan rakyat tercipta. Pengelolaan sumber daya alam itulah yang dilakukan penguasa.
Pariwisata dalam Islam
Dalam sistem pemerintahan Islam yang disebut dengan khilafah hal ini mengacu hal yang mendasar kekayaan alam adalah pandangan dalam Islam sebagaimana yang dijelaskan dalam Nidzom Iqtishodi karya Syekh Taqiyuddin An Nabhani yang merupakan harta kepemilikan umum. Harta kepemilikan umum haram dikelola swasta dan dimanfaatkan oleh korporat. Pengelolaan dikendalikan oleh negara dan hasilnya dibagikan kepada rakyat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung rakyat dapat menikmati hasil pengelolaan sumber daya alam melalui berbagai subsidi yang diberikan oleh negara secara tidak langsung, negara dapat menjamin ketersediaan pelayanan kebutuhan dasar publik seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan yang dapat dinikmati rakyat dengan harga terjangkau bahkan gratis.
Dengan demikian negara akan memiliki sumber pemasukan yang stabil dan kuat tanpa harus mengorbankan keselamatan rakyat. Praktisnya semisal untuk kondisi saat ini dari dana hasil pengelolaan SDA negara akan mudah untuk membiayai penanganan pandemi mulai dari tracing memisahkan orang yang sakit dan orang yang sehat sedari awal memenuhi kebutuhan masyarakat yang diisolasi itu lock down lokal dan membiayai perawatan masyarakat yang terinfeksi virus dengan kualitas terbaik. Hingga akhirnya negara fokus menyembuhkan yang sakit dan masyarakat yang sehat dapat beraktivitas normal sebagai mana biasanya.
Di dalam ekonomi Islam tidak dikenal sektor pariwisata sebagai sumber pemasukan negara melainkan sebagai sarana keindahan alam yang dijadikan tempat pariwisata seperti pantai, pegunungan, air terjun dan yang lainnya akan dijadikan sarana dalam menyebarkan Islam bagi wisatawan Muslim setelah mereka disuguhkan keelokan seluruh ciptaan Allah SWT akan semakin kukuh keimanannya. Begitu pula bagi wisatawan non muslim yang niat awalnya ingin menikmati keindahan alam akan disuguhkan pula dengan ajaran Islam, kondisi seperti inilah yang akan masyarakat dapatkan dan rasakan ketika syariat Islam ditetapkan secara praktis oleh negara secara kaffahlah (menyeluruh).
Oleh karenanya, rakyat membutuhkan segera pemimpin yang benar-benar memperhatikan rakyatnya dalam setiap kebijakannya; pemimpin yang mengedepankan keselamatan dan kemaslahatan rakyat. Rakyat butuh pemimpin yang menjalankan sistem negara yang terbukti mampu menyejahterakan rakyat. Pemimpin tersebut hanya akan terwujud jika Islam diterapkan, dan sistem pemerintahan yang bisa mewujudkannya ialah sistem Islam yaitu Khilafah.
Wallahu a’lam Bisshowab
Views: 10
Comment here