Oleh Ummu Ahtar
(Anggota Komunitas Setajam Pena)
Wacana-edukasi.com — Sepuluh tahun sudah konflik terjadi di Suriah. Ratusan ribu muslim Suriah terpaksa hidup di pengungsian. Parahnya mereka kehilangan rumah, tak punya pekerjaan, dan kondisi ekonomi yang memprihatinkan. Hingga Suriah dilanda krisis pangan parah yang belum terselesaikan hingga kini.
Dikutip oleh msn.com, (31-05-2021)—Hingga Februari 2021, Program Pangan Dunia 12,4 juta warga dari 16 juta warga Suriah mengalami kerawanan pangan. Jumlah ini bertambah 3,1 juta dari tahun lalu. Kurang lebih 38 persen orang dewasa telah mengurangi konsumsi pangan mereka, agar anak-anak mereka memiliki cukup makanan.
Seorang pria dari Kota Zabada mengatakan bahwa keluarganya telah berhenti makan keju dan daging pada awal 2020. Kini dia hanya mengandalkan roti untuk makanan mereka.
Konflik bersenjata yang menghancurkan lahan pertanian mengakibatkan kekurangan gandum yang parah di Suriah. Banyak toko roti yang hancur dan tidak dapat beroperasi selama konflik. Banyak orang mencari roti dengan masuk pos pemeriksaan. Disebabkan pembatasan jumlah roti bersubsidi. Alhasil roti menjadi barang yang diperebutkan di Suriah.
Walaupun pemerintah Suriah berdalih telah memberikan pasokan yang merata untuk warganya tetapi hal itu terjadi sebaliknya. Sehingga jutaan orang kelaparan di Suriah, akibat kegagalan pemerintah untuk mengatasi krisis yang berkepanjangan.
Kemerdekaan Mereka, Tanggung Jawab Siapa?
Wajar krisis ekonomi yang berkepanjangan terjadi di daerah konflik. Dikarenakan mendapat serangan fisik bahkan sampai nyawa juga harus dikorbankan. Ironisnya hal itu terjadi pada kaum minoritas. Seperti halnya di Suriah, Afghanistan, Cina (muslim Uighur), Myanmar (muslim Rohingya). Sedangkan saudara muslim lainnya hanya melihat, tak berkutik untuk menolong atas kemerdekaan mereka.
Padahal, sesama muslim adalah sebagaimana perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi di antara mereka adalah ibarat satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan panas (turut merasakan sakitnya).
Rasa nasionalisme kukuh mempertahankan negerinya sendiri. Pemimpin-pemimpin muslim berdalih menginginkan cinta kedamaian antar sesama. Padahal mereka egois hanya ingin berlindung di bawah ketiak para kapitalis. Menginginkan cipratan keuntungan atau bagi hasil yang ingin dimiliki sendiri.
Sedangkan kita rakyat muslim yang tak tahu menahu dan hanya ingin kedamaian. Sejatinya dibutakan oleh gemerlap kehidupan hedonis (bermewah-mewahan) ala bangsa kafir. Paham sakularisme, memisahkan agama dari kehidupan menjerat para generasi muda dan membodohkan pola pikir mereka.
Sungguh ironis, tak menduga sama-sama dijajah, yang satu dijajah secara fisik, yang lain dijajah pola pikirnya. Islamofobia yang menghantuinya. Takut akan penerapan Islam secara kafah. Takut akan hilangnya kekuasaan atau kedudukan surga dunia.
Oleh karena itu pandemi Covid-19 yang melanda dunia sebenarnya adalah peringatan bagi umat. Khususnya umat muslim bahwa Allah Maha Kuasa murka akan ketidakpahaman kita dalam agama, mengingat saudara muslim kita tertindas, pelecehan nabi, ulama atau penistaan agama. Umat yang sudah terlena dengan kehidupan dunia, hingga memisahkan aturan agama dengan kehidupan.
Sehingga,”Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?” (Q.S. Al-Maidah: 50)
Pemimpin Islam, Ditakuti Bangsa Kafir
Khilafah Umar bin Khattab berhasil menaklukkan seluruh wilayah Suriah. Wilayah pertama yang takluk adalah Damaskus tahun 635 M. Sedangkan penaklukan kedua berhasil membuat Yerusalem berlutut di hadapan kepemimpinan Islam.
Khalid bin Walid berhasil membuat Damaskus menyerah. Tak tanggung-tanggung penduduknya memperoleh jaminan keamanan dalam hal harta, nyawa, dan tempat ibadah mereka. Dengan syarat mereka membayar upeti atau jizyah. Hal ini berbeda dengan tawanan Zionis sekarang, yang membunuh tanpa pandang umur, memperkosa wanita muslim, hingga merusak tempat ibadah.
Kemenangan pasukan Islam merebut kembali wilayah Damaskus dan Yerusalem pada tahun 640 sekaligus menjadi momen berakhirnya penaklukan Suriah secara total. Khalifah Umar ra. kemudian membagi Suriah menjadi empat distrik, yakni Damaskus, Hims, Yordania, dan Palestina.
Demikianlah figur pemimpin sejati. Sebagai pelayanan dan pelindung rakyat. Tak gila harta atau kekuasaan. Semuanya atas dasar ketakwaan pada Allah SWT, yang mana nanti dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Sejatinya umat sangat rindu pemimpin demikian, terutama kaum minoritas yang sedang dilanda konflik.
Solusi Islam Mengatasi Kelaparan
Fungsi utama pemerintah adalah pelayan dan pelindung rakyat. Ia bertanggung jawab atas rakyatnya di akhirat kelak. Korporasi swasta hanya diposisikan sebagai bagian rakyat yang memiliki hak membangun usaha pertanian, tidak boleh mengambil alih kewenangan pemerintah atau bahkan menguasai sektor pangan. Pengaturan sektor pangan pertanian wajib dijalankan berdasarkan sistem ekonomi Islam. Sehingga tidak akan terjadi di mana lebih dari 90% stok pangan berada dalam kendali korporasi.
Islam juga melarang bentuk perseroan seperti Perseroan Terbatas (PT). Yakni sektor hegemoni korporasi yang menguasai hulu hingga hilir. Pengaturan lahan dengan konsep reforma agraria berparadigma sosialisme akan ditinggalkan, diganti dengan hukum pertanahan yang syar’i.
Dengan memaksimalkan produksi lahan pertanian, baik lahan milik petani maupun Daulah, dan menghentikan alih fungsi lahan. Khilafah akan men-support para petani dengan berbagai subsidi yang dibutuhkan, berupa modal, saprotan, atau teknologi pendukung. Berbagai subsidi dalam khilafah berbasis kebutuhan petani, diberikan secara murah bahkan gratis, tanpa riba/bunga.
Kedua, khilafah menjamin sistem logistik pangan berjalan dengan baik dan maksimal. Distribusi bahan pangan dari sentra produksi hingga ke konsumen akan dipastikan terlaksana. Semua infrastruktur dan sarana pendukung disediakan sepenuhnya khilafah, baik modal transportasi, infrastruktur jalan, jembatan, gudang-gudang pangan, dan lain-lain.
Ketiga, bukan hanya menjamin tersedianya bahan pangan, khilafah juga akan mengirimkan bahan pangan sampai ke seluruh rumah rakyatnya. Tanpa mengharuskan mereka keluar dari daerahnya, seperti daerah yang sedang dikarantina atau dilanda konflik.
Keempat, khilafah akan mendidik rakyatnya untuk memiliki gaya hidup yang benar. Melarang berlebih-lebihan dan membuang-buang makanan, sebab Rasulullah SAW. mengajarkan makan secukupnya dan berhenti sebelum kenyang.
Untuk merealisasikan semua kebijakan ini khilafah sepenuhnya menggunakan anggaran dari baitul mal. Dengan sumber pemasukan yang sangat banyak, khilafah mampu menopang kebutuhan rakyat yang merupakan kewajibannya. Terlebih, keberkahan akan diturunkan Allah kepada umat-Nya yang menerapkan seluruh aturan-Nya, sehingga Allah akan memampukan khilafah untuk menjalankan tanggung jawabnya.
Wallahu a’lam Bishshawab.
Views: 1
Comment here