Opini

BUMN, Riwayatmu Kini dan Nanti

blank
Bagikan di media sosialmu

Novianti

Wacana-edukasi.com — Perusahaan BUMN punya posisi strategis bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Sepertiga dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia disumbangkan dari perusahaan pelat merah BUMN. Saat ini lebih dari 100 BUMN dengan total aset mencapai Rp8000 trilliun melebihi total aset pemerintah sebesar Rp6000 trilliun.

Dalam sejarah perekonomian Indonesia BUMN mengalami beberapa kali restrukturisasi dan mendapat dukungan penuh dari pemerintah baik secara ekonomis maupun politis. Secara ekonomis mendapat dukungan subsidi dan partisipasi modal yang tidak sedikit. Sementara secara politis, BUMN menangani sektor-sektor perekonomian yang strategis seperti telekomunikasi, listrik, minyak dan gas, perkebunan dan kehutanan.

Kedudukan BUMN dengan ‘proteksi’ pemerintah seharusnya berkembang secara sehat dan memberikan keuntungan besar bagi negara. Faktanya tidak demikian, tidak semua BUMN berdampak positif bagi perekonomian Indonesia. Berita terakhir malah menunjukkan beberapa BUMN memiliki utang dan mengalami kerugian. Bank Indonesia (BI) mencatat Utang Luar Negeri BUMN per Maret 2021 mencapai 59,65 miliar dolar AS atau setara Rp851,160 triliun (Kurs Rp14.400 per dolar AS). Nilai itu setara dengan 28 persen dari total ULN swasta (idxchannel.com, 08/06/2021).

PT PLN mencatatkan utang hingga Rp500 triliun yang sebagian besar untuk program pembangkit listrik. Di sektor konstruksi, utang PT Waskita Karya Tbk , per September 2020 yang harus dibayarkan sebesar Rp91,86 triliun. Untuk transportasi, PT Kereta Api Indonesia memiliki utang sebesar Rp15,5 triliun. Garuda juga diterpa badai pandemi dengan kinerja memburuk dan utang membengkak.

Mengingat perannya yang sangat penting bahkan diharapkan menjadi leading bagi pertumbuhan ekonomi, perlu segera upaya penyelamatan. Tanpa BUMN yang sehat, perekonomian nasional berpotensi terhambat.

Gebrakan Menteri BUMN

Awal pengangkatan Erick Thohir sebagai menteri BUMN seolah memberikan angin segar bagi lembaga beraset sangat besar ini. Selain berlatar belakang pengusaha sukses, masih muda, dan memiliki wawasan pengetahuan yang luas. Pemberian mandat Presiden Jokowi kepada Erick Thohir dianggap tepat bahkan disebut sebagai The Right Man to The Right Place.

Komitmen Erick Thohir diawali dengan mereformasi struktur organisasi BUMN, memangkas jumlah jajaran direksi dan komisaris. Menurutnya, ini upaya konkret penyelamatan BUMN agar efisien.

Ia juga melakukan sejumlah rotasi di dalam BUMN, menempatkan orang-orang kredibel untuk menduduki posisi penting. Masuknya orang-orang pilihan ini menjadi upaya bersih-bersih di tubuh BUMN itu sendiri untuk mencegah korupsi terhadap keuangan negara.

Banyak yang terkesan dan berharap pada Menteri BUMN baru ini untuk melakukan pembenahan di tubuh internalnya. Namun, komitmen Erick Thohir makin diragukan seiring dengan kebijakan-kebijakan yang dilakukannya.

Terakhir yang banyak mendapat sorotan publik adalah pengangkatan Abdee sebagai komisaris Telkom karena dinilai tidak memiliki latar belakang yang sesuai dengan profil perusahaan telekomunikasi itu. Penunjukkan orang-orang tidak berkompeten ini bukan yang pertama. Sebelumnya ada nama-nama dari tim sukses Jokowi yang mendapat jabatan komisaris di beberapa BUMN.

Mereka di antaranya adalah Lukman Edy (PT Hutama Karya), Ulin Yusron (PT Pengembangan Pariwisata Indonesia), Eko Sulistyo (PT PLN), Fadjroel Rachman (Waskita Karya), Dini Shanti Purwono (PT Perusahaan Gas Negara), Yenny Wahid (PT Garuda), Bambang Brodjonegoro (Telkom Indonesia), Budiman Sujatmiko (PT Perkebunan Nusantara V), Said Aqil Siradj (PT Kereta Api Indonesia), dan Wishnutama (Telkom Indonesia).

Banyak pihak menilai, pemberian jabatan komisaris ini adalah bagi-bagi kue kekuasaan sebagai bentuk politik balas budi bukan atas dasar kompetensi. Dugaan ini disampaikan oleh Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Bukhori Yusuf (jpn.com, 31/05/2021). Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah menyampaikan hal senada.

“Menurut saya, Pak Erick Thohir itu kurang berpikir komprehensif, tidak memahami situasi batin masyarakat yang sekarang ini sedang terdampak Covid, di mana masyarakat kita banyak di-PHK, banyak juga mengalami kesulitan-kesulitan ekonomi,” kata Trubus (Kompas.tv, 29/5/2021).

Langkah Erick Thohir menyelenggarakan pelatihan makin menguatkan dugaan. Pelatihan berjudul BUMN Leadership and Management Isntitute ditujukan bagi para direksi dan komisaris. yang belum punya pengalaman. Program ini menggandeng sekolah bisnis kelas dunia seperti IMPI Business School, INSEAD, dan Michigan Ross School of Business. Tentunya program tersebut berbiaya besar.

Di tengah utang yang fantastis dan ancaman kebangkrutan BUMN, seharusnya Erick Thohir menempatkan para komisaris yang siap bekerja bukan dengan minus pengalaman dan di-training dahulu. Kerja jadi tidak imbang dengan penghasilan.

Sumber Sengkarut BUMN

Menurut Bhima Yuhistira, ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), penyebab ada BUMN rugi karena miss management. Sementara menurut BPK, penyebab utama karena banyaknya investasi yang sia-sia (kompas.com, 23/01/2015).

Tapi ada persoalan lain lebih mendasar menjadi pangkal BUMN tidak bisa menjadi lembaga profesional. Partai politik dengan para politisinya selama ini telah memanfaatkan BUMN untuk kepentingan politik, menggunakan pengaruhnya agar bisa memanfaatkan dana di BUMN.

Isu BUMN menjadi sapi perah bancakan berjamaah oleh partai politik sudah lama terdengar. Oleh karenanya, tak heran sejumlah kasus korupsi raksasa seperti kasus Hambalang dan korupsi e-KTP melibatkan BUMN. Dalam kasus Hambalang, PT Adhi Karya selaku perusahaan konstruksi memegang peranan penting. Sedangkan dalam korupsi e-KTP, Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) terlibat aktif berbagi dana haram dalam proyek senilai Rp5,95 triliun itu. Indikasi yang sama pada kasus mega korupsi Jiwasraya.

Modusnya perusahaan milik negara ini bersekongkol dengan politisi, menteri, pegawai pemerintah dan pihak swasta dalam mencuri uang rakyat. Para direksi dan komisaris melakukan penggalangan dana untuk biaya kampanye yang memerlukan modal besar. Bahkan untuk menjarah BUMN ini, hukum dirusak sehingga pelanggaran korupsi tidak terdeteksi.

Sudah menjadi rahasia umum sistem demokrasi berbiaya mahal menuntut para politisi mencari sumber pundi-pundi untuk menggerakkan mesin partai. Tidak hanya untuk penyelenggaraan pemilu tetapi juga untuk kepentingan kampanye dan jual beli suara.

Tak heran, BUMN dengan aset demikian besar menjadi incaran partai politik demi mengongkosi dan memuluskan peraihan kekuasaan. Setiap parpol habis-habisan mendorong para kadernya termasuk yang berada di BUMN untuk memobilisasi dana bagi kepentingan masing-masing. Rakyat sudah tidak jadi prioritas perhatian.

Inilah wajah buruk demokrasi yang menjadi sumber sengkarutnya BUMN. Demokrasi akan selalu berjalan seiring dengan penjarahan BUMN dan merusak rasionalitas pengelolaan lembaga yang sehat. Maka menyelamatkan lembaga BUMN tidak cukup dengan pembenahan internal di tubuhnya sendiri melainkan harus dari merubah sistem politik negaranya dengan sistem yang datang dari Allah Subhana wa Ta’ala.

Wallohualam bishowab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 2

Comment here