Opini

Polemik Pembatalan Haji 2021, Karena Butuh Dana?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Fitria Zakiyatul Fauziyah Ch

(Mahasiswi STEI Hamfara—Yogyakarta)

Wacana-edukasi.com — Calon jamaah haji Indonesia harus menelan pil pahit karena pembatalan keberangkatannya tahun 2021 ini. Banyak pihak yang menyayangkan sikap pemerintah yang tergesa-gesa dalam memutuskan hal demikian.

Pembatalan Keberangkatan Jamaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1442 Hijriah/2021 Masehi telah tertuang dalam Keputusan Menteri Agama No. 660/2021.

Pemerintah menyatakan bahwa dana jamaah haji Indonesia aman, hubungan Indonesia dengan Arab Saudi pun baik-baik saja, serta pemerintah sudah melakukan diplomasi, baik melalui perantara Kemenag maupun Kemenlu, kedutaan besar, dan lainnya terkait hal ini (news.detik.com, 5/6/2021).

Keputusan demikian diambil dengan mempertimbangkan keselamatan haji dan mencermati aspek teknis dalam persiapan dan kebijakan otoritas Arab Saudi dan telah mendapat dukungan dari Komisi VIII DPR RI dalam rapat kerja masa persidangan ke-lima tahun sidang 2020/2021 pada 2 Juni 2021. (cnbcindonesia.com, 6/6/2021).

Alasan pemerintah membatalkan keberangkatan jamaah haji tahun 2021 adalah karena Kerajaan Arab Saudi juga belum membuka akses layanan penyelenggara ibadah haji tahun ini. Akibat dari kasus pandemi Covid-19, Arab Saudi juga belum mengundang Indonesia untuk menyepakati nota kesepahaman tentang persiapan penyelenggaraan haji. (cnbcindonesia.com, 6/6/2021).

Di tengah kebijakan penguasa kian hari semakin kalang kabut dalam menghadapi pandemi Covid-19, sikap pemerintah makin menambah daftar  track record-nya yang kontroversial.

Tentu menjadi sebuah tanda tanya besar, ada apa di balik keputusan pembatalan haji? Apakah mungkin ada maksud terselubung dengan memanfaatkan dana haji yang tertahan? Sebab, jika yang dijadikan alasan adalah untuk menghindari penularan Covid-19, tentu hal demikian tidak sesuai dengan kebijakan yang diberlakukan saat ini.

Bandara, mal, pasar, restoran cepat saji, dan sejumlah tempat yang berpotensi menimbulkan kerumunan, sudah diaktifkan dengan catatan menjalankan protokol kesehatan. Sementara pemberangkatan haji malah batal dengan alasan yang tidak logis.

Banyak kritikan datang dari kalangan ulama. Menilai bahwa pembatalan keberangkatan haji ini mengakibatkan daftar tunggu semakin lama. Padahal, jika pemerintah tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan itu jauh lebih baik. Namun suara muslim, suara ulama, suara ormas tidak menjadi pertimbangan pemerintah.

Kontroversi Keputusan Pembatalan Haji

Dari berbagai analisis, ditambah dengan kondisi keuangan Indonesia yang morat-marit. Semua anggaran dipangkas untuk menanggulangi pandemi Covid-19 dan akibatnya rupiah pun melemah pada tingkat yang sangat mengkhawatirkan. Wajar jika masyarakat menjadi tidak percaya bahwa keputusan batal pemberangkatan haji 2021 ini dengan dalih dananya disimpan aman.

Sebenarnya pemerintah tidak mempunyai hak apa pun untuk menggunakan dana tersebut, baik untuk kepentingan investasi nasional dalam bentuk surat berharga. Oleh karena itu, maknanya pemerintah sedang memakai dana ibadah untuk infrastruktur dengan utang yang berbasis ribawi.

Bukan pertama kali dana haji menjadi kontroversi. Jumlahnya yang sangat besar telah menggiurkan berbagai pihak untuk memanfaatkannya. Sebelumnya, tahun 2017 juga 2020 pemerintah menyampaikan harapan agar dana haji bisa digunakan untuk infrastruktur seperti jalan tol, bandara, atau pelabuhan.

Namun sungguh sangat disayangkan, kontroversi pengelolaan dana haji sudah sangat cukup membuktikan pada masyarakat bahwa pemerintah hanya melihat unsur ekonominya saja dari pelaksanaan haji. Padahal, kita ketahui esensi dari berhaji adalah ibadah seorang hamba pada penciptanya. Alih-alih mendukung umat untuk melaksanakan ibadah, yang ada malah semakin dihambat dan dimanfaatkan.

Mekanisme Pengelolaan Haji dalam Islam

Sepanjang 14 abad lamanya dalam sejarah peradaban Islam, tercatat sudah 40 kali pelaksanaan ibadah haji ditunda karena alasan wabah, perang, hingga konflik politik. Pada 930 M untuk pertama kalinya ibadah haji ditutup, pada saat adanya pemberontakan kelompok Qarmatiah terhadap Kekhilafahan Abasiyah.

Pada 1831, penundaan haji karena wabah pun pernah terjadi, yaitu ketika wabah cacar dari India yang membunuh sekitar 75 persen jamaah haji di Makkah. Wabah kembali menimpa Makkah tahun 1837, sehingga pada tahun 1837-1840 ibadah haji ditiadakan. (dikutip dari Kitab Al Bidayah wan-Nihayah karangan Ibnu Katsir).

Jika Arab Saudi tahun lalu memutuskan untuk menutup Makkah karena wabah, ini bukan yang pertama terjadi dan jumhur ulama membolehkannya. Namun yang menjadi polemik pembatalan haji tahun 2021 ini justru bukan terletak pada keputusan pemerintahnya, akan tetapi paradigma pemerintah yang hanya menjadikan haji sebagai komoditas ekonomi yang patut dikoreksi.

Haji merupakan sebuah kewajiban seorang hamba, maka bentuk pengaturan negara terhadap penyelenggaraan Haji semata-mata untuk memfasilitasi seseorang untuk beribadah pada penciptanya. Bukan untuk ladang bisnis apalagi menjadi ajang perburuan rente penguasa.

Maka dari itu, mekanismenya pun didasarkan pada bahwa pemerintah adalah pelayan yang mengurusi urusan umat, bukan pedagang yang sedang berjualan dengan pembelinya. Tabiat seorang pelayan akan melayani majikannya dengan optimal, agar nyaman dalam beribadah. Berbeda dengan tabiat pedagang yang dalam pikirannya selalu mencari untung dari pembelinya.

Selain sarana dan prasarana yang sangat diperhatikan pemerintah dalam rangka memaksimalkan ibadah haji, pemerintah pun harus memperhatikan betul dalam aspek pengaturan kuota haji dan umrah. Sehingga keterbatasan tempat tidak menjadi hambatan bagi para calon jamaah haji dan umrah.

Pengaturan kuota haji dan umrah bisa berdasarkan dalil bahwa kewajiban haji dan umrah hanya sekali seumur hidup. Negara Islam akan memprioritaskan jemaah yang belum pernah pergi ke Makkah.

“Rasulullah SAW., pernah berkhotbah di hadapan kami dan berkata, “Allah telah mewajibkan haji pada kalian.” Lantas Al Aqro’ bin Habis, ia berkata, “Apakah haji tersebut wajib setiap tahun?” Beliau berkata, “Seandainya iya, maka akan kukatakan wajib (setiap tahun). Namun haji cuma wajib sekali. Siapa yang lebih dari sekali, maka itu hanyalah haji yang sunah.” Dikeluarkan oleh yang lima selain Imam Tirmidzi. (HR. Abu Daud no. 1721, Ibnu Majah no. 2886, An Nasai no. 2621, Ahmad 5: 331. Al Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadis ini sahih).

Oleh karenanya, polemik dan kontroversi pembatalan keberangkatan haji di Tanah Air berasal dari asasnya yang sekuler dalam pengelolaannya. Sehingga, penyelenggaraan ibadah haji hanya dilihat dari aspek ekonomi bukan pelayanan penguasa pada umat dalam memfasilitasi beribadah. Maka sangatlah mungkin dana haji dengan jumlah yang sangat fantastis dianggap lebih bermanfaat untuk infrastruktur daripada memberangkatkan jemaah dalam kondisi saat ini.

Wallaahu a’lam bishshawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 4

Comment here