Opini

Jihad Solusi Palestina, bukan Perundingan

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Nurmilati

Wacana-edukasi.com — Baru-baru ini sekitar 103 negara, organisasi internasional, sejumlah menteri luar negeri, dan presiden Sidang Majelis Umum (PBB) Volkan Bozkir melakukan pertemuan tertutup di New York guna membahas gencatan senjata antara Palestina dan Israel pada Kamis 20 Mei lalu waktu setempat.

Indonesia diwakili Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan pentingnya Palestina-Israel kembali ke meja perundingan untuk mewujudkan perundingan yang permanen. Menlu menyampaikan tiga seruan yaitu penghentian kekerasan dan dilakukan gencatan senjata, memberikan akses dan perlindungan rakyat sipil serta mendorong dimulainya kembali proses negosiasi multilateral yang meyakinkan.

Hal senada juga disuarakan para Menlu yang hadir pada pertemuan tersebut yakni agar Internasional memberikan penekanan kepada Palestina, Israel dan pihak yang terlibat untuk mengakhiri pendudukan supaya kekerasan tidak berulang.

Sebelumnya, bersamaan dengan sesi debat yang diadakan PBB tersebut, Palestina dan Israel sepakat melakukan gencatan senjata yang dimulai pada Jum’at pukul 02.00 waktu setempat, kedua belah pihak sepakat membalas serangan apabila ada pelanggaran dilakukan salah satu pihak. Guna memantau gencatan senjata tersebut, Mesir sebagai mediator mengutus dua delegasinya.

Nasib Palestina Pasca Gencatan Senjata

Dikutip dari Kompas.com, menurut Rektor Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Prof Jamal Wiwoho menilai, konflik Israel Palestina seperti film perang yang diputar kembali. “Konflik berulang dengan pola dan isu sama dengan lebih banyak korban jiwa.” (27/5).

Dalam kesempatan yang sama, Meutya Hafid Ketua Komisi 1 DPR menyampaikan “Isu utama adalah kemerdekaan Palestina dan penjajahan.”
Berdasarkan parameter yang disepakati two-state solustion, hal ini harus diselesaikan melalui perundingan.

Oleh sebab itu, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden memberikan solusi untuk kedua negara tersebut dengan konsep negara Palestina berdaulat bersama Israel dan ini merupakan landasan diplomasi internasional selama puluhan tahun dan perundingan ini didukung oleh pemimpin dunia Islam sebab mereka terikat dengan kepentingan masing-masing, baik dengan Israel maupun dengan Amerika Serikat.

Padahal, realitanya perjanjian damai dan gencatan senjata hanya akan disepakati Israel ketika mereka mulai terpojok melawan Palestina. Selain itu, perjanjian damai hanyalah permainan licik Israel untuk menyelamatkan diri. Acap kali perdamaian itu dilanggar Israel dan selalu berulang.

Harapan Semu Pemerintahan Baru

Baru-baru ini, oposisi Israel Yair Lapid seorang sentris dari Partai Yesh Atid dan Naftail Bennett Yamina akan membentuk koalisi baru setelah berhasil menyusun pemerintahan koalisi dengan sejumlah partai dari seluruh lingkup politik untuk menggulingkan Benyamin Netanyahu dari kursi kekuasaan selama 12 tahun. Koalisi yang tidak lazim ini mencapai kesepakatan pada 2 Juni malam waktu setempat.

Lapid mengaku bahwa dirinya telah berbicara dengan Presiden Israel Reuven Rivlin. Lewat akun Twitter Lapid mengatakan. “Pemerintah ini akan bekerja untuk semua warga Israel, baik yang memilihnya maupun tidak.”

Kendati demikian, menurut koresponden DW di Yerusalem, Tania Kramer melaporkan ada kesulitan terkait pembentukan koalisi partai-partai yang memiliki pandangan berlawanan, di satu sisi ada partai yang mendukung Palestina di sisi lain menentang Palestina. Meski fokus utama mereka pada isu-isu yang kurang tajam secara ideologis, tetapi mereka harus mengatasi perbedaan supaya pemerintahan ini bertahan.

Berdasarkan hal tersebut, seorang psikolog Palestina Kareem Hassan mengatakan. “Ini akhir zaman kelam Netanyahu dan awal era kegelapan baru.”
Koalisi baru tidak akan berubah dengan pemimpin sebelumnya. Selama Israel masih bercokol di Palestina, belum terlihat bagaimana akhir pendudukan di tahun berikutnya.”
Dikutip dari The Guardian (4/6).

Kareem menambahkan, apabila koalisi baru dari barisan oposisi kuat dan didukung parlemen, maka dapat segera menghentikan pemerintahan Netanyahu. Namun, Kareem menilai aneh dengan keberadaan Mansour Abbas sebagai salah satu tokoh keanggotaan koalisi tersebut. Perlu diketahui Mansour Abbas adalah politikus Arab Israel sekaligus Ketua Partai Arab Bersatu, dalam misinya koalisi baru akan berupaya menyatukan sayap kiri dan kanan Israel.

Kendati demikian, sebagian warga Gaza tidak memperhatikan persoalan politik Israel dan tidak peduli siapa yang akan berkuasa nanti, saat ini yang ada di benak warga Palestina adalah bagaimana nasib kedepannya. Menurut mereka bukan hanya Netanyahu yang membuatnya bertahun-tahun hidup dalam pengepungan dan kesulitan, namun semua pemimpin Israel memberlakukan kebijakan yang sama terhadap warga Gaza.

Hal senada diungkapkan warga di Ramallah di Tepi Barat, mereka menyambut upaya penggulingan Netanyah, tetapi tidak merasa yakin akan membawa kebaikan bagi Palestina. Seorang profesor di Universitas Al-Quds di Ramallah Jamal al-Khatib menilai salah satu tokoh dalam koalisi baru Israel memiliki pandangan nasionalis kanan-keras, sehingga menurutnya pemerintahan Israel tidak bisa dipastikan mengubah nasib Palestina lantaran sejarah membuktikan bahwa mereka ibarat dua sisi mata uang.

Konflik yang terjadi di Timur Tengah hingga saat ini tidak terlepas dari kejahatan politik Inggris yang bekerja sama dengan Prancis dan berkorelasi dengan imperialisme Barat ke wilayah tersebut sejak masa kemunduran Kekhalifahan Islam.

Inggris dengan ambisi Imperialismenya menciptakan negara ilegal Israel di jantung negeri-negeri muslim, keberadaan negara ini kemudian menjadi sumber konflik berkepanjangan di kawasan Timur Tengah hingga saat ini.

Sepanjang sejarah semenjak pendudukan Israel di Palestina disertai pergantian pemimpinnya, tidak pernah membawa perubahan untuk warga Palestina karena tabiat Israel yang senantiasa memenuhi syahwat penjajahan terhadap Palestina dan kedengkiannya terhadap umat Islam, sehingga harapan Palestina lepas dari penjajahan Israel hanya angan belaka, tidak akan pernah ada kebaikan dari pergantian pemimpin Israel. Lantas solusi apa yang harus diambil untuk menyelesaikan persoalan Palestina?

Jihad Solusi Palestina

Islam mempunyai kaidah dan tuntutan yang sempurna dalam menghadapi berbagai persoalan dan itu merupakan bagian dari hukum syariah yang wajib diikuti. Sementara kaidah syar’i untuk menghadapi invasi musuh adalah dengan mengusir agresor yaitu dengan berjihad.

Dengan solusi perundingan, selain tidak menyentuh persoalan pokok dari krisis berkepanjangan ini, perundingan hanyalah untuk menghentikan jihad kaum muslim terhadap Israel dan untuk kepentingan politik negara yang terlibat di dalamnya.

Sehingga kaum muslimin bisa hidup mulia dalam rengkuhan khilafah, tidak lagi terjajah.
Lantas, masihkah percaya dengan perundingan?

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 87

Comment here