Oleh Elia Iwansyah Putri
(Mahasiswa, Pegiat literasi Islam)
Wacana-edukasi.com Penyelenggaraan keberangkatan haji tahun 2021 resmi dibatalkan. Keputusan sudah final setelah mempertimbangkan keselamatan haji dan mencermati aspek teknis persiapan dan kebijakan otoritas Arab Saudi.
Keputusan tersebut tertuang dalam Keputusan Menag No. 660 Tahun 2021 tentang Pembatalan Keberangkatan Jamaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1442 Hijriah/2021 Masehi serta mendapat dukungan dari Komisi VIII DPR RI dalam rapat kerja masa persidangan kelima tahun sidang 2020/2021 pada 2 juni 2021 kemarin di mana pihak DPR RI menyatakan menghormati keputusan pemerintah yang akan diambil terkait penyelenggaraan ibadah haji tahun 1442 H/ 2021 M.
Pertimbangan keputusan tersebut antara lain: Pertama, ibadah haji wajib bagi umat Islam yang mampu secara ekonomi dan fisik serta terjamin kesehatan, keselamatan dan keamanan jamaah baik selama berada di embarkasi, debarkasi, hingga saat tiba di Arab Saudi.
Kedua, Kemenag menganggap kesehatan, keselamatan, dan keamanan jamaah haji terancam oleh pandemi Covid-19. Terlebih saat ini muncul varian baru Covid-19 hampir di seluruh dunia.
Ketiga, pemerintah menyebut bertanggung jawab untuk menjaga dan melindungi Warga Negara Indonesia (WNI) baik di dalam maupun di luar negeri melalui langkah penanggulangan pandemi Covid-19.
Keempat, menjaga jiwa merupakan salah satu maqashid syariah atau tujuan harus dicapai dalam syariat selain menjaga agama, akal, keturunan dan harta (PikiranRakyat.com, 09/06/2021).
Lalu dengan alasan-alasan ini apakah tidak ada usaha lain yang dilakukan negara mengingat ibadah haji adalah salah satu kewajiban umat muslim? Bagaimana tanggungjawab negara dengan ibadah haji?
Kewajiban yang Tergadaikan, di Tengah Sistem Kebebasan
Bukan hanya satu kali gagal berangkat haji, tetapi ini adalah kedua kalinya, calon jamaah haji menelan kekecewaan. Pasalnya dalam memberikan alasan seakan tak masuk akal. sehingga timbul spekulasi-spekulasi lain di tengah masyarakat.
Sejumlah kalangan berspekulasi bahwa pembatalan haji lantaran adanya masalah diplomasi. Dubes Arab Saudi pun mengklarifikasi bahwa, “Masalah pembatalan keberangkatan jamaah haji Indonesia tidak ada kaitannya dengan hubungan baik yang sudah terjalin antara Arab Saudi dan Indonesia,” kata Dubes Arab Saudi (PikiranRakyat.com, 09/06/2021).
Pada Sabtu,12 Juni 2021 Yaqut Cholil Qoumas (Menteri Agama) menyampaikan, “Pemerintah Saudi mengumumkan haji hanya dibuka untuk domestik dan ekspatriat. Dengan menimbang keselamatan dan keamanan jamaah dari ancaman Covid-19 yang belum reda. Sebagaimana pemerintah RI, keselamatan dan keamaanan jemaah, selalu menjadi pertimbangan utama,” kata Yaqut.
Pengumuman tersebut sejalan dengan keputusan menag RI yang membatalkan haji tahun ini dengan alasan keamanan dan keselamatan jamaah haji. Dalam mengurus ibadah haji tentunya perlu pengaturan negara yang baik, memperjuangkan hak masyarakat agar bisa berangkat haji adalah salah satu wewenang pemerintah suatu negara, sehingga tidak menimbulkan kesimpangsiuran berita dan juga ketidakjelasan nasib para calon jamaah haji yang akan menunggu lebih lama lagi.
Ketika girah/ semangat menuntaskan kerinduan dengan menunaikan kewajiban tersebut, kini tertinggal sebatas angan. Muslim terbesar ternyata belum sanggup mewujudkan power-nya untuk sigap dan terdepan menunaikan kewajiban. Bukan perihal individu tetapi ini menyangkut kewajiban dan kebijakan yang diberlakukan negara.
Negara dengan sistem kebebasan, tetapi ternyata kini justru menjadi bumerang pemenuhan kewajiban umat. Kebebasan yang terbatas, dengan spekulasi dan argumentasi yang menjadi alasan pembatalan haji, justru sangat mengecewakan rakyat karna melihat fakta yang berbanding terbalik dengan kebijakan lain yang terkesan longgar dan minim penjaminan.
Di sinilah bukti bahwa sistem aturan hari ini tidak sejalan dengan pemenuhan kewajiban umat melaksanakan perintah agama atau perintah Sang Khalik. Kebebasan demokrasi ternyata tidak menjadikan umat bebas dalam taat dan menjalankan kewajiban, karena memang demokrasi tidaklah lahir dari Islam, melainkan dari penganut kebebasan yaitu kapitalisme liberalisme.
Kebijakan Khilafah dalam Urusan Haji
Sangat jauh berbeda di mana penerapan islam dalam negara diadopsi kala itu. Catatan sejarah membuktikan pelayanan jamaah haji oleh khilafah sangat penuh perhatian, mereka dilayani dengan sebaik-baiknya. Negara bersistem Islam punya pengaturan mekanisme haji yang diatur jelas dan transparan, yaitu dalam sistem Khilafah Islamiah. Negara Islam akan menempuh beberapa kebijakan untuk memperjuangkan jamaah haji.
Pertama, khalifah menunjuk pejabat khusus untuk memimpin dan mengelola pelaksanaan haji dengan sebaik-baiknya. Mereka dipilih dari orang orang yang bertakwa dan cakap memimpin.
Kedua, jika negara harus menetapkan ONH (Ongkos Naik Haji), maka nilainya ditentukan sesuai dengan biaya yang dibutuhkan oleh jamaah berdasarkan jaak wilayahnya dengan Tanah Haram (Makkah-Madinah), serta akomodasi yang dibutuhkan selama peri dan kembali dari Tanah Suci.
Ketiga, khalifah akan menghapus visa haji dan umrah. Pasalnya, di dalam sistem khilafah, kaum muslim hakikatnya berada dalam satu kesatuan wilayah. Tidak tersekat-sekat oleh batas daerah dan negara, sebagaimana saat ini.
Keempat, khalifah berhak mengatur kuota haji dan umrah. Dengan hal ini keterbatasan tempat tidak menjadi kendala bagi calon jamaah haji dan umrah.
Kelima, khilafah akan membangun berbagai sarana dan prasarana untuk kelancaran, ketertiban, keamanan, dan kenyamanan para jamaah haji. Dengan begitu faktor-faktor teknis yang dapat mengganggu apalagi menghalangi pelaksanaan ibadah haji dapat disingkirkan sehingga istiha’ah amaniyah dapat tercapai (Buletin Dakwah Kaffah, edisi 196, 11/06/2021).
Dalam khilafah urusan haji dan umrah dilakukan dengan prinsip riayah (pelayanan) sehingga mereka benar-benar melayani tamu Allah sesuai dengan syariat Islam. Dengan pelayanan yang bukan bertumpu pada syariat Islam, pelaksanaan ibadah haij dan umrah sering memicu kendala dan bahkan bisa jadi ajang mencari keuntungan bagi pihak yang tidak bertanggung jawab.
Wallahu a’lam Bishshawab.
Views: 4
Comment here