Opini

Pengendalian Covid-19 Tak Cukup 3T

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Dita Resti

Wacana-edukasi.com — Presiden Joko Widodo mengingatkan empat provinsi di Pulau Jawa yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, serta beberapa kabupaten atau kota termasuk Kota Bandung agar meningkatkan koordinasi dan 3T pada penangan Covid-19 (nasional.okezone.com 11/6/2021).

Imbauan presiden ini disampaikan setelah terjadi lonjakan kasus covid-19 pasca Idul Fitri 1442 H. Meskipun pemerintah telah melarang arus mudik, tetapi faktanya pergerakan mudik tetap terjadi. Pemudik yang memenuhi persyaratan tetap diperbolehkan untuk melanjutkan perjalanan. Akibatnya peringatan dari Tim Mitigasi IDI tentang peningkatan kasus Covid-19 pasca Idul Fittri akhirnya terjadi.

Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Airlangga Hartanto menyebutkan, terhitung sejak 6 Mei 2021, lebih dari 4.000 orang pemudik dinyatakan positif Covid-19 (Kompas.com 11/5/2021).

Meskipun pemerintah terus menggenjot pelaksanaan vaksin, tetapi nyatanya penyebaran virus tidak mampu dicegah. Apalagi para ahli telah menyampaikan bahwa vaksinasi tidak membuat masyarakat kebal terhadap virus melainkan hanya memperkecil dampak yang dirasakan. Ditambah aneka varian mutasi virus yang masuk melalui warga asing yang masih boleh masuk ke Tanah Air.

Kebijakan Setengah-Setengah

Sejak masuknya Covid-19 ke Indonesia tahun 2020 lalu, pemerintah cenderung mengeluarkan kebijakan yang tidak tegas. Pemberlakuan pembatasan kegiatan dan mobilitas masyarakat tidak dilakukan menyeluruh. Hal ini dilakukan pemerintah dengan dalih agar ekonomi tetap berjalan. Belum lagi adanya larangan berkerumun yang dinilai pandang bulu antara masyarakat biasa dan publik figur, masuknya TKA asing secara masif, serta pembukaan pariwisata, sementara mudik dilarang.

Meskipun para ahli dan para pengamat telah memperingati adanya risiko penyebaran virus yang semakin besar, pemerintah tetap bergeming. Padahal efek yang dirasakan kini bukan hanya lonjakan kasus tetapi menurunnya kepercayaan publik pada setiap kebijakan yang mengatasnamakan penanganan Covid-19.

Bukan hanya itu, masyarakat pun terkena dampak kerugian yang tidak sedikit. Baik dampak ekonomi seperti meroketnya angka kemiskinan dan penutupan berbagai usaha mikro, dampak pendidikan di mana para guru kesulitan melakukan rencana ajar jarak jauh dan siswa yang kesulitan melakukan proses belajar karena tidak punya kuota internet.

Tak Cukup 3T

Pemerintah telah mencanangkan program 5M (mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak, mengurangi bepergian, memakai masker, menghindari kerumunan) dan 3T ( testing, tracing, treatment) untuk menangani penyelenggaraan virus Covid-19. Namun pelaksanaan program di lapangan tidak maksimal. Kebijakan pun bisa kendor ketika jumlah kasus dirasa stabil. Padahal, wabah tetap masih ada dan bisa meluas bila tidak ditangani.

Bila melihat penyebaran virus saat ini, agaknya sudah terlambat jika hanya melakukan aksi 5M dan 3T. Hal ini karena persebaran virus sudah tidak mampu lagi ditelusuri dari mana awalnya. Kurangnya tenaga kesehatan, terbatasnya fasilitas perawatan Covid-19, jaminan bagi warga yang melakukan isolasi, serta pembukaan akses masuknya warga asing menambah berat pekerjaan rumah penanganan pandemi.

Bahkan, negara maju yang bisa dikatakan serius menghadapi dampak pandemi ini pun mengalami pasang surut kasus. Sebut saja Jepang atau Korea Selatan yang sejak awal melakukan tes secara menyeluruh, melakukan lock down, dan memberikan vaksinasi kepada rakyatnya tetap menghadapi lonjakan kasus. Meskipun tidak sebanyak di Indonesia, tetapi hal ini tetap tidak bisa dikatakan mereka mampu mengatasi masalah pandemi ini.

Butuh Solusi Cemerlang

Wabah seharusnya bukan hal baru bagi kita. Sejak dahulu peristiwa ini sudah berkali-kali dirasakan oleh manusia di berbagai belahan dunia. Sejatinya negara bisa belajar dari keberhasilan penanganan wabah sebelumnya sehingga penyebaran virus bisa dihentikan.

Salah satu keberhasilan yang pernah ada adalah penanganan wabah di masa Khalifah Umar bin Khattab berkuasa. Berkat ide cemerlang seorang sahabat, Salman Alfarisi, wabah _tha’un_ yang merenggut puluhan nyawa kaum muslim kala itu bisa teratasi. Ide brilian Salman ini didasari pada titah Rasulullah dalam sabdanya, “Wabah thaun adalah kotoran yang dikirimkan oleh Allah terhadap sebagian kalangan bani Israil dan juga orang-orang sebelum kalian. Kalau kalian mendengar ada wabah thaun di suatu negeri, janganlah kalian memasuki negeri tersebut. Namun, bila wabah thaun itu menyebar di negeri kalian, janganlah kalian keluar dari negeri kalian menghindar dari penyakit itu.” (HR. Bukhari-Muslim).

Sebagaimana para sahabat mendasari setiap pengambilan keputusan dari dalil-dalil syara’,  begitulah seharusnya negara bisa belajar mengatasi seluruh problematika rakyatnya. Islam mengajarkan bahwa kebijakan yang dikeluarkan oleh negara haruslah didasarkan pada kaidah syara’ bukan semata memperhitungkan untung rugi ekonomi layaknya dalam sistem kapitalisme saat ini.

Islam telah diturunkan Allah sebagai solusi atas seluruh masalah manusia. Solusi cemerlang yang mampu menyelesaikan masalah secara tuntas bukan sekadar parsial belaka. Bila pemerintah mau mengikuti apa yang Allah dan Rasul-Nya perintahkan, bukan tidak mungkin pandemi ini bisa diatasi bahkan mewujudkan keberkahan di muka bumi.

Wallahu a’lam bishshawab.

 

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 1

Comment here