Opini

Dana Bantuan Salah Sasaran, Salah Siapa?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Zeni Setyani M.Pd.(Praktisi Pendidikan)

Keakuratan data dan dokumen pada masa pemerintahan Islam,menjadi pelopor sistem administrasi yang maju. Walaupun administrasi hanyalah sebagai sistem pendukung (supporting sistem) dalam sebuah negara, yang berada di bawah sistem politik, hukum dan ekonomi.

Wacana-edukasi.com — Dana bantuan untuk pelaku usaha mikro dalam bentuk Program Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM) atau yang dikenal dengan sebutan BLT UMKM yang hingga saat ini masih dikucurkan oleh pemerintah dinilai masih salah sasaran, dan ini disebabkan masih banyak ditemukan masalah terkait penerima BLT UMKN yang tidak tepat.

Seperti yang dilansir dari Kompas TV bahwa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menemukan penyaluran BLT UMKM yang bermasalah sebesar Rp1,18 triliun. Berdasarkan kutipan dari Laporan Hasil Pemeriksaan atas LKPP 2020, Rabu (23/06/2021), bahwa penyebabnya adalah ketidaksesuaian penerima dengan kriteria yang disyaratkan, ketidaksesuaian penyaluran dana dengan surat keputusan yang dikeluarkan, serta duplikasi penyaluran dana kepada penerima. Sebagaimana data di bawah ini:

Ada 414.590 penerima tidak sesuai kriteria sebagai penerima BPUM dan penyaluran dana BPUM kepada 22 penerima tidak sesuai dengan surat keputusan penerima BPUM, serta duplikasi penyaluran BPUM kepada satu penerima.
Sebanyak 42.487 penerima BPUM dengan total dana mencapai Rp101,9 miliar berstatus sebagai ASN, TNI/Polri, karyawan BUMN dan BUMD.
Terdapat 1.392 penerima BPUM menerima lebih dari sekali bantuan dengan total anggaran Rp3,34 miliar.

Ada Penerima BPUM yang bukan termasuk pelaku usaha mikro sebanyak 19.358 dengan total dana sebesar Rp46,45 miliar.
Ada penerima BPUM yang sedang menerima kredit atau pinjaman perbankan lainnya sebanyak 11.830 penerima dengan total anggaran Rp28,39 miliar.

BPUM diberikan kepada penerima dengan NIK tidak sesuai sebanyak 280.815 penerima dengan nilai Rp673,9 miliar.
BPUM yang diberikan kepada penerima dengan NIK anomali sebanyak 20.422 penerima sebesar Rp49,01 miliar.

BPUM kepada penerima yang sudah meninggal sebanyak 38.278 penerima dengan total dana sebesar Rp91,86 miliar. BPUM kepada 8 penerima yang sudah pindah keluar negeri sebanyak Rp19,2 juta, dan penyaluran kepada 22 penerima sebesar Rp52,8 juta tidak sesuai lampiran surat keputusan.
Terdapat duplikasi penyaluran dana BPUM kepada 1 orang penerima yakni sebesar Rp2,4 juta.

Adanya masalah terkait aktivasi dana BPUM terblokir sebesar Rp145,2 miliar yang belum memiliki mekanisme verifikasi untuk memastikan ketepatan penyaluran dana sampai jangka waktu program berakhir.
Adanya pencairan dana yang melewati batas akhir sebesar Rp13,87 miliar, dan belum dikembalikannya dana BPUM yang gagal disalurkan sebesar Rp23,56 miliar.

Berdasarkan fakta data di atas, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki memberi kanpenjelasan terkait masalah tersebut pada rapat dengan DPR RI Komisi IV, bahwa memang ada pegawai negeri sipil (PNS), Anggota TNI/Polri, pegawai BUMN, hingga Badan Layanan Umum (BLU) yang mendaftarkan diri ke Program BLT UMKM. Sedangkan mereka tidak termasuk kategori yang dibolehkan untuk mendaftar, Tribunnews.com,Kamis (01/07/2021).

Lantas, BLT UMKM Rp1,2 juta ini sebenarnya diberikan untuk siapa?

Sementara pelaku usaha mikro yang mau mendaftar BLT UMKM Rp1,2 juta harus memenuhi sejumlah syarat sebagai berikut : Warga Negara Indonesia, Punya Nomor Induk Kependudukan (NIK), Memiliki usaha mikro yang dibuktikan dengan surat usulan calon penerima BPUM dari pengusul BPUM beserta lampirannya yang merupakan satu kesatuan, Bukan PNS, TNI/Polri, pegawai BUMN atau BUMD. Tidak sedang menerima kredit atau pembiayaan dari perbankan dan KUR. Bagi pelaku usaha mikro yang memiliki KTP dan domisili usaha berbeda dapat melampirkan Surat Keterangan Usaha atau SKU.

Di sisi lain, Menurut Agus Sarwono, peneliti padaTransparency International Indonesia (TII) memaparkan adanya pengaduan dari 44 pelaku usaha terkait penerima dana bantuan yang salah sasaran selama Juni 2021. Dan Agus juga menilai masalah ini dipicu oleh ketersediaan data pelaku UMKM yang tidak lengkap dan akurat,dan tata cara pengusulan penerima manfaaat yang prosesnya berbelit-belit. Menurut dia, kelemahan tata kelola data dapat berpotensi koruptif. yaitu kehadiran pelaku-pelaku UMKM fiktif, pungutan liar saat mengurus surat keterangan usaha (SKU), dan pemanfaatan dana yang tidak diperuntukan untuk usaha. Sehingga hal ini menjadi tantangan bagi KemenkopUKM untuk segera diselesaikan dan mendorong Kementerian Koperasi dan UKM bersikap transparan dan mulai melakukan digitalisasi data-data terkait UMKM; tujuannya agar data mudah terpantau dengan benar oleh masyarakat. Maka,dengan melakukan digitalisasi terhadap setiap proses tersebut, pemerintah tidak hanya mampu mempercepat proses penyaluran bantuan, namun juga secara transparan dan akuntabel menyajikan proses penyalurannya serta memudahkan untuk melacak kembali jika terjadi kesalahan dalam proses atau penetapan penerima manfaat.

Oleh karena itu, tidak heran apabila di sistem kapitalisme sekuler ini banyak terjadi permasalahan dalam berbagai hal, salah satunya dengan persoalan manajemen data yang buruk, sehingga data yang yang ada jadi semrawut. Data pemerintah pusat dan daerah tidak sinkron, dan ini berpotensi menjadi celah terjadinya tindakan korupsi.

Persoalan yang berhubungan dengan dana yang besar inilah yang dapat membuka peluang atau kesempatan untuk melakukan korupsi itu disebabkan penerapan sistem kapitalisme di Indonesia yang bersifat kapitalisme perkoncoan (crony capitalism). Disebut kapitalisme perkoncoan karena dapat dilihat hubungan erat antara pengusaha-pengusaha dengan pejabat-pejabat dalam menjalankan praktik kapitalisme. Selain itu, kapitalisme perkoncoan nampak dengan banyaknya pejabat maupun anaknya yang menjadi pengusaha dan banyaknya pengusaha yang menjadi pejabat.

Kesalahan dalam menyalurkan dan BLT terjadi karena lemahnya fungsi ri’ayah (pengurusan) dan pengawasan oleh negara. Penguasa yang me-ri’ayah (mengurusi) rakyatnya seharusnya memastikan setiap rakyat memperoleh haknya. Juga memastikan setiap rupiah uang negara disalurkan pada yang berhak menerimanya.

Hal ini berbeda dengan sistem Islam, seperti pada masa Umar bin Khattab sudah memerintahkan pencatatan warga negara khilafah secara lengkap, bahkan meliputi data kapan mereka masuk Islam, sudah berapa kali ikut berjihad dan sebagainya. Sehingga, pungutan dan pembagian zakat di masa khilafah sesudahnya sudah berjalan tepat sasaran (efektif). Dan untuk data agama, waktu itu hanya dibagi tiga saja, yaitu muslim, ahli kitab (Yahudi dan Nasrani), dan “lain-lain” (majusi, musyrik, dan agama-agama lainnya). Ini karena menyangkut hak istimewa yang ada di muslim dan di ahli kitab saja.

Keakuratan data dan dokumen pada masa pemerintahan Islam,menjadi pelopor sistem administrasi yang maju. Walaupun administrasi hanyalah sebagai sistem pendukung (supporting sistem) dalam sebuah negara, yang berada di bawah sistem politik, hukum dan ekonomi. Namun dengan sistem administrasi yang baik, maka kebaikan yang ada dalam sebuah sistem politik akan lebih baik lagi. Negara akan dapat lebih pro-aktif melayani warganya. Misalnya pada warga yang telah memasuki usia lanjut, negara dapat memberikan layanan yang lebih istimewa. Dan ini dilakukan baik bagi warga muslim maupun kafir dhimmy. Inlah gambaran sistem Islam dalam menyelesaikan permasalahan umat dalam hal sistem administrasi yang benar dan akurat.

Wallahu a’lam bishowab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 5

Comment here