Opini

Bilakah Narkoba Enyah dari Peredaraannya?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh  Dewi Fitratul Hasanah

(Pemerhati Publik dan Pegiat Literasi)

Rusaknya sistem kapitalisme semakin terpampang nyata dengan eksisnya gaya hidup liberal yang hedonis dan permisif.

Wacana-edukasi.com — Baru-baru ini ramai pemberitaan penangkapan pasutri yang diamankan dan resmi menjadi tersangka lantaran narkoba yang dikonsumsinya.

Dikutip dari cnbc.com, Kamis ( 8/7/2021) Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus menceritakan penangkapan tersebut. Dikatakannya pasangan itu diciduk pukul 15.00 di kawasan Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan (Jaksel), Rabu (7/7/2021).

Berita tersebut langsung menjadi trending topic. Pasalnya pasutri tersebut merupakan public figure sekaligus konglomerat tersohor yang juga merupakan anak dan menantu seorang politisi Abu Rizal Bakrie, yaitu Ardi Bakrie dan Nia Ramadani.

Banyak warganet yang mengomentari kabar penangkapan ini. Mereka kaget dan mempertanyakan apa yang membuat Nia dan suaminya harus menggunakan Narkoba. Karena keduanya dikenal publik sebagai orang yang sangat berada.

Seperti cuitan akun Twitter @Vettyvera24 ini.

“Yang buat Saya bingung, Apa yang Membuat Mereka berdua Ini Harus menggunakan Narkoba. Kurang apa lagi Nia Ramadhani dan Ardi Bakrie.”

“Mungkin Ini yang dimaksud dengan uang bukan tolak ukur kebahagiaan, tapi banyak di luar sana kerja mati-matian hanya demi uang,” tulisnya.

Sedikit membelalak, kasus narkoba yang menjerat para artis/public figure semacam ini bukanlah yang pertama terjadi. Sebelumnya, sejumlah artis, pejabat dan politisi lain pun acap terjerat kasus serupa.

Miris memang, selama ini begitu banyak kampanye memerangi narkoba yang digaungkan. Pun, pemerintah mempunyai program dalam pemberantasan narkoba yang tertuang dalam inpres nomor 2 tahun 2020 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Narkoba. Bahkan, seluruh sektor negara seperti, anggota kabinet, kepala BIN, Jaksa Agung, Panglima TNI, Kapolri, lembaga pemerintah nonkementerian hingga para kepala daerah, semuanya diperintahkan untuk menjalankan instruksi memerangi narkoba.

Namun, segala upaya tersebut seolah tak menemui hasil. Kasus demi kasus selalu muncul silih berganti. Tentu, bukan sekedar dipicu karena zat adiktif yang bisa membuat ketagihan dan ketergantungan bagi para penggunanya. Agaknya keberadaan hukum yang tidak tegas yang tidak mampu membuat jera pun turut andil menyuburkan sindikat narkoba. Belum lagi praktik persengkokolan antara aparat dengan bandar juga semakin mengakibatkan rantai peredaran narkoba tak kunjung berakhir. Karenanya wajar bila penyalahgunaan narkoba sulit diberangus. Apatah lagi, Indonesia telah dikenal sebagai surga bagi pengedaran narkoba.

Inilah risiko besar dari diterapkannya sistem kapitalisme. Negeri yang berkasih dengan kapitalisme ini tidak akan mampu meninggalkan segala sesuatu yang menghasilkan cuan tanpa peduli halal haram. Jamak diketahui, bisnis narkoba adalah bisnis yang keuntungannya sangatlah menggiurkan. Itulah mengapa keberadaannya seolah dipertahankan dan terkesan sayang untuk dimusnahkan.

Rusaknya sistem kapitalisme semakin terpampang nyata dengan eksisnya gaya hidup liberal yang hedonis dan permisif. Di mana gaya hidup semacam itu telah mengabaikan aturan agama dalam kehidupannya (sekularisme). Sekularisme ini merupakan akidah dari sistem kapitalisme yang meniscayakan terciptanya pribadi yang tidak punya rasa takut terhadap dosa dan pertanggungjawaban di akhirat.

Berbanding terbalik dengan sistem Islam yakni sistem hidup yang datang dari Sang Pencipta, Allah Swt. Ketika sistem ini diterapkan, keberadaannya mampu memberantas kemaksiatan dan kezaliman termasuk menghilangkan peredaran narkoba di tengah masyarakat hingga ke akarnya. Sebab, Islam memiliki sinergi tiga komponen kehidupan yakni, individu yang bertakwa, kontrol masyarakat dan negara yang memiliki aturan tegas.

Pertama, peran individu. Individu yang bertakwa, akan menyandarkan segala sesuatu yang diperbuatnya berdasarkan standart halal haram yang ditetapkan Allah Swt. Kesadaran bahwa Allah Swt Mahamelihat, menjadi kontrol utama dalam mengarungi kehidupan pribadinya. Keharaman narkoba niscaya dipatuhi oleh setiap individu baik public figur maupun rakat biasa, atas dasar ketaatannya kepada Allah Swt.

Diriwayatkan dari Ibnu Umar, Rasulullah Saw. bersabda, “Setiap yang muskir (memabukkan) adalah khamar, dan setiap yang muskir adalah haram” (HR Muslim).

Kedua, peran masyarakat. Amar makruf nahi mungkar adalah bentuk kontrol masyarakat Islam yang didasari dari perasaan, pemikiran dan terikat pada aturan yang sama, yakni aturan Islam. Sangat kontras dengan kehidupan masyarakat sekuler yang individualis dan tidak peduli lingkungan sekitar. Sikap inilah yang menjadikan kemaksiatan seperti penyalahgunaan narkoba tumbuh subur.

Ketiga, peran negara. Negara bersistem Islam, tidak akan mengenal kompromi dan pandang bulu dan dalam memberi sanksi. Sanksi yang diberikan mampu memberi efek jera sekaligus membuat yang lain takut untuk coba-coba.

Peran dari tiga komponen kehidupan tersebut hanya bisa didapati ketika Islam dijadikan sebagai sistem dalam kehidupan bernegara. Sehingga hanya dengan negara bersistem Islamlah peredaran narkoba akan enyah dari peredarannya.

Wallahu a’lam bishshawaab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 0

Comment here