Opini

Inkonsisten Kebijakan PPKM Darurat

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Ross A.R (Aktivis dakwah)

“Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya hal itu timbul dari ketakwaan hati ( QS.Al-Hajj : 32 )

Wacana-edukasi.com — Kebijakan yang diterapkan pemerintah saat ini adalah PPKM Darurat Jawa-Bali, sepertinya ada ketimpangan. Pasalnya, penutupan rumah ibadah seperti masjid akan menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat. Sebab di sisi lain pemerintah justru membiarkan dan memberikan izin untuk proyek infrastruktur tetap berjalan.

Seperti yang di lansir Tirto.Id.com (3/7/2021) Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat ( PPKM ) Darurat Jawa-Bali sudah di berlakukan di wilayah tersebut. Hari terakhir PPKM Darurat diperkirakan bersamaan dengan jatuhnya hari raya Idul Adha atau Idul Kurban bagi umat Islam. Menteri agama Cholil Qoumas menyebut udah menyiapkan Surat Edaran (SE) untuk peniadaan ibadah di tempat-tempat ibadah.

Terkait sholat Idul Adha, Menag menghimbau kepada umat Islam agar sholat Idul Adha di rumah masing-masing. Para ulama di Kota Malang menghimbau pemerintah kota setempat lebih intens melibatkan pengurus masjid di masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Darurat ini. Termasuk dalam upaya penanganan Covid-19 di Malang.
PPKM Darurat berlangsung selama 3-20 Juli 2021 dengan salah satu aturannya penutupan sementara tempat ibadah. Kebijakan yang berdekatan dengan Idul adha itu rawan menimbulkan kontroversi di masyarakat. Dapat berdampak pada kasus Covid-19 di Malang Liputan6.com ( 3/7/2021 )

Namun, ironisnya Menko kemaritiman dan investasi Luhut Binsar Panjaitan tetap mengizinkan kegiatan proyek konstruksi berjalan 100% Kontan.co.id(17/6/2021) Kondisi ini begitu miris pastinya, dengan karakter kepemimpinan begitu sekuler kapitalistik. Penguasa sekuler tidak akan menjadikan pelaksanaan ibadah publik sebagai hal yang termasuk kedalam pengurusannya. Ibadah dibiarkan berjalan di individu-individu masyarakat .

Atas nama pencegahan Covid-19, ibadah yang termasuk dari syiar-syiar Islam tidak terlaksana. Seperti kebijakan pembatasan sholat Idul Adha pada saat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. Kebijakan ini bisa menyebabkan terhapusnya syiar-syiar Allah SWT yang hukumnya wajib di tampakkan ditengah-tengah masyarakat .

Dalam kitab Al Mausu’ah Al Fiqiyah 26/97-98 yang dimaksud syiar-syiar Allah Swt adalah setiap tanda eksistensi agama Islam dan ketaatan kepada Allah Swt. Seperti sholat berjama’ah , sholat Jum’at, sholat Idul Fitri, sholat Idul Adha, puasa, haji, azan, iqomah, kurban dsb. Dalam kitab tersebut.” Wajib hukumnya atas kaum muslim untuk menegakkan syiar-syiar Islam yang bersifat zhahir, dan juga wajib menampakkannya (ditengah masyarakat) baik syiar itu sendiri. Kewajiban menampakkan syiar-syiar Islam tersebut diambil dari Al-Qur’an.
ذٰلِكَ وَمَنْ يُّعَظِّمْ شَعَاۤىِٕرَ اللّٰهِ فَاِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوْبِ

“Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya hal itu timbul dari ketakwaan hati ( QS.Al-Hajj : 32 )

Akibat kesalahan kebijakan pandemi di awal, ibadah yang termasuk kedalam syiar-syiar Allah Swt banyak yang tidak terlaksana . Jelas ini adalah bentuk kegagalan dari penguasa sekuler dalam mengatasi pandemi, hingga mengorbankan ibadah. Memang dalam kondisi pandemi diperlukan untuk meminimalisir mobilitas publik agar transmisi penularan wabah dapat dicegah.

Sayangnya, upaya pembatasan ini seringkali dibarengi dengan kebijakan pelanggaran pada sektor lain. Seperti saat ini, membatasi terselenggaranya Idul Adha, namun melonggarkan pembangunan proyek. Menetapkan pembatasan aktivitas ibadah dan menutup rumah ibadah, namun pada saat yang sama tempat publik yang lain seperti pasar, mall, restoran dan tempat-tempat wisata justru dibiarkan tetap buka. Padahal tempat-tempat tersebut justru lebih sulit dikendalikan dan peluang terjadinya pelanggaran protokol kesehatan justru lebih besar. Jika dibandingkan jama’ah di masjid lebih terbatas dan waktunya pun hanya beberapa menit saja.

Wajar, jika masyarakat mempertanyakan mengapa yang ditutup harus masjid?
Namun pada akhirnya banyak yang melanggar protokol kesehatan. Selain pembatasan ibadah pemerintah beberapa kali melakukan pengetatan aktivitas masyarakat di dalam negeri. Seperti larangan mudik, sekolah harus daring dll.
Namun disaat bersamaan pemerintah malah membiarkan pintu Bandara Internasional terbuka lebar, bagi pintu masuknya Warga Negara Asing (WNA).

Dan ironisnya, hal ini ternyata masih terjadi saat PPKM Darurat ini sudah diberlakukan. Situasi ini pun lantas diperparah dengan ketidaksiapan pemerintah dalam memback’up kebutuhan masyarakat. Baik terkait kebutuhan ekonomi maupun layanan kesehatan yang memadai. Akibatnya masyarakat mengalami kesulitan yang luar biasa dalam menjamin kebutuhan hidupnya.

Inilah yang menyebabkan kepercayaan rakyat semakin hilang pada negara dan penguasa. Mereka bahkan seakan sudah terbiasa memosisikan diri hidup seolah tanpa pengurus dan penjaga. Inilah ironi kepemimpinan dari sistem sekuler-kapitalisme. Sebab penguasa dalam sistem ini sejatinya hanya bekerja untuk kepentingan korporat.

Sudah sepantasnya masyarakat menyadari bahwa situasi seperti ini akan terus terjadi jika sistem sekuler-kapitalisme tetap mengurus mereka. Konsekuensi hidup jauh dari pengaturan syari’at Islam dan hanya menimbulkan penderitaan dan kesengsaraan.

Sudah saatnya kaum muslimin kembali ke sistem fitrahnya mereka, yaitu kembali menerapkan sistem Islam.
Dalam Islam, posisi penguasa adalah ria’yahsu’umil ummah ( pengurus kebutuhan umat )
Dalam menghadapi wabah misalnya, Islam memberikan tuntunan terbaik bagaimana menghadapi nya baik di level individu, keluarga, masyarakat, bahkan Negara.

Sistem pendidikan dan informasi yang membangun dan mencerdaskan juga ditopang administrasi yang memudahkan. Serta sistem hukum lain yang menguatkan semua masalah wabah di cover dengan baik dan sangat cepat. Bahkan saat negara harus mengambil kebijakan darurat, masyarakat tidak akan seperti sekarang.

Apalagi hingga tercegah untuk melaksanakan ibadah , karena sejak awal masyarakat sudah siap, dan level kesejahteraan mereka tidak kolaps. Konsep inilah yang diterapkan oleh khalifah-khalifah dalam Islam. Mereka berupaya dengan optimal untuk mengurus umat. Maka tidak heran, jika wabah penyakit yang pernah terjadi semasa peradaban Islam dapat terkendali dan terselesaikan.

Wallohualam bishowab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 0

Comment here