Opini

Kapitalisme Meniscayakan Dualisme Kebijakan

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh  Ummu Hanan (Aktivis Muslimah)

Kebijakan penanganan pandemi seharusnya berpijak pada konsep komprehensif

Wacana-edukasi.com– Penyelenggaraan shalat Idul Adha pada tahun ini kemungkinan akan ditiadakan. Hal ini menyusul adanya imbauan dari Kementrian Agama (Kemenag) untuk meniadakan shalat Idul Adha 1442 H di Masjid mau pun lapangan terbuka yang dapat menimbulkan kerumunan pada zona yang diberlalukan PPKM Darurat (liputan6.com,02/07/2021). Selain masjid peniadaan peribadatan dikabarkan juga akan diberlakukan bagi agama lainnya seperti di pura, vihara dan klenteng. Sebagai gantinya, masyarakat dihimbau untuk dapat menjalankan ibadah di rumah masing-masing.

Keputusan pemerintah untuk meniadakan peribadatan saat berlangsung PPKM Darurat didukung oleh beberapa kalangan. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cholil Nafis dalam cuitan Twitter mengajak masyarakat untuk mengikuti ketentuan pemerintah. Cholil Nafis juga menjelaskan terkait peran ulama, cendekiawan dan juga pemerintah dalam hal penanganan pandemi (pangandaran.com,04/07/2021).

Menurut Cholil masing-masing pihak memiliki porsinya, ulama dengan porsi keagamaan, cendekiawan melalui pandangan medisnya dan pemerintah menetapkan kebijakan dan peraturan.

Di tengah kebijakan peniadaan peribadatan sebab adanya PPKM Darurat ternyata tidak berlaku dalam hal penyelenggaraan proyek. Meski aktivitas masyarakat yang ada di pusat perbelanjaan, olah raga serta tempat publik lain ditutup sementara, kegiatan proyek konstruksi tetap berlangsung. Kegiatan proyek konstruksi dikabarkan tetap berjalan 100 persen. Menurut Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, pelaksanaan kegiatan konstruksi beroperasi 100 persen dengan menerapkan protokol kesehatan yang lebih ketat (pangandaran.com,01/07/2021).

Menarik untuk dicermati adanya dualisme kebijakan dalam penanganan pandemi di negeri ini. Di satu sisi kita dihadapkan pada pembatasan yang sangat ketat di sektor publik dan kebutuhan mereka akan ibadah. Akan ada pemberlakuan sanksi bagi siapapun yang melanggar aturan tersebut karena berpotensi dapat menaikkan angka persebaran wabah saat PPKM Darurat. Masyarakat diminta untuk menahan diri dari aspek yang sangat dekat dengan kehidupan mereka, terlebih bagi umat Islam karena dibatasinya syiar agama seperti Idul Adha.

Jika membahas soal penanganan pandemi tentu wajib merujuk pada solusi mendasar. Solusi semacam ini juga tidak mungkin muncul kecuali diperoleh dari hasil pemikiran mendalam atas apa yang menjadi akar masalah. Pandemi hakikatnya meluas sebab lemahnya kontrol negara dalam memutus mata rantai wabah. Sekiranya keberadaan virus diketahui dan dihentikan penyebarannya sejak awal maka pasti lonjakan kasus tidak ada terjadi sebagaimana saat ini. Negara seharusnya mampu memetakan sektor apa saja yang berkontribusi besar meyebarkan virus lalu membuat formulasi regulasi yang tepat.

Kebijakan penanganan pandemi seharusnya berpijak pada konsep komprehensif. Konsep menyeluruh yang tidak sebatas berpikir bagaimana agar roda perekonomian dapat berputar melalui tangan-tangan bisnis para pengusaha. Jika masih berkutat pada ukuran untung dan rugi maka tentu aturan yang dihasilkan akan bersifat tambal sulam. Ada aspek yang begitu dibatasi, di sisi lain ada sektor yang sangat ditolerir, meski keduanya sama-sama berpotensi menyebarkan wabah. Hal ini dapat dilihat dari dilonggarkannya penyelenggaraan proyek konstruksi di saat PPKM Darurat.

Dualisme kebijakan lahir dari cara pandang ideologi kapitalisme. Kapitalisme menjadikan manfaat secara materi sebagai sandaran atas setiap aktivitas manusia. Begitupula dalam pembuatan aturan di tengah masyarakat. Aturan dibuat demi mengakomodir kepentingan pihak tertentu, ada porsi korporasi dan politisi. Kapitalisme menjadikan asas kebebasan kepemilikan untuk menjamin pemenuhan kepentingan kedua kelompok ini dengan menempatkan rakyat sebagai “pekerja” atas proyek besar mereka. Sungguh sebuah kedzhaliman yang sangat nyata.

Kebijakan komprehensif dan menghantarkan pada solusi mendasar harus bersumber pada ideologi yang benar. Syariat Islam hadir sebagai sebuah ideologi yang mampu menjawab persoalan manusia dengan bentuk kebijakan khas berlandaskan aqidah Islamiyah. Islam mengatasi wabah dengan pemberlakuan sistem penguncian (lockdown), penerapan 3T (test, tracing, treatment), pemberian vaksinasi jika diperlukan dan tentunya menjamin pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat di saat pandemi.

Dualisme kebijakan terbukti hanya mementingkan segelintir orang. Tidak ada secuil kemashlahatan yang dapat dilahirkan dari kebijakan model seperti ini. Terlebih jika kita berharap terwujudnya kesejahteraan secara utuh atas seluruh umat manusia, mustahil dapat diraih melalui penerapan ideologi kapitalisme. Sudah selayaknya umat manusia beralih pada cara pandang shahih dalam mengatasi pandemi. Cara pandang yang bersumber dari Pencipta manusia, Allah SWT, yakni syariat Islam akan menghadirkan solusi tuntas dan komprehensif dalam menyelesaikan persoalan manusia.

Wallahu a’lam bishowab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 7

Comment here