Opini

Jurang Si Kaya dan Si Miskin kian Melebar

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Ummu Firda

Dalam Islam, kategori miskin dilihat bukan dari rata-rata, tapi benar-benar riil per kepala, sejauh mana ia mampu mencukupi kebutuhan pokoknya

Wacana-edukasi.com — Kaya ataupun miskin adalah sunatullah. Suatu keniscayaan yang pasti ada di dunia ini. Tapi bagi seorang muslim mau kaya atau miskin bukan jaminan untuk mendapatkan tempat terbaik disisi-Nya. Sejatinya keimanan dan ketakwaanlah yang akan menjadi penentunya.

Dikutip dari Kompas.com, (17/07/2021) Selama pandemi Covid-19 melanda dunia, termasuk Indonesia, ada banyak sektor yang dirugikan, terutama ekonomi. Banyak orang yang kehilangan pendapatan karena dirumahkan oleh perusahaan atau bisnis yang gulung tikar sebagai dampak dari pandemi covid-19.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia per Maret 2021 berkisar 27,54 juta orang, naik dari periode Maret 2020 yang sebesar 26,42 juta orang. Peningkatan ini terjadi akibat pandemi Covid-19 yang berdampak pada perubahan perilaku serta aktivitas ekonomi penduduk sehingga mempengaruhi angka kemiskinan.

Peneliti mengatakan meningkatnya angka kemiskinan karena kebijakan pandemi yang tak tegas di awal dan upaya untuk memulihkan kondisi ini memerlukan waktu yang cukup lama (www.bbc.com,17/02/2021)

Di sisi lain, jumlah orang kaya dan super kaya di Indonesia justru menanjak di tengah gempuran wabah coronavirus. Hal ini dilihat dari data lembaga keuangan Credit Suisse yang menunjukkan bahwa jumlah penduduk di Indonesia dengan kekayaan bersih 1 juta dollar AS atau lebih mencapai 171.740 pada tahun 2020.

Adanya kesenjangan sosial, jurang si kaya dan si miskin ini akan terus terpelihara selama kita hidup dalam kubangan lumpur kapitalis-sekuler seperti sekarang ini. Di mana orang-orang yang bermodal besarlah yang akan jadi kuasa atas hegemoni perekonomian kita. Sistem kapitalis adalah penyebab yang sesungguhnya, karena mewujudkan kemiskinan massal pada individu, keluarga, masyarakat dan negara. Pemilik modal begitu rakusnya melipatgandakan kekayaan pribadinya. Sementara kemiskinan secara sporadis justru dirasakan sebagian besar masyarakat. Sehingga kesenjangan permanen pun tak bisa dielakkan.

Sistem ini begitu rentannya melahirkan masalah demi masalah di tengah-tengah masyarakat, seperti maraknya kriminalitas, tingginya angka pengangguran dan problem sosial lainnya.

Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan. Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah garis kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin. Sumber data utama yang dipakai adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Modul Konsumsi dan Pengeluaran. Pada Maret 2019 Badan Pusat Statistik (BPS) merilis standar garis kemiskinan masyarakat Indonesia adalah Rp 425.250 per kapita per bulan. Adapun komposisi garis kemiskinan makanan Rp 313.232 (73,66 persen) dan garis kemiskinan bukan makanan Rp 112.018 (26,34 persen).

Hal tersebut menunjukkan bahwa orang miskin Indonesia memiliki pendapatan sebesar Rp 14.175 setiap harinya atau sekitar 1 dollar AS. Memang jauh dari standar. Dengan jumlah uang segitu, tak mungkin masyarakat bisa hidup layak. Kalaulah angka garis kemiskinan saja batasnya sekitar 500rb, bisa kita bayangkan lebih banyak lagi sebetulnya masyarakat Indonesia yang memang terkategori miskin.

Dalam Islam, kategori miskin dilihat bukan dari rata-rata, tapi benar-benar riil perkepala, sejauh mana ia mampu mencukupi kebutuhan pokoknya. Apa yang menyebabkan saat ini orang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin, salah satu faktornya adalah penurunan suku bunga yang dilakukan oleh Bank central dunia. Inilah yang memicu harga-harga saham ataupun properti ikut naik. Maka dengan kemampuan investasinya ini, orang kaya mendapatkan kesempatan lebih besar untuk mendapatkan dan terus menumpuk pundi-pundi uang yang membuatnya semakin kaya. Sementara si miskin, karena memang tidak ada kemampuan untuk investasi, maka hilanglah kesempatannya.

Maka dalam ini Islam punya solusi. Solusi atas kemiskinan ini, bahwa Islam memandang kunci permasalahannya adalah dalam hal distribusi kekayaan. Jika ada keluarga miskin, maka yang punya tanggung jawab untuk membantu adalah kerabat/keluarganya. Namun sebaliknya jika tidak ada keluarga yang bisa membantu, maka negara melalui baitulmal yang akan mengambil alih kewajiban tadi sampai benar-benar dipastikan semua kebutuhan pokok masyarakat terpenuhi, baik sandang, papan, ataupun juga pangan tanpa kecuali. Siapa pun warganya, mau muslim ataupun nonmuslim akan dipastikan pemenuhan kebutuhan dasarnya.

Namun jika kas negara/baitulmal kosong maka negara akan melakukan pungutan yang sifatnya insidental bagi orang-orang kaya saja, sampai semua kebutuhan pokok warganya terjamin. Dalam hal mekanismenya, maka ada 2 cara, yaitu secara langsung dan tidak langsung.

Pertama, secara langsung maksudnya siapa pun seorang muslim dia akan didorong untuk bersikap ta’awun (tolong-menolong) bahu membahu membantu saudaranya disaat kesusahan. Sebagaimana dalam hadits:

“Tidaklah beriman kepada-Ku, siapa saja yang tidur kekenyangan, sedangkan tetangganya kelaparan, sementara dia mengetahuinya.” (HR Ath-Thabrani)

Kedua, pungutan yang sifatnya insidental (dharibah) kepada orang laki-laki muslim yang kaya, hingga kebutuhan umat terpenuhi. Jika sudah terpenuhi, maka pungutan tersebut dihentikan.

Selain itu pula negara membuka lapangan pekerjaan yang produktif, mengelola sumber-sumber pemasukan kas negara yang lain, apakah dari zakat, jizyah, kharaj, ataupun ushr. Pengelolaan sumber-sumber vital pun tidak akan diberikan kepada swasta apalagi asing, tapi benar-benar dikelola negara, tanpa aktivitas riba, demi kemaslahatan umat. Asing tidak akan dibiarkan merongrong untuk mendikte dan para pejabat pun akan terus memegang amanahnya dengan sebaik-baiknya, hukum yang berkeadilan ditegakkan, tidak tumpul ke atas atau tajam ke bawah. Itulah kesempurnaan Islam meri’ayah dalam hal pengelolaan harta dan pendistribusiannya. Kesemuanya itu sudah dipraktekkan selama berabad-abad lamanya. Dan tibalah saatnya kita saat ini memperjuangkan tegaknya sebuah sistem Islam yang kaffah yang mampu mensejahterakan seluruh umat manusia, dan mampu memanusiakan manusia, karena Islam adalah agama rahmatan lil’alaamiin..

Wallohu’alam bi ash-showwab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 39

Comment here