Syiar IslamTabligul Islam

Meretas Jalan Kehidupan

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Siti Ningrum, M.Pd. 

(Pegiat Literasi dan Pemerhati Sosial)

Sejatinya kita sebagai manusia wajib berikhtiar semaksimal mungkin untuk tetap taat dan patuh pada-Nya. Sehingga, kita bisa merangkai jalan kematian dengan husnul khatimah.

Wacana-edukasi.com — Manusia diciptakan ke dunia bukan tanpa sebab. Bukan sebuah kebetulan juga, ketika Nabi Adam a.s diturunkan ke dunia. Kemudian menjadi banyak, bersuku-suku, dan berbangsa-bangsa. Berlainan bahasa, warna kulit, dan lain sebagainya. Sehingga, menjadikan manusia itu adalah makhluk yang sangat unik. Tidak hanya itu, Allah beri kesempurnaan lainnya, yakni diberikan akal. Semuanya itu telah tertulis di kitab yang suci, yakni Lauhulmahfuz.

Ketika Allah mengabarkan akan menciptakan makhluk dari jenis manusia, malaikat yang terlebih dahulu mempertanyakannya. Untuk apa manusia diciptakan, padahal para malaikat senantiasa memuji-Nya setiap saat tanpa lelah. Sedangkan manusia akan berbuat kerusakan.

Allah Sang Pencipta semua makhluk, dengan bijak menjawabnya. Percakapan yang sangat indah itu pun Allah abadikan dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 30, yang artinya:

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: “Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”

Allah menciptakan manusia ada maksud dan tujuan yakni beribadah. Hal tersebut, tertuang dalam Q.S. Az-Zariyat ayat 56, yang artinya:

“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku”

Ini adalah kata kuncinya, agar manusia tak lupa akan dirinya diciptakan oleh Allah Swt. Meski demikian tetap saja manusia selalu lupa. Apalagi jika sudah bergelimang dengan kemewahan dan jabatan yang ia miliki. Padahal semuanya itu takkan berarti apa-apa jika manusia sudah menghadap Sang Pencipta. Kecuali kekayaan yang dimiliki, dipakai untuk kebaikan. Seperti halnya Sahabat yang bernama Abdurahman bin Auf atau Ibunda Siti Khadijah ra. mereka menghabiskan harta kekayaannya dalam perjuangan menegakkan kalimat Allah di muka bumi ini.

Tidak dimungkiri memang, bahwa manusia akan cinta terhadap harta. Tapi sejatinya, harta itu adalah titipan. Kelak dihadapan Sang Pencipta harus mempertanggungjawabkan dari mana dan dipergunakan untuk apa harta tersebut.

Allah telah memperingatkan kita dalam Q.S At-Taubah ayat 24, yang artinya: ‘Katakanlah, “Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik”

Kiranya ayat tersebut cukup untuk dijadikan pengingat. Agar kita tak terpedaya dengan kehidupan dunia yang hanya sementara. Jalan kehidupan di dunia memang penuh dengan onak dan duri. Maka, untuk meretas jalan kehidupan ini perlu keimanan yang kuat dan kokoh agar ketika manusia ditimpa masalah, tidak mengambil jalan pintas yang salah dan pada akhirnya akan merugikan diri sendiri. Jangan sampai penyesalan datang kemudian.

Manusia dengan kesempurnaan penciptaannya diberikan akal oleh Sang Pencipta. Sehingga dengan kemampuan akal itu manusia bisa memilih jalan yang diridhoi-Nya agar selamat di dunia dan di akhirat. Namun, perlu diketahui bahwasannya akal itu tidak bisa dibiarkan bebas dalam rangka mencari jalan keluar dari setiap persoalan. Sebab, akal punya keterbatasan. Tidak bisa dibiarkan membuat sebuah aturan tanpa sebuah tuntutan yang benar, sebabkan terjadi sebuah kekacauan dalam berpikir dan bertindak.Jadi seyogianya dalam setiap pengambilan keputusan haruslah berdasarkan tuntunan yang benar.

Tuntunan yang benar itu adalah apa yang telah ditetapkan oleh Islam. Ada empat sumber hukum dalam Islam. Yaitu: Al-Qur’an, As-sunah (hadits), Ijma Sahabat dan Qiyas.

Akan tetapi saat ini kita tengah hidup dalam sistem kapitalisme-sekuler, aturan agama dipisahkan dengan kehidupan. Agama hanya dibatasi pada ibadah ritual semata. Sedangkan dalam hal lain, manusia lah yang mengatur kehidupannya. Akhirnya muncullah kebebasan tanpa batas.

Tidak hanya itu, dari aturan-aturan yang telah dibuat oleh manusia akan melahirkan kebijakan-kebijakan yang menguntungkan sebagian yang lain, dan merugikan sebagian lainnya. Itulah hasil dari buah pikir manusia, selamanya takkan pernah adil. Konflik sosial dan kesenjangan dalam bidang ekonomi pun akan terjadi.

Maka dari itu, manusia tidak boleh mengambil aturan selain dari yang telah ditetapkan oleh Islam. Allah Swt. Telah merancangnya dengan sempurna. Tidak ada pilihan lain selain tunduk dan taat pada perintah dan larangan-Nya.

Untuk taat dan patuh pada Sang Pencipta, manusia wajib mengenali siapa dirinya, siapa penciptanya. Serta untuk apa manusia diciptakan, dan kelak akan ke mana berlabuh. Ada dua tempat kembali yang telah Allah Swt. sediakan yakni surga dan neraka. Tentu kita ingin berlabuh pada sebuah kebahagiaan. Yakni Surga.

Maka dari itu, sejatinya kita sebagai manusia wajib berikhtiar semaksimal mungkin untuk tetap taat dan patuh pada-Nya. Sehingga, kita bisa merangkai jalan kematian dengan husnul khatimah. Sebab, tujuan kehidupan kita adalah untuk mencapai keridhoan-Nya, agar ketika kita kembali menghadap Allah Swt. dalam keadaan jiwa yang tenang.

Seperti firman Allah dalam Q.S. Al-Fajr ayat 27-30, yang artinya: “Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Rabb-mu dengan hati yang puas lagi di-ridhai-Nya! Kemudian masuklah ke dalam (jamaah) hamba-hamba-Ku, Dan masuklah ke dalam surga-Ku!

Semoga kita termasuk orang-orang yang telah Allah janjikan. Aamiin

Wallohualam bishowab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 34

Comment here