Opini

Islam Atasi Krisis APBN

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Adibah NF (Komunitas Literasi Islam)

Wacana-edukasi.com — Krisis berkepanjangan menyebabkan Anggaran Pendapatan Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) semakin berat menanggung beban negara. Satu-satunya cara yang selalu dijadikan kartu pamungkas untuk meringankannya adalah dengan melakukan utang. Padahal sudah jelas dengan utang hanyalah menambah beban negara yang semakin berat bukan solusi tepat.

Tak salah ketika kementerian keuangan memproyeksikan defisit APBN tahun 2021 menurun dari target Rp 1.006,4 triliun menjadi RP 939,6 triliun. Walaupun angkanya menurun dari angka proyeksi serta dianggap masih dalam batasan toleransi, sama saja defisit ini akan berdampak pada keuangan negara. Karena utang tetap harus dibayar.

Sementara, pemerintah sendiri mau tidak mau wajib menyediakan anggaran yang besar untuk menangani krisis di masa pandemi yang berkepanjangan ini. Namun pihak pemerintah belum bisa memenuhinya dari sumber-sumber pendapatan negara yang selama ini menjadi andalan kedua yaitu melalui penerimaan dari pajak. Hal ini seolah menjadi alasan untuk tidak melakukan utang, karena situasi semakin sulit.

Dikutip dari siaran youtube Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu pada Minggu, 25/7/2021, bahwa Menkeu Sri Mulyani menyampaikan pengakuan, “Pandemi covid-19 memang sebuah tantangan yang sungguh luar biasa. Dia tidak hanya mengancam jiwa manusia, dia juga mampu mempengaruhi dan mengoyak perekonomian suatu negara.”

Padahal jika mau melihat potensi negeri ini akan mampu mengatasi krisis karena punya modal yang sangat besar diantaranya punya potensi geografis dan geostrategis, sumber daya alam dan sumber daya manusia yang melimpah, termasuk tambang, energi, pertanian, hutan, laut dan lainnya dimiliki negeri ini. Namun semuanya seolah tak berguna bagi negeri ini untuk bisa mengeluarkannya dari krisis ini.

Memang benar, melimpahnya kekayaan alam negeri ini, tak akan mampu mengatasi krisis selama mengemban kapitalisme sekuler yang dikendalikan negara adidaya atau kepemimpinan kapitalisme global. Kecuali balik kanan untuk mengelola kekayaan alam sendiri dengan kemandirian tanpa ketergantungan kepada negara lain. Juga tanpa didikte negara penjajah. Hal ini tidak bisa dilakukan selama masih terkungkung kapitalisme. Sebaliknya harus berani keluar dari kungkungan itu dengan beralih kepada pengelolaan yang benar.

Mengelola Kekayaan dengan Cara Islam 

Dalam mengelola kekayaan alam negeri ini diperlukan ESDM beserta perangkat yang termasuk dalam kepemilikan umum yang wajib dikelola oleh negara, tidak sesekali diserahkan kepada swasta bahkan asing seperti yang terjadi saat ini. Sehingga keuntungan maupun hasil dari pengelolaan sumber daya alam dapat dinikmati rakyat secara umum dan merata. Rasulullah saw. bersabda,

اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّارِ

“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)

Artinya, berserikatnya manusia dalam ketiga hal pada hadis di atas bukan karena zatnya, tetapi karena sifatnya sebagai sesuatu yang dibutuhkan oleh orang banyak (komunitas) dan jika tidak ada maka mereka akan berselisih atau terjadi masalah dalam mencarinya.

Dengan demikian tambang yang depositnya besar terkategori kepemilikan umum, yaitu milik seluruh kaum muslim. Negara harus mengelola tambang tersebut secara mandiri, sehingga hasil tambang dan keuntungannya untuk rakyat bukan dibawa ke luar negeri. Termasuk pabrik peleburan (smelter) sendiri.

Apabila pengelolaannya berbasis sistem Islam (khilafah), alhasil APBN tidak akan menjadikan sumber utama pendapatan dari penerimaan pajak.

Meskipun pajak (dharibah) merupakan salah satu sumber pemasukan negara. Karena dharibah dalam Islam hanya diambil dari orang kaya saja secara temporer, bukan permanen. Manakala kas negara sudah terisi, penarikan pajak pun dihentikan.

Oleh karena itu, masalah APBN dalam sistem Islam tidak akan bergantung pada pajak dan utang. Ada beberapa pos sumber pemasukan negara yang secara umum terbagi menjadi tiga sumber, yaitu:

Pertama, pos fai’ dan kharaj, meliputi ganimah, termasuk anfal, fai’, dan khumus (seperlima harta fai’); Kharaj, sewa tanah-tanah milik negara, jizyah, barang temuan, waris yang tak ada pewarisnya, harta sitaan, dan pajak.

Kedua, pos harta kepemilikan umum, yang meliputi minyak dan gas, listrik, pertambangan, laut, sungai, perairan, mata air, hutan, padang rumput, aset produktif yang dikuasai negara, misalnya yang berasal dari wakaf.

Ketiga, pos sedekah yang terdiri dari sedekah wajib, seperti zakat harta dan perdagangan yang berupa uang (atau emas/perak), zakat pertanian dan buah-buahan, dan zakat ternak. (Sumber: Sistem Keuangan dalam Daulah Khilafah).

Dengan pos-pos pemasukan tersebut, jika ada satu pos yang penerimaannya minim, masih banyak pos lain yang bisa digunakan.

Jika negeri ini mau keluar dan menyelesaikan masalah APBN , harus mengembalikan pengelolaan tambang pada negara dan hasilnya dialokasikan bagi kesejahteraan rakyat, APBN akan kuat dan selamat dari ancaman krisis. Hal ini tidak bisa dilakukan selain oleh negara khilafah yang menerapkan tata aturan Islam secara kaffah, bukan setengah-setengah.

Wallahu a‘lam bishshawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 7

Comment here