Surat Pembaca

Utang Menjamin Rakyat Sejahtera atau Sengsara?

blank
Bagikan di media sosialmu

Wacana-edukasi.com — Berdasarkan laporan Kementerian Keuangan Srimulyani Indrawati, posisi utang pemerintah sampai akhir Juni 2021 sebesar Rp.6.554,56 triliun. Angka tersebut 41,35 persen dari rasio utang pemerintah terhadap PDB. Adapun komposisi utang tersebut terdiri dari pinjaman sebesar Rp.842,76 triliun (12,86 persen) dan SBN sebesar Rp.5.711,79 triliun (87,14 persen) (SindoNews.com).

Secara rinci, utang melalui pinjaman tersebut berasal dari pinjaman dalam negeri Rp12,52 triliun. Sedangkan pinjaman luar negeri sebesar Rp830,24 triliun. Sementara itu, rincian utang dari SBN berasal dari pasar domestik sebesar Rp4.430,87 triliun dan valas sebesar Rp1.280,92 triliun.

Sebelum pandemi, Kemenkeu menargetkan defisit APBN sebesar 1,76 persen dari PDB, atau sekitar Rp300 triliun pada 2020 lalu. Namun, pemerintah mengubah ketentuan defisit sehingga angkanya diperlebar menjadi di atas 3 persen. Tahun ini, pemerintah mematok target defisit APBN sebesar Rp1.006,4 triliun atau 5,7 persen dari PDB. Sedangkan, per semester I 2021 lalu realisasinya telah mencapai Rp283,2 triliun setara 1,72 persen dari PDB.

Sehingga, kondisi defisit yang melebar membutuhkan respon kebijakan yang extraordinary. Di mana APBN harus menjawab begitu banyak tantangan pandemi, seperti kebutuhan untuk meningkatkan anggaran di bidang kesehatan, bantuan sosial, membantu masyarakat, membantu daerah, dan menjaga perekonomian.

Alhasil, untuk menutupi defisit itu negara menggunakan penerbitan Surat Utang Negara (SUN) atau Surat Berharga Negara (SBN). Hal ini dianggap, utang merupakan salah satu instrumen untuk menyelamatkan masyarakat dan perekonomian di masa pandemi covid-19.

Sungguh miris, dengan dalih ingin menyelamatkan rakyat, namun solusi yang diambil dengan menambah utang, yang sudah pasti utang ribawi. Seolah tak ada jalan lain. Bagaimana jika negara gagal bayar utang? bukankah utang ribawi haram dan amat menjerat? Bagaimana nasib kedaulatan negara? Bagaimana pula dengan nasib rakyat?

Beginilah jika pengurusan kemaslahatan rakyat menggunakan sistem kapitalisme. Sistem yang menafikan agama dalam pengurusannya. Tak menimbang halal dan haram dalam kebijakannya. Semestinya 1,5 tahun pandemi berlangsung yang tidak bisa diprediksi kapan berakhirnya ini, menjadi pukulan telak bagi negara untuk menyadarkan dan membuang sistem kapitalisme. Sistem yang telah jelas hanya menyengsarakan rakyat, melahirkan pemimpin korup, mengacaukan pengurusan rakyat, menggadaikan kedaulatan negara dan membiarkan SDA dijarah asing.

Semestinya adanya pandemi ini menjadi momentum beralih pada sistem Islam. Sistem yang berasal dari pencipta manusia. Pasti menyejahterakan dan menentramkan. Bagaimana tidak, Islam mengatur ekonomi sedemikian rupa, sehingga pemenuhan kesejahteraan tercapai per individu, baik sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan juga keamanan.

Sistem keuangan ditopang baitulmal. Pos pemasukan dan pos pengeluaran jelas dan detail. Sumber pemasukan bukanlah dari pajak, seperti sistem ekonomi kapitalisme saat ini. Namun dari pengelolaan SDA yang tentu saja nilainya lebih besar dari pajak. Pajak hanya diambil sewaktu-waktu, jika kondisi keuangan di baitulmal kosong. Itupun diambil dari orang-orang kaya.

Maka jelas, dengan sistem Islam tak akan negara mengalami defisit anggaran. Jika pun defisit, pemangku kebijakan akan menyelesaikan dengan cara yang halal. Pada faktanya, sepanjang sejarah kepemimpinan Islam, tak pernah ditemui negara defisit tetapi malah surplus. Sebab limpahan berkah tercurah dari Pencipta.

Tak ada harapan sama sekali jika masih menggantungkan kehidupan pada penerapan sistem kapitalisme. Angan kosong jika solusi menyejahterakan rakyat dari menggantungkan pada cara sistem kapitalisme. Rakyat hanya sengsara dan sengsara. Kembali pada aturan Islamlah satu-satunya solusi untuk mengakhiri segala kesengsaraan.

Afifah — Brebes

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 8

Comment here