Oleh : Siti Saodah, S. Kom.
Krisis pandemi yang tak kunjung usai telah menghabiskan anggaran belanja negara. Anggaran belanja negara terpaksa dialokasikan untuk mengatasi kebutuhan pemulihan pasien yang terkena wabah dan kebutuhan alat kesehatan penunjang pasien covid-19. Meskipun anggaran sudah dialokasikan demi penyelesaian pandemi namun sangat disayangkan fakta dilapangan tak berjalan maksimal.
Krisis APBN di masa Pandemi
Pakar pendidikan Universitas Paramadina yaitu Didik Rachbini ia mengatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) memiliki masalah berat sehingga diduga ia akan memicu krisis ekonomi. Menurut beliau ada lima faktor yang memicu krisis di dalam APBN dimasa mendatang. Pertama Proses politik APBN yang sakit dan bias, kedua rasio pembayaran hutang yang naik, ketiga pembiayaan PMN dan BMN yang sakit, keempat defisit primer yang semakin melebar dan tak terkendali, kelima adalah dana yang mengendap dan bocor di berbagai daerah (bisnis.tempo.co).
Krisis APBN yang dialami negeri ini berasal dari pengelolaan keuangan negara yang tak baik. Kasus-kasus korupsi yang menimpa para pejabat menjadi titik awal rusaknya APBN negara. Ditambah lagi pandemi yang berkepanjangan tak tahu kapan akan selesai, sedangkan Kas negara sendiri sudah minim. Masalah ini akhirnya membuat negara terpaksa kembali berutang untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Mulai dari kebutuhan bansos untuk mengurangi dampak pandemi bagi keluarga terdampak, bantuan langsung tunai, dan kebutuhan lainnya.
Tambal Sulam Utang ala Kapitalis
Utang menjadi cara ampuh sebuah negara kapitalis untuk menutupi defisit anggaran negara. Meskipun akhirnya negara melakukan tindakan melelang surat-surat berharga yang dimiliki demi menambal kekurangan dana negara. Bukan hanya surat berharga saja yang menjadi korban rusaknya sistem kapitalis, namun kekayaan sumber daya pun turut menjadi korban. Tambal sulam dengan beragam utang, sudah menjadi tabiat sebuah negara kapitalis.
Meskipun negara sibuk menutupi kekurangan dengan beragam utang namun perlu diperhatikan bunga dari hutang tersebut. Pasalnya bunga dari utang yang terus membengkak membuat negara semakin berat membayar karena beban bunga yang tinggi. Dampaknya utang makin melejit dengan bunga yang fantastis mencekik negara. Hingga membuat negara tak mampu mandiri jika tanpa utang.
Negara Islam Mandiri Tanpa Utang
Utang dalam pandangan Islam adalah muamalah yang dibolehkan baik dilakukan oleh individu, kelompok atau negara. Namun perlu diperhatikan ketika berutang adalah nilai hutang tersebut tidak bertambah. Jika nilai hutang bertambah maka disebut riba, lihat larangan Allah tentang riba dalam Qs. Al Baqarah ayat 275.
Meskipun demikian negara Islam dalam melakukan hutang akan memperhatikan beberapa aspek. Pertama, hukum syara menjadi landasan dalam melakukan utang. Kedua, berutang untuk memenuhi kebutuhan primer umat. Ketiga, tidak berutang kepada negara kafir harbi sehingga negara Islam akan bebas dari intervensi asing.
Beberapa aspek diatas menjadi bahan pertimbangan negara Islam dalam melakukan utang. Sehingga negara akan berusaha mencukupi kebutuhan umat dengan kas dari baitul mal. Negara Islam akan melakukan pengelolaan kepemilikan umum secara mandiri sehingga hasilnya dapat digunakan untuk kebutuhan umat. Dengan ini diharapkan negara Islam akan mandiri secara ekonomi ataupun finansial keuangan.
Sehingga diharapkan dengan mandiri ekonomi dan finansial keuangan, negara akan mampu mengoptimalkan kas dari baitul mal kemudian dialokasikan untuk kebutuhan umat. Disinilah dibutuhkan peran seorang khalifah dalam mengatur urusan umat demi tercapainya kemaslahatan bagi seluruh alam. Peran khalifah akan optimal jika ada negara yang mampu menerapkan sistem Islam secara menyeluruh dalam kehidupan.
Waallahualam bisshowab
Views: 8
Comment here