wacana-edukasi.com, Hampir seluruh daerah di Indonesia tengah gencar melakukan vaksinasi secara menyeluruh kepada warga yang terdaftar untuk wajib mengikuti program vaksin. Termasuk di Kota Banjar Patroman, Jawa Barat.
Bagi masyarakat yang terdaftar menjadi penerima vaksin namun menolak untuk divaksin, maka akan diberikan sanksi berupa sanksi administratif atau penghentian bantuan sosial. Sekretaris Daerah Kota Banjar, Ade Setiana mengatakan pemberian sanksi terhadap warga yang menolak mengikuti vaksinasi sebagaimana diatur Pasal 14 Peraturan Wali Kota Banjar Nomor 39 Tahun 2021 tentang pelaksanaan vaksinasi.
Ade Setiana usai rakor di Aula Setda Kota Banjar mengatakan sesuai dengan Peraturan Walikota, warga sasaran vaksinasi yang tidak mengikuti vaksinasi dapat kena sanksi (Kamis, 27/07/2021). Untuk sanksi, sebagaimana terdapat dalam ketentuan peraturan walikota, yakni sanksi administratif berupa penghentian, atau penundaan bantuan sosial ataupun jaminan sosial.
Jika ditelaah, pemerintah seolah mengancam warganya untuk melakukan vaksinasi. Sedangkan WHO sendiri tidak menyarankan pemerintah untuk memaksa atau bahkan mengancam masyarakatnya untuk melakukan vaksinasi.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan tidak setuju dengan aturan negara yang mewajibkan vaksin Corona (CNN Indonesia). WHO sangat tidak menyarankan bagi negara melakukan mandat-mandat mengenai vaksinasi dengan menggunakan ancaman sebagai senjatanya. Namun jika kita melihat Indonesia, justru sebaliknya. Pemerintah memberlakukan sanksi administratif kepada warga masyarakat yang belum/ menolak untuk di vaksin. Ancaman ini memunculkan tanda tanya besar, kemana arah kebijakan pemerintahan ini sebenarnya apabila pelayanan administrasi hanya diperuntukan bagi masyarakat yang sudah di vaksin? Lantas dimanakah letak keadilan yang sesungguhnya?
Begitulah sistem kapitalisme sekuler bekerja
di sektor pemerintahan. Sehingga setiap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan dalam sistem ini selalu saja tidak berdasarkan kemaslahatan umat, tetapi demi keuntungan semata. Pelayanan bersifat parsial menjadikannya cenderung tak adil. Sebenarnya dalam hal ini Islam sudah mengatur dengan jelas bagaimana menangani pandemi dan memutus mata rantai penyebaran wabah sedini mungkin. Satu-satu solusinya ialah dengan menerapkan lock down. Akses dari wilayah yang terdampak dengan akses yang tidak atau belum terdampak itu di tutup total. Sehingga penanganan dapat cepat tanpa mengganggu aktivitas daerah lain yang bukan wilayah pandemi.
Tidak seperti sekarang ini yang mana pemerintah kenapa enggan melakukan kebijakan lock down? Alasan yang paling fundamental ialah ekonomi Indonesia yang anjlok. Sehingga pemerintah tidak melakukan lockdown apalagi secara menyeluruh dan hanya menerapkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegaitan Masyarakat (PPKM). Perbedaan PPKM dan lock down ini adalah, dalam kebijakan PPKM ini mobilitas masyarakat baik lokal maupun nasional masih boleh berjalan dengan ketentuan-ketentuan tertentu. Sedangkan lockdown, itu menutup segala macam kegiatan atau aktivitas masyarakat di sektor baik di bandara, pelabuhan, terminal, stasiun dan lain-lain. Dari sini sudah jelas, bahwa pemerintah bukannya tak mampu untuk menangani masalah pandemi ini. Namun, pemerintah tidak mau melaksanakan, sehingga hanya kebijakan-kebijakan temporerlah yang bisa dilakukan, salah satunya dengan ancaman dan sanksi terkait vaksinasi.
Itulah mengapa ketika kita masih berada di dalam sistem ini, tak akan bisa merasakan keadilan secara menyeluruh, apalagi sampai mendambakan kehidupan yang sejahtera. Sebab permasalahan di negeri ini ada pada akarnya berupa sistem yang diterapkan. Sehingga bukan hanya kebijakan-kebijakannya, atau pemimpinnya saja yang harus diubah. Melainkan mengakar hingga ke sistem negara. Sudah menjadi rahasia umum jika umat sekarang sudah merindukan sebuah kepemimpinan yang menjadikan kemaslahatan umat sebagai poros dalam setiap kebijakannya.
Wallahu’alam bisshawwab.
- Annisa Nurul Zannah
Mahasiswi Kota Banjar, Jawa Barat
Views: 1
Comment here